Bab 10

Jleb

Sakit sebenarnya perasaan itu setiap kali Abi mengatakan demikian. Tetapi pada kenyataannya begitu, Ajeng tak punya pilihan selain mengiyakan.

"Aku tahu, tidak perlu kamu terus mengingatkannya. Aku tidak pernah lupa," jawab Ajeng jelas lara hati.

Perempuan itu pun terdiam, mengikuti ke mana mobil membawanya pergi. Abi benar-benar membawa ke kedai eskrim terbaik di kotanya. Mereka memesan tempat, layaknya pasangan romantis yang tengah memenuhi ngidam pasangannya.

"Pesanlah sesukamu, aku temani," ujar Abi dingin-dingin perhatian.

Tak ingin berlarut dalam kesedihan hati yang selalu tercipta lewat kata-katanya yang terlalu dominan, membuat Ajeng memilih menikmati saja sore ini mumpung ada waktu keluar juga.

Ajeng memesan eskrim mix dengan berbagai rasa. Perempuan itu menyantap dengan penuh antusias. Sudah lama sekali tidak bersantai sambil menikmati eskrim seperti ini. Sejenak mengingat seseorang yang entah di mana, ia tersenyum sendiri sambil membayangkan wajahnya yang selalu perhatian dan bersahaja.

Sementara Abi, duduk tepat di depan Ajeng. Pria itu tengah sibuk sendiri dengan ponselnya. Terlihat beberapa kali mengambil gambar print USG itu, lalu mengirimkan pada Vivi, dengan keterangan, 'anak kita sudah sebelas minggu, sehat.'

Pria itu senyun-senyum sendiri membayangkan anak itu lahir nanti. Selepas mengirim pesan, tatapan Abi fokus pada seseorang di depannya.

"Enak?" tanya pria itu tersenyum.

Ajeng balas tersenyum sembari mengangguk, sedikit belepotan di ujung bibir membuat tangan Abi gatel dan spontan mengelapnya dengan tisu.

"Kamu seperti anak kecil, tumpah ke sudut bibir," ujar pria itu santai.

Ajeng tidak menyahut, tidak pula merasa GR, walau sedikit baper, cepat ia benahi hatinya.

"Aku sudah kenyang, bisa kita pulang sekarang," ujar perempuan itu merasa cukup.

"Ada yang ingin dibeli? Katakan sekalian, mumpung belum sampai rumah. Kamu tidak boleh pergi tanpa alasan yang jelas!" peringat pria itu serius.

Entah mengapa Ajeng merasa terpenjara, tidak bebas bergerak sama sekali.

"Aku butuh lingkungan sendiri, tolong jangan terlalu ikut campur urusan privasiku, tugasku hanya mengandung anak ini, memastikan sehat sampai ia lahir. Pahamilah, aku juga punya kehidupan!" protes Ajeng mulai tidak tahan dengan sikap Abi yang terlalu mengekang dirinya. Perempuan itu sengaja mengulang kata-kata menyakitkan yang selalu didengung-dengungkan suaminya.

"Semua kebutuhanmu sudah aku penuhi, jangan banyak tingkah, apa pun yang kamu lakukan, dalam pantauanku," tekan Abi tak mau tahu.

Ajeng menghela napas dalam, lama-lama benar-benar membuatnya tertekan, bukan malah rileks dan tenang seperti yang Abi harapkan.

"Kalau kamu pingin anak ini lebih sehat, tolong beri aku ruang dan kepercayaan. Bukan hanya makanan atau vitamin dan sejenisnya saja yang menyehatkan. Pikiran ibu dari si bayi juga sangat berpengaruh, jangan lupakan itu," bela Ajeng atas hak dirinya.

Giliran Abi yang terdiam, mencoba memahami sesuai apa yang ia mengerti.

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Abi serius.

"Tidak membatasi gerikku, aku butuh ruang gerak sendiri," ujarnya penuh harap.

"Kamu banyak maunya," ucap pria itu menatap dalam. Untuk pertama kalinya, Ajeng membalas tatapan itu hingga keduanya bersirobok cukup lama.

"Hanya satu, kenapa sesulit itu," ujar perempuan itu mengalihkan pandangan.

"Oke, selama tidak mengganggu pertumbuhan anak itu, aku setuju. Walaupun tetap dalam batasan."

"Terima kasih," jawabnya sedikit lega.

Usai dari kedai es krim, pria itu mengantar sampai rumah. Lagi-lagi Abi tidak langsung pulang padahal hari sudah hampir petang, membuat Ajeng merasa diawasi. Tak mau ambil pusing, Ajeng pun memilih di kamar, menyibukkan diri dengan ponselnya. Ia menuangkan semua kisah hidupnya dalam bentuk tulisan. Sedikit penghiburan menjadi wadah tempat curhat yang kadang berasa seorang diri.

Cukup lama Ajeng di kamar, tak begitu peduli dengan Abi yang mungkin sudah pulang. Perempuan itu pun beranjak karena merasa lapar. Saat melewati ruang tengah, tanpa sadar menemukan pria itu masih stay di sofa dengan mata terpejam, mungkinkah Abi ketiduran?

Ajeng melirik jam di dinding yang sudah menujuk di angka sepuluh malam. Ternyata pria itu belum juga pulang.

"Kasihan istrinya pasti menunggu di rumah," gumam Ajeng bingung sendiri.

Antara ingin membangunkan atau membiarkan saja. Kenapa juga Ajeng harus peduli? Perempuan itu pun memilih beranjak setelah mengambil cemilan. Kembali ke kamar, dan beristirahat mengingat sudah malam.

Sementara Abi, sepertinya ia lupa di mana ia berada sekarang, atau bahkan merasa terlalu nyaman. Pria itu sayup membuka matanya, menguap dengan kondisi setengah mengantuk. Sedikit limbung dengan mata berat berjalan begitu saja menuju kamarnya. Seingatnya, ia ketiduran setelah memeriksa laporan dari Anto. Setengah sadar berjalan pindah posisi menuju kamarnya. Tanpa ia sadari langsung merebah begitu saja mencari kenyamanan di ranjang. Pria itu terlelap damai mencari kehangatan.

Terpopuler

Comments

Syahna Amira sy

Syahna Amira sy

tanpa sadar tidur bareng jg Ama Ajeng ya... Kya'a emang bener udah nyaman Ama Ajeng skrang

2024-04-20

0

gia nasgia

gia nasgia

Blang aja klau lebih senang di dekat Ajeng

2024-05-11

0

Iges Satria

Iges Satria

kehangatan Ajeng ygenenangkan akhirnya 🤭

2024-05-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!