Di kediaman Pak Alzam hanya ada sepasang suami istri beserta anaknya satu yaitu Kaira Al-Shaki yang sudah berprofesi sebagai Dokter.
"Umi, biar adek periksa dulu ya?" ujar Kaira sembari menatap sang ibu tercintanya.
"Sudah adek sarapan dulu saja, biar Umi juga ikut sarapan terus mau minum obat." ujar Bu Aisyi sambil tersenyum.
"Tapi Umi makan bubur saja ya? Nanti Kaira suapi."
"Nanti adek kerepotan, biar Umi makan sendiri." kata Bu Aisyi sambil mulai memakan buburnya walaupun tangannya masih lemas.
"Nggak apa- apa, Mi. Biar Kaira suapi." Kaira mengambil bubur yang ada di tangan Bu Aisyi lalu menyuapinya.
Malam hari, Kaira baru saja datang dari Turkey karena memang Kaira bekerja sebagai Dokter disana, Kaira jarang sekali bertemu dengan kedua orang tuanya, bahkan setahun hanya beberapa hari saja, selebihnya Kaira sibuk dengan dunia kerjanya di Turki.
Anak Pak Alzam tak hanya Kaira saja tetapi ada satu lagi anaknya yaitu Muhammad Fabian Al-Shaki, anak pertama dari Pak Alzam & Bu Aisyi. Saat ini Fabian masih bekerja di Kairo dan mungkin akan pulang di tahun ini, jika Pak Alzam tidak menyuruhnya pulang maka dengan senang hati Fabian tidak akan pulang.
Fabian lulusan Ilmu Agama dari Kairo. Dosennya menyuruh Fabian untuk bekerja di Pondokan Kairo saja karena Fabian merupakan anak yang pintar dan sangat berbakat, juga lihai dalam menjelaskan pelajaran yang sangat rumit jika di jelaskan.
Pak Alzam dan Bu Aisyi sebenarnya tidak ingin putra sulungnya jauh darinya, namun takdir memang takdir. Kini, Fabian yang sudah lulus berkuliah dan dengan seiring waktu ia sudah mulai mengajar di salah satu Pondok yang ada di Kairo. Pak Alzam dan Bu Aisyi hanya bisa merelakan anaknya bekerja disana, dan berdoa agar suatu saat anaknya mau di bujuk agar bekerja di Indonesia saja.
Muhammad Fabian Al-Shaki biasa di panggil Fabian berusia 30 tahun tapi belum saja menikah padahal sudah mapan dan matang, mungkin ia yang akan dijodohkan oleh kedua orangtua nya dengan Adiba Afsheen Myesha yang merupakan perjanjian antara Pak Alzam dan Almarhum Pak Husein kemarin.
"Dek ... Sudah ah, Umi sudah kenyang."
"Iya Umi." sahut Kaira sambil menaruh mangkuk bubur, lalu Kaira segera menyantap makanan untuk dirinya Sendiri. Hari ini Pak Alzam sedang ada tausiyah di pondoknya.
Ya, Pak Alzam mempunyai pondokan yang dekat dengan rumah nya, pondokan itu memang milik Almarhum Ayah nya Pak Alzam, tetapi Pak Alzam dengan kedua adiknya yang mengurus pondok tersebut.
"Umi biar Adek periksa dulu." Bu Aisyi pun mengangguk lalu Kaira memeriksa Bu Aisyi dengan Stetoskop yang di lilitkan di lehernya kemudian menempelkan pada dada Bu Aisyi agar bisa mendengar detak jantung nya.
"Umi masih lemas ya? Umi di impus saja bagaimana?" ujar Kaira sambil menensi tangan Bu Aisyi.
"Boleh deh sayang, Umi juga merasa sangat lemas sekali, mengangkat tangan saja rasanya berat." ujar Bu Aisyi, Kaira pun mengeluarkan alat impus dan mulai memasangkan jarum kemudian di arahkan selang impus agar cairan masuk kedalam tubuh Bu Aisyi.
"Nah sudah Umi diam ya, nanti kalau sudah habis Kaira cek lagi badan Umi masih lemas atau tidak kalau masih lemas nanti tambah satu labu lagi."
"Iya sayang."
"Assalamualaikum ..." seru Pak Alzam yang masih memakai jubah dengan sorban yang masih setia di kepalanya.
"Waalaikumsalam." sahut Bu Aisyi dan Kaira bebarengan.
"Loh Umi di impus? Umi bisa sakit juga ya ternyata hehehe..." canda Pak Alzam sambil duduk di samping Bu Aisyi.
"Umi juga manusia Bi." ujar Kaira sengit dan menatap Abi nya.
"Hehehe canda sayang, ya Allah Kaira nak ... Pakai bajumu yang betul jangan seperti ini Abi tidak suka, pakai juga jilbab mu." ucap Pak Alzam melihat anaknya yang masih memakai kolor dan baju pendek serta rambut nya yang di gerai.
"Maaf Abi ... Kaira lupa pakai hehehe." ujar Kaira cecengesan dan berlalu memasuki kamarnya.
"Sudah Bi, jangan marah-marah itu juga Kaira masih didalam rumah." sahut Bu Aisyi lemah.
"Iya tapi harusnya memakai baju yang panjang jangan seperti itu." elak Pak Alzam.
"Iya-iya Bi, sudah sarapan dulu sana."
"Abi sudah makan Mi tadi di pondok makan bareng-bareng, Abi pengen ngomong sesuatu sama Umi."
"Abi mau ngomong apa?" Bu Aisyi menatap serius.
"Rencana nya Abi mau menikahkan anak kita."
"Siapa? Kaira? Fabian?" Bu Aisyi memotong pembicaraan Pak Alzam.
"Fabian."
"Abi mau menjodohkan dengan siapa? Bukannya Fabian sudah punya kriteria nya sendiri ya?" ujar Bu Aisyi.
"Dengan Adiba, Bagaimana Umi setuju tidak? Ya kalau urusan kriteria mah gampang, lama-lama Fabian juga pasti mencintai Adiba." jelas Pak Alzam.
"Umi sih setuju-setuju saja kalau anak kita sama-sama saling suka nya."
"Kalau menurut Abi sih, suka mah belum tentu, bisa dilihat dari Fabian yang sikapnya begitu acuh kepada perempuan." Pak Alzam menghela nafanya berat.
"Tapi it's oke kalau Umi setuju nanti biar Abi yang bicara dengan Fabian, suruh Fabian pulang lusa dan melangsungkan tunangan dulu saja." ujar Pak Alzam membuat Bu Aisyi heran.
"Apa itu tidak terlalu cepat Bi?" tanya Bu Aisyi.
"Kalau terlalu lama jadi nya anak kita tua duluan."
"Hustt Abi tidak boleh begitu, nanti kalau ada Fabian bisa-bisa ngamuk dia."
"Kenyataan Mi, anak kita dari dulu susah sekali hanya untuk menikah saja sampai umur kepala 3 masih saja menolak dengan alasan masih ingin fokus kepada pembelajarannya, padahal kita sudah ingin menggendong cucu yakan Mi?" Bu Aisyi menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah nanti siang Abi mau ke rumah Bu Amirah dan Adiba."
"Umi ikut Bi."
"Umi yakin? Hanya-"
"Yakin, Umi sekarang sudah tidak lemas lagi." Pak Alzam hanya tersenyum menanggapi.
"Ya sudah kalau begitu Abi mau ganti baju dulu, ingatkan anak kita agar selalu menjaga pakaiannya begitu juga pandangannya, jika bukan kita sebagai orangtuanya yang mengingatkan terus siapa lagi?" Pak Alzam memberikan nasihat kepada istrinya.
"Iya Abi, maafkan Umi yang masih belajar mengurus anak-anak kita dan akan berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka."
"Kita mengurus bersama-sama Mi, masih ada Abi disini." Bu Aisyi menganggukkan kepalanya.
Memang Bu Aisyi hanya lulusan SMK dan tidak mengerti mengenai pelajaran agama sedangkan Pak Alzam lulusan Universitas Mesir dengan nilai yang cukup memuaskan, tetapi perbedaan yang cukup jauh tak membuat Pak Alzam mencari jodohnya yang sepadan dengannya.
Dari awal Pak Alzam memang sudah mempunyai rasa kepada Bu Aisyi sejak duduk di Sekolah Menengah membuat dirinya menikahi Bu Aisyi hingga memiliki dua anak yang hebat dan sukses, hingga sekarang cinta mereka tidak pernah berubah walaupun sudah berumur Pak Alzam juga tingkat kebucinannya masih tinggi tidak kalah dengan para Pemuda di luaran sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments