Itu adalah kenangan yang terlupakan.
Kamila mungkin sudah mencintai Iaros sejak masih kecil, namun jika ada satu momen di mana ia menyadari perasaan cinta itu, maka mungkin ... semua bermula saat ia berusia dua belas tahun.
Hari itu Kamila meringkuk di bawah pohon halaman kastil. Kamila kedinginan, pakaiannya tipis dan terbuka karena ia keluar selepas bangun tidur.
Tapi Kamila tidak terlalu peduli, menangis di bawah pohon sambil sesekali meringis.
Perutnya sakit di hari kedua menstruasi untuk pertama kali seumur hidup.
Dokter menyarankan ia beristirahat, dan karena fisik Kamila sedikit lemah, dokter bilang untuk tetap berbaring. Tapi sakitnya sangat kuat sampai Kamila berkeringat padahal suhu sedang rendah.
Ia pun terus merintih. Bersembunyi dari semua orang agar ia tak dikatai lemah hanya karena menstruasi.
"Kamila." Lalu, Iaros menemukannya.
Pada waktu itu, Iaros sudah berusia empat belas tahun. Tubuhnya sudah tumbuh kekar karena latihan fisik berpedang dan memanah.
Setelah sembilan tahun menjalani pembelajaran seorang Narendra, Iaros saat itu sudah banyak berubah dari Iaros yang memberinya pie.
Mata Iaros sudah mulai dingin. Senyumnya sudah mulai hilang. Kadang-kadang Kamila merasa takut jika Iaros melihatnya.
Tapi Iaros tetap datang, lalu memegangnya lembut.
"Hei, Kamila. Ada apa? Beritahu aku."
Kamila membiarkan wajah merahnya ditangkup oleh tangan besar Iaros. "Pe-perut saya sakit."
"Ada apa? Kamu makan sesuatu yang salah—atau tidak mungkin. Beritahu tahu aku."
Rasanya agak memalukan, tapi Kamila akhirnya berterus terang bahwa ia menstruasi.
Saat itu entah kenapa Kamila merasa Iaros menatapnya sangat dingin. Kamila semakin menangis. Merintih tak tahan oleh sensasi cairan darahnya keluar membasahi pembalut.
Ia takut.
Katanya wanita akan menstruasi sampai usianya tua. Membayangkan dirinya harus berdarah setiap bulan, Kamila sangat takut.
Tapi tiba-tiba wajahnya ditarik, dan Iaros tersenyum. "Ingin berciuman?"
Wajah Kamila yang berkeringat dan pucat langsung cengo mendengarnya. "A-a-a-apa—APA YANG ANDA KATAKAN?!"
Iaros malah tertawa melihat semburan merah memenuhi wajah Kamila. "Aku mendengarnya dari Kakak. Katanya saat wanita sakit karena menstruasi, mereka harus dihibur dengan manjaan. Kalau tidak mau, ya tidak usah."
"...."
"Yasudah, aku per—"
"Jangan!"
Bersamaan dengan Kamila menarik kemeja putih Iaros, dia menunduk, mengecup bibir Kamila.
Senyum Iaros saat itu benar-benar tampan di matanya.
Dia terlihat sangat menggoda. Sangat menggunggah. Meski di saat bersamaan, Kamila takut terlalu gergoda, terlalu tergugah, sementara dia adalah Tuan Muda Narendra sedangkan dirinya hanya setengah Narendra.
Tidak sama.
Garis keturunan mereka tidak sama.
Tidak peduli bagaimana, rasanya tetap seperti tuan dan budak.
Meski begitu, Iaros membelai pipinya dan berkata, "Aku tidak ingin Kamila terluka." Bibirnya mengecup sudut bibir Kamila. "Aku ingin Kamila selalu tersenyum dan bahagia."
Sejak saat itu diam-diam mereka sering berciuman.
Iaros kadang menariknya tiba-tiba, menciumnya tiba-tiba, lalu pergi tiba-tiba setelah membuat Kamila memerah.
Dia selalu melakukan segalanya seenak hati mengikuti gelarnya sebagai tuan muda.
Karena itu dia juga bisa tiba-tiba menghilang di pagi hari Kamila terbangun dalam selimut di kamarnya.
"Kamila!"
Gadis itu terkesiap hebat, menatap sosok kakaknya, Lily, yang tampak sangat marah oleh sesuatu.
"Kakak—"
"Dasar gila!" Lily langsung menghampirinya. Menampar kuat pipi Kamila yang seketika kaku. "Apa otakmu sudah tidak bekerja?! Atau kamu benar-benar kehilangan kewarasanmu itu?!"
"Kakak." Kamila menoleh. Tentu saja hatinya terluka karena Lily menamparnya. "Aku berbuat apa?"
Plak!
"Perbuatanmu dengan Iaros di lantai lima masih perlu ditanyakan?!"
Seketika Kamila terkesiap. Ia lupa bahwa jelas saja mereka akan ketahuan.
Tapi tak ada pembelaan yang bisa Kamila berikan. Ia tersentak saat tiba-tiba rambutnya ditarik kasar, terseret-seret menuju kamar mandi dalam kamarnya.
Tubuh Kamila terhempas ke lantai. Kakaknya tampak sangat murka seolah ada kesalahan yang sangat tidak termaafkan dilakukan oleh tangan Kamila.
Belum cukup sampai di sana, Lily lagi-lagi menariknya ke tengah kolam yang kering. Mendorong Kamila ke bawah patung air mancur sebelum menyalakannya dengan air dingin.
"Kakak!"
"Tidak tahu malu!" Lily menarik-narik keras rambutnya. "Kamu harus bersyukur tidak ada satupun Nona yang melihatmu! Jika sampai ada yang tahu kamu dan Iaros berzinah, apa menurutmu dia yang akan mendapat masalah?! Kamulah yang akan mendapat masalah! Ibu sudah menyuruhmu diam! Diam dan lakukan apa pun itu sampai mati! Berhenti meminta sesuatu uang tidak seharusnya jadi milikmu! Kamu pikir takdirmu akan baik jika hamil anak Iaros?!"
Kamila terisak keras. Kepalanya semakin sakit dengan perbuatan Lily, tapi perkataan itu jauh lebih menyakitkan baginya.
Apa pernah ia minta sesuatu jadi miliknya di sini?
Tidak pernah. Demi Tuhan, tidak pernah.
Ia tak pernah minta handphone meski ia penasaran apa itu handphone. Ia terima ketika diberitahu wanita Narendra tidak memegang handphone.
Tidak pernah pula Kamila meminta sesuatu seperti berlian. Semua berlian koleksinya adalah pemberian dan bukan ia yang minta.
Semua memang keharusan karena wanita Narendra memiliki keanggunan dari segala sisi, begitu kata mereka.
Kamila menggigil kedinginan ketika Lily pergi. Ia tak bisa beranjak dari bawah guyuran air lantaran dingin dan lemas.
Aku tidak berzinah, Kamila menyangkal dalam hati.
Sumpah demi Tuhan mereka tak melakukan itu.
Iaros memang melepaskan pakaiannya dan Kamila menyentuh Iaros. Tapi mereka tidak berzinah dalam arti yang Lily pikirkan.
Meski yang paling menyakitkan adalah kenyataan dia pergi begitu saja.
Dia pasti lebih tahu bahwa mereka akan dapat masalah. Dia jelas sudah tahu bahwa Kamila yang akan terluka. Tapi dia tetap melakukannya, di sana, lalu di kamar, memanfaatkan posisinya sebagai tuan muda yang tidak akan ditegur bahkan jika membunuh seseorang.
Kamila terus menangis di bawah guyuran shower sampai ia merasakan sesuatu mengalir di antara pahanya. Rasa keram yang tiba-tiba terasa, ia hafal itu apa.
Bergegas Kamila berdiri. Memutuskan untuk mandi duluan sampai pelayan pribadinya datang.
"Nona."
Ana mengulurkan tangan padanya hati-hati.
"Nona, Anda berdarah."
Kamila menggigil. Ini mungkin masih jam empat pagi, jadi tentu saja ia kedinginan.
"Mari, Nona. Ayo berbaring dulu dan kompres perut Anda."
Kamila memakai pakaian sekaligus pembalut tebal sebelum berbaring dengan napas berat. Perutnya dikompres air panas sementara keningnya dikompres dengan air biasa.
"Ana."
"Ya, Nona?"
"Apa Tuan Muda Iaros sudah pergi?"
"Ya, Nona. Tuan Muda berangkat dengan helikopter Nona Euribia sekitar setengah jam yang lalu."
Kamila menutup matanya dengan lengan. Berusaha tidak menangis karena lagi-lagi berada dalam permainan Iaros.
Pembohong. Dia berkata dia merindukan Kamila, tapi kemudian dia pergi dan meninggalkan Kamila.
Dan aku bodoh. Kamila menggigit bibirnya keras. Aku bodoh karena tahu dibohongi dan percaya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments