Bab 16

"Tidak ada urusan apa-apa, ada apa ke sini? Belum saatnya chek up."

"Emang ada larangan seorang ayah ingin menjenguk calon anaknya? Lagian kamu tidak punya hak apa pun, aku mau ke sini atau tidak, ini rumahku juga," jawab pria itu dengan santai.

Perempuan itu terdiam, lebih kepada malas untuk berdebat. Hatinya mendadak kacau mengingat pertemuannya kembali dengan Denis. Ada perasaan gelisah yang berbalut rindu. Namun, ia sadar dengan statusnya sekarang untuk lebih tahu diri.

"Ayo pulang, kenapa berkeliaran di luar, sebenarnya kamu mau ke mana?" tanya Abi meneliti penampilan istri sirinya yang sedikit berbeda.

Gaun terusan selutut, dipadukan dengan sneakers putih yang membalut kaki jenjangnya. Perutnya sudah terlihat sedikit berisi. Namun, belum begitu kentara. Terlihat begitu cantik dengan rambut tergerai indah, sejenak membuat Abi terpesona dengan ibu dari calon anaknya.

"Bosen di rumah, pengen keluar aja," jawab perempuan itu sembari berjalan mendahului.

"Ini aku bawa makanan sehat khusus untuk ibu hamil, mama yang buat spesial untuk calon cucunya," ujarnya bangga.

Ajeng menerimanya, lalu menaruhnya begitu saja di atas meja makan.

"Nanti aku makan, tadi udah sarapan, kenyang," ujar perempuan itu sembari berlalu.

"Semalam tidur jam berapa? Lain kali jangan terlalu larut, tidak baik untuk kesehatan anak kita," tegur pria itu terdengar cerewet seperti biasa.

"Jangan khawatir, bayi ini sehat," jawabnya cepat.

"Rencananya mau ngadain empat bulanan kapan? Vivi sudah menanyakan, kalau bisa di rumah saja. Tentunya ada kamu juga di sana, kalau merasa tidak nyaman, pura-pura saja datang sebagai tamu undangan."

"Terserah kamu saja, sudah masuk bulannya," ujarnya sembari beranjak.

"Aku meminta pendapatmu, pas empat bulannya kapan?" Abi mengekor istrinya yang beranjak ke meja makan.

"Hari ini," jawab Ajeng datar.

"Oke, berarti lusa saja adain syukurannya. Biar nanti Anto menjemputmu."

"Hmm," jawab perempuan itu sembari membuka makanan yang dikirimkan Abi untuknya.

Perutnya masih lumayan kenyang, tetapi mulutnya pengen ngemil. Membuat tanpa sadar Abi tersenyum menatapnya.

"Katanya kenyang, emang nggak pa-pa dimakan sekarang?"

"Kenyang, tapi pengen makan," jawab Ajeng cuek.

"Serewel itu kah bayi aku? Boleh aku menyentuh perutnya?" pinta pria itu merasa kangen sejak hari itu tanpa sengaja mengelusnya.

Ajeng terdiam, tidak menjawab pun tidak mengiyakan. Membuat Abi mendekat, menatap netranya yang bening.

"Cuma mau nyapa aja, perasaan aku jauh lebih tenang setelah melakukan itu," jelas pria itu tersenyum. Lalu berjongkok begitu saja sembari memposisikan tepat di depan perut istrinya. Mulai bercakap-cakap sendiri, seperti komunikasi tingkat tinggi antara calon anak dan juga calon ayah.

"Sayang, cepat tumbuh Nak, aku sudah tidak sabar menanti kehadiranmu," ucap Abi di depan perutnya.

Mengelus dengan lembut, membuat hati Ajeng bergetar. Sesayang itukah pria itu terhadap bayinya? Mendadak Ajeng merasa sedih, untuk yang pertama kalinya, mulai merasa dekat, dan sayang dengan makhluk ajaib di dalam perutnya yang mulai berkedut.

Seharian ini Abi masih betah berlama-lama di apartemen. Ia menempati ruang tengah untuk bekerja dari rumah. Sementara Ajeng, sebenarnya ia ingin keluar sebentar membeli sesuatu keperluan pribadinya. Namun, mengingat Abi tak kunjung pulang, membuat perempuan itu kesulitan sendiri.

"Kamu tidak pulang? Iya, aku tahu ini rumah kamu, tapi aku ada perlu keluar sebentar."

"Ke mana?"

"Ada urusan sebentar," ujarnya tak ingin membagi informasi apa pun pada pria itu.

"Ambil tab di konter, kemarin aku servis karena rusak."

"Owh ... jangan lama-lama, aku masih betah di sini."

"Apa tidak sebaiknya kamu pulang saja, istrimu serem kalau salah paham," ujarnya jujur.

"Istri yang mana?" tanya Abi sambil menatap Ajeng lekat.

Dasar amnesia! Nyebelin banget sih kenapa nggak pulang!

Benar saja, setelah cukup berlama-lama Abi menghabiskan waktu di apartemen Ajeng. Vivi terus menghubunginya, membuat pria itu mau tidak mau beranjak dari sana dan pulang ke rumah.

Ajeng baru saja menutup pintu seraya menghembuskan napas lega teriba bel apartemen kembali berbunyi. Mau apalagi itu orang? Ajeng membukakan pintu dengan sedikit kesal.

"Kak Denis?" ucap Ajeng melebarkan netranya. Menutup pintunya saja jelas tidak mungkin, sedang berhadapan dengannya selalu membuat pikiran dan hatinya waswas.

"Ternyata bener kamu tinggal di sini? Laki-laki tadi itu siapa? Kenapa dia di rumah kamu?" tanya Denis penuh selidik.

"Boleh aku masuk?" ujar pria itu meminta penjelasan.

"Dia—sebaiknya kamu pulang," ujar Ajeng gugup.

"Apa kamu tahu, sejak seminggu terakhir aku tinggal di apartemen sebelah, aku kemarin juga melihat pria itu ke sini. Tapi di lain tempat, aku juga melihat pria itu menggandeng perempuan lain. Kamu ada hubungan apa? Tolong jujur Ajeng, jangan membuatku bingung. Apa kamu wanita simpanannya?" tanya Denis tak sabar.

Kapan hari Denis pernah melihat pria itu nampak mesra dengan perempuan lain. Tapi, hampir seharian hari ini pria itu bahkan tidak beranjak.

"Aku bukan wanita simpanan," kesal Ajeng merasa sakit hati.

Pria itu pun meneliti perut Ajeng uang nampak sedikit berisi.

"Kamu lagi hamil?" tanya Denis meneliti tubuh Ajeng yang terlihat berbeda.

"Aku istri sementara Mas Abi," jawab Ajeng jujur. Tak tahan karena terus didesak Denis. Apalagi pria itu mengancam untuk melaporkan ke Hanan, membuat Ajeng terpaksa membagi hidup pahitnya kepada seseorang yang bahkan masih begitu Ajeng rindukan.

"Maksudnya istri sementara apa?"

Ajeng pun akhirnya menceritakan statusnya saat ini. Dari awal mula, sampai akhirnya terpaksa harus menikah siri dan mengandung melalui inseminasi. Denis menyimak dengan perasaan sakit. Entahlah, melihat perempuan yang begitu Denis sayangi membuat hatinya ikut terluka.

"Kenapa nggak bilang kalau butuh uang? Tidak harus melangkah sejauh ini," sesalnya merasa begitu menyayangkan.

"Maaf, telah membuatmu kecewa, tolong jangan beri tahu Hanan masalah ini," mohon Ajeng menatap sendu.

Denis sebenarnya begitu kecewa, namun rasa cinta yang besar membuat pria itu menutup mata. Bahkan, tidak begitu peduli dengan status Ajeng saat ini.

"Jangan putus asa, aku akan menemanimu melewati semua ini," ujar pria itu menatap sendu. Mengangguk yakin memberikan semangat.

"Aku tidak pantas untuk kamu tunggu Kak, statusku tak lagi sama, dan bahkan sekarang aku sedang mengandung anak orang lain, walaupun suatu saat nanti harus aku berikan pada Abi dan istrinya."

"Aku membutuhkan dirimu, seandainya saja Abi tidak menikahimu, mungkin aku siap menjadi ayah sementata selama kamu mengandung."

Denis terlalu baik, membuat Ajeng tak bisa menolaknya. Bahkan, Ajeng akui, dirinya masih rapat menyimpan namanya.

"Jangan menangis, aku tidak bisa menghapus air matamu," ucapnya sendu. Membuat keduanya saling menatap dalam tangis.

"Apa yang kalian lakukan?" seru Abi kembali muncul berniat mengambil ponselnya yang tertinggal.

Terpopuler

Comments

Tia H.

Tia H.

ko aku terkesan sama kata2 denis. jangan menangis aku tak bisa menghapus airmata mu.
Masya Allah.

2024-04-16

3

Jong Nyuk Tjen

Jong Nyuk Tjen

kalimat denis puitis bnget ya , menyentuh hati.

2024-05-06

0

gia nasgia

gia nasgia

Kalimat nya Denis buat aku🥺🥺🥺

2024-05-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!