Hari pernikahan datang dengan cepat meski Kamila berdoa agar itu melambat. Paginya dua pelayan datang membantu Kamila bersiap, mengenakan gaun cantik berwarna hitam dengan sulaman sulur mawar di sekitaran dadanya.
Kamila juga memakai sejumlah perhiasan kecil sederhana, lalu turun untuk menuju ke ruang tunggu yang ada di bangunan utama kastil, lantai tiga.
Perasaan Kamila campur aduk menyaksikan seluruh Narendra berkumpul. Iaros juga berada di sana, tengah tertawa kecil mendengar candaan dari kakak perempuannya.
Tatapan Kamila bergegas mencari tempat lain. Bersyukur bisa menemukan Ribia tengah duduk mengoperasinya sebuah macbook.
"Nona."
Gadis itu mendongak sekilas, lalu kembali sibuk. "Aku tidak mengerti dengan orang-orang. Saat Narendra menikah di usia tujuh belas tahun, mereka membicarakan seakan kita membuat tradisi sesat. Lalu saat Iaros menikah di usia dua puluh tiga tahun, mereka malah membuat gosip seakan-akan Iaros mengalami sesuatu. Mereka sebenarnya ingin apa?!"
Pasti melelahkan mengurusi hal itu saat dia sebenarnya mau istirahat. Tapi Kamila juga iri. Ribia bisa bekerja meski hanya di kastil dan melihat berbagai hal.
"Akan ada banyak pria yang mendekatimu nanti." Ribia menutup macbook-nya. "Berhati-hatilah."
Kamila mengangguk. Mereka diam sampai pemberitahuan mengatakan sudah waktunya pengantin turun bersama.
Dadanya serasa diremas-remas dari dalam hingga darah mungkin menetes ketika Iaros keluar dengan setelah jas putih mawar emas.
Dari seberang sana, istrinya juga keluar dari ruangan seorang diri, lalu berhenti sebelum mereka berdua menuruni tangga bersama.
Ritual akan dimulai tapi Kamila sudah merasa sakit.
"Ayo, Kamila."
Tangannya memegang Dios. Mengikuti urutan satu per satu sampai giliran mereka tiba.
Berharap tidak melihat Iaros, Kamila malah tidak sengaja mencengkram tangan Dios.
Tentu saja, Dios merasakannya.
Sulit dipercaya orang tidak tahu hubungan mereka ketika Kamila begitu ekspresif. Dia seperti akan mati sewaktu Iaros memberi bunga pada istrinya.
"Kamu sepertinya sangat kelelahan." Dios masih pura-pura tak tahu. "Ayo pergi mengambil sesuatu. Aku tidak bisa membiarkan kamu pingsan karena lemas di sini."
Wajahnya pucat dan lagi-lagi berkeringat. "Ma-maaf, Tuan Muda."
*
Lily berusaha menutup gemetaran di tubuhnya melihat tatapan Iaros pada Kamila.
Kini ritual telah selesai dan baru saja dia menyelesaikan dansa. Karena dansa kedua adalah dansa seluruh Narendra kecuali sang pengantin, Kamila turun ke lantai dansa bersama Dionisos.
Harusnya aku mematahkan kakinya saja. Lily merasa akan jatuh saat tubuhnya bergerak mengikuti alur dansa. Harusnya aku buat dia terluka agar tidak datang ke sini.
Jika menjadi iblis adalah cara dirinya melindungi Kamila, Lily tidak masalah harus memakai wujud ratu iblis.
Apa saja. Asal bukan membiarkan Iaros berbuat sesuka hati pada adiknya.
"Lily, ada apa?"
Aether yang memutuskan berdansa dengannya kali ini menyadari jelas Lily gemetar.
Tapi wanita itu menggeleng cepat, berusaha terlihat baik-baik saja.
"Hanya gugup karena banyak tatapan mata, Tuan Muda."
"Lily ternyata juga bisa gugup."
Lepas dansa itu berakhir, Lily masih melihat tatapan Iaros tertancap pada Kamila.
Mungkin bagi orang lain, mata itu hanya mata yang memandangi sebuah objek karena bosan. Dia menyesap wine di gelasnya dan dikelilingi sejumlah orang yang datang mengucapkan selamat basa-basi.
Tapi bagi Lily, mata itu menakutkan.
Mata yang sama di hari Kamila kehilangan segalanya karena monster itu.
"Aku sudah lelah bersabar." Monster itu berbisik pada Lily yang meringkuk tak berdaya di hadapannya. "Aku sangat lelah bersabar, Lily. Aku bersabar untuk adikmu dan inilah yang dia lakukan. Ini yang kamu lakukan."
Lily menautkan tangan di depan dadanya. Tak peduli jika ia terlihat sedang berdoa, tak masalah jika ia harus mempertahankan Iaros asal dia melepaskan Kamila.
"Tuan Muda, tolong ingat apa yang menjadi garis batas Kamila. Dia hanya tidak tahu harus berbuat apa."
Namun ketika Lily menangis dan berdoa padanya, monster itu tersenyum menakutkan. "Kalian wanita memang menjijikan. Tapi aku mencintai adikmu yang menjijikan."
Mata Lily berpindah melihat Kamila berada di sekitar Dios. Mau dia yang mendekati Kamila karena Iaros, atau monster itu yang mengaku mencintai Kamila dan menghancurkannya, semua berbahaya.
"Aku dengar kamu memperlakukan Kamila dengan kasar di beberapa waktu ini." Aether menyentak lamunannya. "Ada apa, Lily? Apa Kamila berbuat salah?"
Lily harus membencinya di depan semua orang. "Adik saya wanita rendah yang tidak memahami tempatnya, Tuan Muda. Dia wanita nakal yang menggoda banyak pria untuk kesenangan pribadi. Saya hanya mendidiknya."
"Itu adalah wajar seorang wanita menginginkan pria. Bagaimana jika pengawal Kamila—"
"Jangan!"
Aether tersentak. Membuat Lily ikut tersentak karena tak sadar memotong ucapannya. "S-saya berbuat salah, Tuan Muda." Lily meremas gelasnya dengan gugup. "Tidak usah. Kamila tidak membutuhkan pengawal. Yang dia lakukan hanya duduk di perpustakaan dan kamarnya. Jangan pedulikan dia."
Mulut Lily terasa asam oleh keinginan muntah.
Ia terpaksa harus mengingat lagi hari itu.
Malam penuh darah yang diciptakan monster itu.
"Jangan menyentuh milikku."
Lily menggigil hebat. Ia tahu ia sedang memegang gelas, tapi ia ingat tangannya memegangi sesuatu yang berbau busuk, berbau anyir yang dicabut dari dalam tubuh seseorang.
"Jangan pernah sedikitpun menyentuh milikku." Monster itu menyerahkan segalanya di tangan Lily. "Jika wanitaku ternoda, selanjutnya jantungmu yang akan aku letakkan di tangan ibumu."
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments