Nala Turasih bersedu sedan. Tubuhnya berguncang hebat menahan ledakan emosi yang terperangkap di jiwanya. Pak Kuranji yang malah terlihat lebih kasihan di dalam frame lakon ini. Ini berdiri dengan bungkuk dan kikuk. Kedua tangannya sedikit membuka seperti ingin menyentuh bahkan memeluk sang adik ipar, tetapi sama sekali jauh dari sasaran. Wajahnya menunjukkan keprihatinan yang mendalam, sekaligus kebingungan yang sangat.
“Ada apa, dek Nala? Apa yang bisa abang bantu?” ujarnya perlahan tetapi jelas.
Nala Turasih tidak menyembunyikan wajahnya sehingga air matanya yang mengalir membasahi kedua pipinya itu terlihat jelas.
“Aku takut, bang Kuranji. Aku takut …,” itu saja yang keluar dari bibir merah Nala Turasih, membuat Pak Kuranji blingsatan kebingungan dan panik.
“Baik, baik. Kita ke depan kalau begitu, dek Nala. Kita bicarakan di ruang tamu saja,” ujar Pak Kuranji cepat.
Nala Turasih menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia semakin terisak dan hampir menangis dengan histeris bila tak segera ditahannya sendiri. “Tidak, bang Kuranji. Aku takut. Aku benar-benar takut.”
Pak Kuranji menggaruk kepalanya frustasi. “Baik, dek Nala. Begini saja, kita ke kamar abang saja atau bagaimana? Abang akan temani di dalam,” tawar Pak Kuranji.
Tidak ada reaksi dari Nala Turasih. Gadis itu juga tidak menggeleng. Maka dengan sedikit ragu, Pak Kuranji membuka lebar pintu kamarnya untuk mempersilahkan Nala Turasih masuk.
Nala Turasih memang masuk. Pak Kuranji kemudian menyusulnya.
Perempuan muda itu langsung mendeprok duduk di tepi tempat tidur di kamarnya.
“Aku tak pernah menceritakan hal ini kepada siapapun, bang Kuranji. Tapi perempuan itu kembali datang ke kamarku. Aku pikir setelah ibu wafat, hal-hal aneh di rumah ini akan hilang. Nyatanya tidak,” ujar Nala Turasih terbata-bata sembari masih terisak.
Pak Kuranji masih membutuhkan waktu untuk mencerna kata-kata adik iparnya tersebut. Ia sendiri masih berdiri dan baru saja menutup pintu kamarnya. Ia bingung harus bersikap seperti apa.
“Aku tak tahu ada apa dengan rumah ini. Sedari kecil, tahukah abang bahwa aku begitu diistemewakan oleh bapak? Aku sempat sakit keras di usia ketigabelas. Orang-orang berbisik-bisik di balik dinding mengatakan aku pernah mati kemudian hidup lagi. Aku tak tahu itu, bang. Sama sekali!” lanjut Nala Turasih. Entah kapan memulainya, Nala Turasih langsung saja melepaskan hal-hal yang ada di dalam pikirannya tepat ketika bokongnya menyentuh kasur.
“Aku merasa tak bisa lepas dari rumah ini. Aku sudah mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya dan tidak terikat. Tetapi aku tidak bisa. Entah karena rumah ini adalah bentuk terbaik dari rasa cinta bapak kepadaku, atau karena kenangannya, atau karena hal lain. Aku tak paham, bang. Dan malam ini, perempuan itu datang lagi. Aku ingat soal kedatangannya tak lama setelah ibu wafat. Ia masuk menembus jendela dan mengambang di dalam kamarku. Aku begitu ngeri sehingga tak bisa melihat wajahnya. Barusan ia juga melakukan hal yang sama,” jelas Nala Turasih.
Pak Kuranji berusaha untuk tidak melongo. Ia tidak dapat menyambungkan hubungan poin-poin yang diceritakan Nala Turasih tenang sosok perempuan yang menghantui Nala Turasih dengan yang ia katakan tentang keterikatan terhadap rumah ini. Namun yang ia tahu pasti, rumah ini memiliki sesuatu yang mengerikan. Nala Turasih pun amat begitu ketakutan. Itu yang paling penting.
Pak Kuranji duduk dengan perlahan di samping Nala Turasih. Masih ada jarak sejauh satu orang lagi diantara keduanya. Pak Kuranji melirik ke arah Nala Turasih. Ia hampir terkena serangan jantung melihat pemandangan di sampingnya. Semalaman ini ternyata gadis itu mengenakan pakaian tidur tanpa lengan dan punggung terbuka, memamerkan kehalusan kulitnya. Tapi ia tak memerhatikan itu. Hanya saja, ketika rambut garus itu disampirkan ke depan melalui kedua bahunya, barulah Pak Kuranji sadar akan keindahan lainnya yang tersembunyi itu.
Ah, bangsat! Mengapa pikiran cabul sialan ini tak pernah berhenti datang kepadanya sesuka hati? Pikir Pak Kuranji. “Dek Nala. Abang sungguh tak mengerti dengan semua ini. Abang tidak tahu kalau kamu ternyata selama ini memiliki beban yang tidak kamu katakan,” ujar Pak Kuranji mencoba mencari jalan tengah agar dapat merespon dengan baik. “Apa kamu pernah cerita dengan mbak Mirah?”
Nala Turasih menggeleng. Ia menghapus air matanya kemudian memandang Pak Kuranji dalam-dalam. “Tidak bang. Aku merasa bakal menambahi pikiran mbak Mirah saja. Selama ini aku hanya menumpang di rumah mbak Mirah dan bang Kuranji.”
“Ah, kok ngomong seperti itu, dek Nala? Sejak kapan kami beranggapan kamu cuma menumpang di rumah kami? Keponakanmu suka dan cocok denganmu, kamu juga membantu Tasmirah di dalam banyak hal, termasuk pekerjaannya. Darimana kamu bisa beranggapan seperti itu?” protes Pak Kuranji.
Ucapan ini ternyata malah membuat Nala Turasih kembali menangis. Ia menggeleng-geleng liar. “Aku tak tahu, bang. Aku bingung dengan diriku sendiri. Perempuan yang mengambang di kamarku itu tadi terus mengatakan bahwa aku seharusnya sudah mati. Jangan-jangan aku memang lebih baik mati dan tak perlu hidup kembali, bang Kuranji.”
“Dek Nala! Jangan berpikir seperti itu!” seru Pak Kuranji meski tetap berusaha memelankan suara dan menurunkan nadanya.
Dalam tangisannya, sepasang mata Nala Turasih masih mengunci mata Pak Kuranji seakan meminta pertolongan. Kini gadis itu mendadak terlihat seperti sosok yang begitu lemah. Entah apa yang sesungguhnya terjadi di dalam diri Nala Turasih. Memang malam ini adalah malam yang luar biasa aneh. Ia baru saja mimpi yang tidak mengenakkan tentang Nala Turasih dan tepat di saat yang sama pula, sang gadis ketakutan dan menceritakan kisah yang tak bisa Pak Kuranji rangkai urutan dan runutannya. Kini Pak Kuranji benar-benar merasa kasihan dengan Nala Turasih.
Gadis itu masih memandangnya lekat-lekat seakan ia terpenjara ... Tunggu! Terpenjara?
Sontak Pak Kuranji mengingat mimpinya tentang Nala Turasih yang hadir di dalam wujud tubuh yang sama tetapi dengan rupa milik orang atau mungkin sesuatu yang lain.
Pak Kuranji masih tak berkata-kata. Ia balas memandang sepasang mata sang dara yang berlinang air mata. Bagaimana ceritanya, tak ada yang tahu, tiba-tiba saja tangan kanan Pak Kuranji menyentuh perlahan lengan atas Nala Turasih. "Jangan khawatir, dek Nala, abang ada disini," ujarnya pelan.
Nala Turasih merasakan telapak tangan kasar sang abang ipar di lengannya itu sembari menatap pandangan tulus penuh perhatian dan keprihatinannya. Ia tak bisa menahannya lagi. Nala Turasih menubruk Pak Kuranji dan melingkarkan kedua lengannya di leher laki-laki paruh baya itu dan menangis sejadi-jadinya. Nala Turasih meledakkan segala beban emosi dan ketakutan yang ada di dalam dadanya.
Pak Kuranji untuk kesekian kalinya malam ini terkejut kembali. Tapi ia dapat dengan baik menahan reaksinya agar tidak tersentak atau mundur menjauh, bila tidak mau disalahartikan sebagai bentuk penolakan.
Butuh beberapa detik bagi Pak Kuranji untuk membalas pelukan Nala Turasih. Kedua tangannya menempel di permukaan halus punggung telanjang gadis itu. Keduanya berpelukan erat di pagi buta yang gerah itu.
Di bagian rumah yang lain, sosok berbentuk perempuan melayang menembus dinding demi dinding menuju ke sebuah ruangan yang paling keramat di rumah itu.
"Kau seharusnya tak perlu hidup lagi, Nala. Harusnya kaulah yang dijadikan tumbal keluarga ini, bukannya aku yang harus menanggung dosa suamiku!" ujar sang sosok bicara sendiri. Suara gaibnya menyelip di rongga-rongga rumah yang bergerak-gerak dan berpindah-pindah. Sosok hewani yang menempel terbalik di langit-langit dengan mata memenuhi kepala dan rongga mulutnya mendesis ke arah sang perempuan melayang itu.
"Ambillah laki-laki itu. Berikan jiwanya untuk lapar dan dahagaku!" perintahnya.
Sang sosok serupa kadal setengah manusia itu membuka mulutnya lebar. Belasan bola mata bergerak-gerak bersemangat. "Wuk, wuk, wuk, wuk ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
❤little girl♥
apakah ibune nala
2023-01-30
5
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
wuk wuk wuk sapa tuhh ga mungkin ibunya kan?
ihh penuh teka teki dehh
2022-12-21
0
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
makanya jngn ngeres trss pak🤭
2022-12-21
0