Di ruang tamu yang masih sedikit ramai, Bu Aisyi dan Bu Amirah tak henti-hentinya bersyukur karena acara pernikahan nya lancar tanpa hambatan.
"Kira-kira anak kita berdua lagi apa ya, Am?" tanta Bu Aisyi mesem.
"Haduh, bagaimana ya ... Putri saya nggak terlalu paham betul tentang begituan ..." ucap Bu Amirah pelan yang mengerti jalan pikir besan nya.
"Putraku pasti bisa membujuknya, percayalah ..." Bu Aisyi meyakinkan.
"Kenapa Umi sama Bu Amirah bisik-bisik terus ngomongnya? Kan Kaira jadi nggak kedengeran." ujar Kaira sambil memainkan ponselnya.
"Nggak ada, Dek. Sudah sana adek tidur, besok jangan lupa berkemas buat berangkat lagi ke Turkey." sahut Bu Aisyi.
Kaira pegi ke Turkey lusa, Pak Alzam sudah meminta izin kepada atasannya untuk mengundur pemberangkatan nya, dan permintaan itu untung saja langsung di iyakan oleh atasan Kaira.
"Mi ... Adek mau pindah dinas ke Indonesia saja ..." Kaira menunduk lesu "Capek, Mi. Kalau kangen sama Abi dan Umi, rasanya kepikiran terus, Mi." sambung Kaira.
"Dua tahun lagi kontraknya kan? Bisa lah itu, Dek. Sebentar lho itu ... Yang penting Adek doakan Abi dan Umi sehat selalu ..."
"Amin ..." sahut Bu Amirah "Tenang saja, Dek Kaira. Ada Ibu yang menemani Bu Aisyi ..." Bu Amirah tersenyum.
"Iya jadi Adek fokus kerja dulu saja ya ..."
"Iya, Mi. Adek ke kamar dulu ya Mi, Bu. Assalamualaikum ..."
"Waalaikumsalam" sahut Bu Aisyi dan Bu Amirah bebarengan.
Malam ini Bu Amirah menginap di kediaman Pak Alzam, mungkin besok pagi ia langsung pulang karena lusa sudah mulai berjualan kembali.
Sedangkan di luar, masih banyak anak-anak pondok yang sedang mengopi untuk begadang sampai pagi tiba. Pak Alzam sengaja mengajak santri putra untuk membawanya ke rumahnya. Pak Alzam mengobrol dengan para santri, ia juga mungkin akan ikut begadang menemani mereka semua.
Ambu Anin sudah pulang ke rumahnya dengan di antar oleh Ayman, Ambu Anin sudah menginap dua hari di rumah Pak Alzam sebelum acara pernikahan berlangsung.
***
Kembali ke kamar Fabian.
Adiba tidak menyapa Fabian karena memang dirinya sudah sangat mengantuk, setelah keluar dari kamar mandi, Adiba langsung menjatuhkan tubuhnya di samping Fabian lalu menyelimutinya menggunakan selimut.
"Hey, siapa yang menyuruh kamu tidur, hm?" Fabian mendekati wajah Adiba.
"Sudahlah Mas, jangan mengajak aku mengobrol, aku sudah mengantuk." Adiba memejamkan matanya sambil memeluk gulingnya.
"Hey ... Bangun. Tunggulah, aku ingin mandi dulu." Fabian yang masih ragu menggoyang badan Adiba, pria itu hanya mendecak sebal saja karena Adiba kembali tertidur.
"Ckckck, pantaskah diriku mendapatkan istri seperti ini? Bagaimana kedepannya, jika di tegur suami bukannya langsung menurut." gumam Fabian pelan, ia langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Fabian membawa bantal dan guling nya, ia berinisiatif untuk tidur di lantai saja dengan alas an karpet bulu tebal yang Fabian gelar secara mendadak.
***
Pagi harinya, Adiba bangun dengan di suguhkan pemandangan yang menyejukkan mata, dimana Fabian yang sudah sah menjadi suaminya itu sedang mendandani dirinya di depan cermin.
Adiba mengernyit kan dahinya heran, ia penasaran tapi enggan untuk bertanya.
"Kenapa? Aku ingin pergi ke Pondok dulu, kalau kamu masih ngantuk tidurlah lagi, tapi jangan lupa sholat subuh dulu." Fabian berkata seperti itu membuat Adiba tercekat, suaminya ini bagaikan cenanyang yang bisa meramal pikirannya.
"Kalau gak tidur lagi setelah subuh, itu malah lebih bagus. Dapat keberkahan dari Allah SWT dan bagian rezeki yang terus mengalir.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Rasulullah Shallallahu’ alahi wassallam berdo’a yaitu, Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi harinya”. (HR. Abu Dawud)
Dan dalam hadits yang lain juga disebutkan, “Rasulullah SAW bersabda, Diberikan barakah kepada umatku di pagi harinya.” (HR. Abu Dawud at-Thaayalisy dishahihkan Syaikh Al-albani dalam Shahih Jami’ush Shaghir).
Fabian menjabarkan, Adiba hanya mendengarkan sambil duduk di atas kasur dengan hijab yang masih menempel pada kepalanya.
"Hm, iya, Mas." balas Adiba, ia bersyukur karena Fabian tidak marah seperti apa yang di pikirkannya tadi tetapi ia malah mendapat ilmu agama dari suaminya.
"Kalau Umi tanya aneh-aneh sama kamu, jawab saja terserah kamu." ujar Fabian.
"Iya, Mas."
"Ya sudah, aku berangkat dulu." Fabian menyelonong keluar begitu saja setelah berpamitan kepada istrinya, tidak ada adegan bersalaman karena Fabian masih sedikit canggung begitu pun yang di rasakan Adiba.
Masih pagi buta, sekitar jam empat kurang, Fabian sudah pergi meninggalkan istrinya sendiri di dalam kamar.
Setelah kepergian suaminya, Adiba langsung merebahkan kembali tubuhnya, ia terbiasa bangun jam setengah lima pagi. Jadilah ia langsung tertidur lagi.
***
Di pondok, Fabian mengimami sholat subuh para santri. Disana ada juga Ayman dan Abid yang mungkin menginap di rumah Ambu Anin semalaman.
Setelah sholat, Ayman mendekati Fabian. Ia menepuk bahu Fabian hingga sang empunya berbalik badan "Ada apa, Paman?" tanyanya.
"Paman kaget lho kirain yang jadi imam si Abid, taunya kamu, An!" Ayman menggeleng "Lalu kamu meninggalkan istrimu pagi-pagi begini? Astagfirullah, Fabian ... Fabian." sambung Ayman.
"Hahaha santai saja dong, Paman." Fabian menghela nafasnya berat, matanya melirik ke arah kesana kemari melihat para santriwati yang ramai berlalulalang di depannya.
"Bagaimana malamnya? Lancar? Aman?" tanya Ayman meledek keponakannya.
"Aman," Fabian mengangguk.
"Di tanya tuh lihat kesini dong, An. Kamu lihatin apa sih? Santri putri? Ada-ada saja kamu."
"Astagfirullah enggak ada yang begitu Paman!! Lagi lihat matahari, tuh ..." elak Fabian, ia menunjuk langit sebagai alasannya saat ini.
"Owalah ... Kirain." sahut Ayman terkekeh.
"Sudah ayo, apa kamu nggak mau mampir ke Ambu dulu, An?" Ayman mengajak ponakannya ke dalam rumah.
"Fabian pulang saja, Paman. Salam buat Ambu sama yang lain ya Paman. Assalamualaikum" Fabian melangkahkan kakinya menuju mobil, lalu menjalankan mobilnya untuk pulang ke rumah.
Padahal Fabian ingin menanyakan keberadaan Nadhifa, tetapi ia tidak mau jika Ayman menanyakan yang membuat ia susah untuk menjawab. Fabian lebih memilih untuk kembali ke rumah nya.
Fabian sampai di rumahnya pada pukul jam 06.10. Di ruang makan sudah ramai, ada Bu Amirah dan Adiba disana, tak melihat Bu Aisyi dan adik perempuannya.
"Assalamualaikum, Bu ..." Fabian mengantupkan tangannya di depan Bu Amirah, Bu Amirah pun melakukan hal yang sama.
"Eh, Nak Fabian ..."
"Diba, salim dulu sama suami kamu, biar ibu saja yang melakukannya." Bu Amirah mengambil peralatan yang di pegang Adiba.
"Ehm, baiklah, Bu."
Adiba nampak ragu, ia menyodorkan tangannya ke arah Fabian, Fabian langsung menyalimkan tangannya ke dahi Adiba.
'Niat jaga wudhu' batin Fabian.
"Lho ... An? Kamu habis dari pondok?" tanya Bu Aisyi dari belakang, Fabian menoleh.
"Iya, Mi." sahut Fabian.
"Kenapa?" tanya Bu Aisyi lagi.
"Hah? Kenapa apa nya, Mi? Fabian kan memang belakangan ini sering ke pondok Abah." jawab Fabian jujur.
"Memang nya kamu nggak capek apa?" tanya Bu Aisyi.
"Nggak, Mi. Sudah ya, ayo kita sarapan, mana Abi? Adek?" Fabian kembali bertanya.
"Adek minta di anter sama Abi beli kebutuhan buat di Turki, dia nggak mau beli di Turki katanya harganya lumayan cukup tinggi." jelas Bu Aisyi.
"Memangnya toko mana yang sudah buka jam segini?" tanya Fabian menggeleng pelan.
"Entahlah, mungkin di grosiran. Biarkan saja, tahu sendiri kalau adikmu meminta pasti sama Abi mu itu di turuti."
"Mari makan." lanjut Bu Aisyi mengajak Fabian, Adiba dan Bu Amirah untuk makan.
Adiba mengangguk, ia melayani suaminya dengan menyedokkan nasi serta lauk pauk ke dalam piring Fabian, Fabian tak masalah ia dengan perlakuan istrinya.
Mereka pun mulai menikmati makanannya masing-masing.
Setelah sarapan selesai, Bu Amirah pamit untuk pulang, Adiba sebenarnya tidak ingin meninggalkan sang Ibu sendirian di rumah, tetapi Ibunya meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments