"Bagaimana bisa Rex menghilang?" tanya Patrizia setelah Ruben mengatakan Rex menghilang tadi Patrizia langsung berteleportasi ke kastilnya.
"Maaf lady." ucap Samuel dan Imelda kompak seraya menunduk.
Sudahlah Patrizia ini bukan salah mereka. Batin Ruben.
"Ini salah saya karena tidak memeriksa kandang Rex, saya akan mencari Rex sampai ketemu lady." ucap Samuel.
Patrizia menghela napasnya kasar. "Tidak, biarkan saja Rex pergi, tidak usah di cari lagi, mungkin dia ingin hidup bebas. Kembalilah kerjakan tugas kalian."
"Baik lady." ujar samuel dan Imelda, mereka pun pergi setelah memberi hormat pada Patrizia.
Patrizia mendaratkan bokongnya di kursi dekat kandang Rex. "Kembalilah Rex, aku menunggu mu."
Kau begitu menyukai Rex.
"Entahlah, aku sudah terbiasa berbicara dengannya. Serigala itu bahkan tau semua rahasia ku."
Kau akan bertemu dengannya lagi, percayalah.
Patrizia menghela napasnya dalam.
Kau tidak kembali ke istana? Jika mereka tidak menemukan mu di kamar akan terjadi keributan lagi di sana.
"Kau benar."
Patrizia hendak berteleportasi tapi Argus menghentikannya.
"Tunggu lady."
"Kenapa?"
"Aku akan pergi."
"Baiklah, terimakasih untuk semuanya."
"Jaga diri mu, musuh mu itu penuh dengan tipu muslihat. Berhati-hatilah dan jika kau butuh bantuan ku, panggil saja aku, aku akan langsung menemui mu."
"Hm."
Setelahnya Argus pun menghilang dari hadapan Patrizia begitu juga dengan Patrizia dalam sekejap gadis itu sudah kembali ke istana.
"Apa yang kau lakukan di kamar ku?" tanya Patrizia menatap tajam Viggo.
"Menunggu mu." jawab Viggo santai bahkan laki-laki dengan nyamannya berbaring di ranjang.
"Katakan."
Viggo tersenyum, gadis di hadapannya ini memang sangat peka. "Ingin bersenang-senang?"
Patrizia menyeringai. "Tentu."
...🍃🍃🍃...
"Para bandit itu bersembunyi di sana." ujar Viggo seraya menunjuk gubuk.
Patrizia dan Viggo kini berada di tengah hutan, mereka tengah memburu kelompok bandit yang sudah seminggu ini di incar kerajaan karena para bandit itu sudah melakukan banyak kejahatan bahkan mereka tidak segan untuk melukai korbannya.
"Aku yang akan mengurus para bandit itu." ucap Patrizia.
Dengan pakaian serba hitam lengkap dengan topengnya Patrizia berjalan mendekat ke arah gubuk itu.
Brak
Patrizia menendang pintu gubuk yang terbuat dari jerami itu hancur hingga membuat para bandit yang ada di sana terlonjak kaget. Ada tujuh bandit, mereka semua terlihat sangat menyeramkan, badannya tinggi besar dan wajahnya penuh dengan bekas luka.
"Siapa kau?" tanya salah satu bandit.
"Orang yang akan mencabut nyawa kalian."
Mendengar suara lembut itu para bandit saling melihat setelahnya tawa mereka meledak. Perempuan bodoh mana yang dengan sendirinya memasuki kandang harimau pikir mereka.
"Tuan bagaimana kalau malam ini kita tidak merampok saja dan sebagai gantinya kita bersenang-senang dengan gadis bodoh ini."
Pria yang di panggil tuan itu melihat ke arah Patrizia, sepertinya pria itu adalah pemimpinnya.
"Bagaimana gadis bodoh? Apa kau sanggup melayani kita bertujuh? Tenang saja kita tidak akan menyakiti mu."
"Berhentilah mengoceh dan serang saya bandit jelek." ucap Patrizia dingin seraya mengeluarkan pedangnya.
Tanpa aba-aba Patrizia langsung menyerang para bandit itu. Dengan gerakan memutar Patrizia menendang dua bandit sekaligus setelahnya gadis itu mengayunkan pedangnya menggores badan bandit itu.
Patrizia tidak ingin pertarungan ini berakhir dengan cepat. Gadis itu sudah lama sekali tidak bertarung. Bertarung seperti ini membuat Patrizia merindukan kehidupan mafianya.
Sepuluh menit berlalu Patrizia masih bertarung dengan para bandit itu. Gadis itu menghela napasnya kasar, ini sangat membosankan. "Hanya segitu kampuan kalian."
"K-kau bukan seorang gadis tapi kau iblis." ucap salah satu bandit terbata.
Ketujuh bandit itu kini keadaannya sangat mengenaskan, mereka sekarat dan Patrizia tidak membiarkan mereka mati dengan mudah.
"Bunuh saja kita sialan!" teriak sang pemimpin bandit.
Patrizia terkekeh. "Baiklah jika itu mau kalian."
Patrizia kembali menyerang bandit itu dengan membabi buta, gadis itu menusuk tiga bandit tepat di jantungnya dan sisanya Patrizia tebas kepalanya.
"Kau sudah puas sekarang?" tanya Viggo yang sedari tadi hanya diam menyaksikan.
"Ini sedikit menghibur ku."
Viggo melangkahkan kakinya mendekat pada Patrizia. Tangannya terulur mengelus kepala Patrizia.
"Kau mau jadi korban ku selanjutnya?"
Viggo mengabaikan ucapan Patrizia, pria itu malah menggenggam tangan Patrizia. "Aku sudah menjadi korban mu."
Patrizia menatap Viggo datar dan dalam sekejap gadis itu sudah menghilang dari hadapan Viggo.
Setelah Patrizia pergi para kesatria kerajaan datang.
"Bereskan mayat-mayat ini."
"Baik Yang Mulia."
Setelah Viggo pergi para kesatria itu pun memuji kehebatan sang putra mahkota yang berhasil mengalahkan kelompok bandit itu seorang diri, tanpa mereka tahu bahwa Patrizia lah yang mengalahkan para bandit itu.
...🍃🍃🍃...
Taman istana.
Dua hari sudah Patrizia terjebak di istana karena putra mahkota Liam, bocah itu tidak ingin Patrizia pergi.
Dan kini Patrizia tengah menemani Liam bermain dengan Ruben yang baru saja datang bersama Samuel dan Imelda.
"Ibu, Ruben sangat lucu."
"Iya, Ruben memang lucu." Patrizia menyeruput teh chamomile.
"Apa aku boleh bergabung?" tanya Jerome yang baru saja datang.
"Iya, silahkan duduk Yang Mulia."
Zia, datanglah ke ruang kerja Viggo sekarang, ini penting.
Patrizia mengkerutkan dahinya setelah mendengar suara Steve.
Ruben, apa yang terjadi?
Datanglah, kau akan mengetahuinya nanti.
Ck! Kau ini, akh sudahlah..
"Kenapa?" tanya Jerome yang melihat raut kesana di wajah Patrizia.
"Tidak apa-apa. Mm.. Yang Mulia maaf bukannya saya lancang tapi saya harus pergi sekarang ada hal yang harus saya bicarakan dengan putra mahkota Viggo."
"Hm pergilah."
Patrizia berlalu dari sana setelah memberi hormat pada Jerome.
...🍃🍃🍃...
Ruang kerja Viggo.
"Ada apa?" tanya Patrizia.
"Rencana mereka akan di lakukan malam ini saat acara pesta menyambutan Grand Duke. Raja dalam bahaya." jawab Viggo.
"Kalian bersiaplah."
Malam harinya, aula istana.
Patrizia tengah mengobrol bersama Celia, dan Irene.
"Kakak, apa kau sudah pernah melihat wajah Grand Duke?" tanya Irene.
"Belum pernah, kenapa?"
"Tidak, aku hanya penasaran menurut rumor Grand Duke itu sangat tampan tapi sayang.."
"Kenapa?" tanya Celia.
"Katanya Grand Duke itu terkenal akan kekejaman dan kemisteriusannya. Grand Duke susah di dekati."
"Irene, kau menyukai Grand Duke?" tanya Patrizia tersenyum jahil matanya melirik seseorang yang berdiri di belakang Irene.
"Tidak."
"Jika bukan Grand Duke, siapa pria yang kamu sukai?"
"Kakak kan sudah tahu aku menyukai pangeran Zello."
"Benarkah?"
Tubuh Irene menegang setelah mendengar suara bariton itu. Irene membalikkan badannya dan ia melihat Zello berdiri di sana entah sejak kapan.
"Wah.. Bukankah itu pengakuan cinta? Kak Zello katakan, apa jawaban kakak?" goda Celia.
Irene yang sudah sangat malu pun pergi dari sana dan Zello mengikutinya. Patrizia dan Celia terkekeh melihat itu.
Pintu itu terbuka saat pengawal mengumumkan kedatangan sang Grand Duke.
Pekikan terdengar dari pada gadis bangsawan saat melihat ketampanan sang Grand Duke.
"Rumor itu mamang benar, Grand Duke sangat tampan."
"Grand Duke jadikan aku istri mu."
"Lihatlah tatapan matanya sangat mempesona."
Patrizia menatap Grand Duke itu datar, Patrizia hanya melihat wajah bagian sampingnya saja dan seketika mata Patrizia membola saat Grand Duke melihat ke arahnya. Tatapan mereka bertemu. Mata itu.. Sepeti milik..
"REX???"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Dede Mila
kaaaan..../Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-05-13
0
neen
zia akan kmbali ke dunianya dan ktmu rex disana😄
2022-11-24
0
Mrinpur
yeyyy,,,rex muncul kira kira patrizia bakal milih yg mana yach,,,krn kan bnyak bnget tuch pilihan ny,,,🤔🤔🤔😄😄😄😄
2022-11-24
2