Pak Kuranji tak berhenti menghela nafas demi melihat ke arah Nala Turasih yang duduk disampingnya tersenyum sepanjang jalan. Tentu saja Pak Kuranji hanya berani curi-curi pandang belaka. Namun itu sudah cukup. Aura kebahagiaan sang adik ipar memenuhi atmosfir di dalam mobil dan rongga dada pak Kuranji.
Nala Turasih menanggapi pertanyaan Pak Kuranji dengan bersemangat. Bahkan responnya pun membuat Pak Kuranji sama senangnya.
"Apakah abang tahu kalau mendiang bapak dulu sering bilang bahwa abang ini jago berkelahi?" kata sang dara ketika mobil Kijang pinjaman dari Pak Musa melewati sebuah area persawahan yang jalannya berkelok-kelok.
Pak Kuranji tertawa. "Iya, abang ingat. Awalnya abang pikir bapak tidak suka abang karena abang dulu beberapa kali terlibat perkelahian. Abang sempat menyerang orang yang mengganggu perusahaan tebu milik mendiang bapak."
"Nyatanya, bapak bilang bahwa bang Kuranji pantas menjadi istri mbakyu Tasmirah. Abang dianggap mampu melindungi keluarga," ujar Nala Turasih sembari tersenyum lebar. "Mbak Mirah beruntung punya suami seperti abang Kuranji. Mendiang ibu juga bilang seperti itu."
Ucapan sang adik ipar mendadak membuat Pak Kuranji terdiam. Ia merasa tidak nyaman dengan pembahasan ini. Sisi buruk pikirannya yang mendambakan Nala Turasih seperti diserang.
Rambut Nala Turasih yang terurai bebas berkibar pelan terkena angin dari jendela kaca mobil yang sengaja dibuka untuk membiarkan udara persawahan yang segar masuk. Pak Kuranji kembali menghela nafas. Ia teringat dengan mimpi aneh yang menyerangnya tadi. Apa gerangan yang sedang terjadi? Apakah ia sudah gila karena dibutakan nafsu syahwat?
Pak Kuranji mengatupkan kedua rahangnya keras-keras. Bila tak gila, pasti memang benar ada setan atau kekuatan gaib nan jahat yang sedang menaungi perjalanan mereka ini. Ia tak bisa menjelaskannya, pun tak mampu melogikakannya. Namun, pengalamannya bertahun-tahun merantau, mengalami berbagai keadaan yang sinting, berbahaya dan ajaib, telah berhasil mengajarinya sesuatu. Yaitu, apapun mungkin. Suka tak suka, ia harus siap dengan kemungkinan itu.
Pak Kuranji melirik ke arah Nala Turasih. Wajah sang gadis yang kini telah semakin cantik dan matang sesuai bertambahnya usia tersebut semakin bersinar terkena pendaran cahaya matahari yang terpantul dari daun dan bulir-bulir padi sepanjang perjalanan.
Ia memang berna*fsu dengan Nala Turasih, tapi ia juga sayang dengan adik istrinya yang berbeda ayah itu. Rasa sayang dan hormatnya itulah yang menahannya sampai sekarang untuk tidak melakukan hal-hal yang kelewatan, sembrono, lancang dan kurang ajar. Maka, ia bertekad untuk melindungi gadis tersebut dari apapun itu di sepanjang perjalanan ini.
Satu hal yang tidak disadari, sebuah kisah kerap tidak berjalan dalam satu arah pandangan saja. Pak Kuranji bukan satu-satunya orang yang hadir di dalam arus cerita ini. Nala Turasih juga memiliki hati dan perasaan yang luar biasa rumit untuk sekadar dijelaskan dalam urutan kata-kata. Pak Kuranji tak pernah tahu bahwa sang adik ipar menyimpan erat rasa kagum terhadap suami mbakyunya itu. Nala Turasih mendapatkan bahwa Pak Kuranji adalah sosok role model, panutan baginya dan merupakan figur yang dianggap sebagai contoh terbaik seorang pria.
Andaikan Pak Kuranji tahu hal tersebut, maka hatinya tidak hanya berbunga-bunga, tetapi sudah meledak-ledak bagai petasan mercon dan kembang api.
Tasmirah, di sudut tempat yang lain berguling-guling di atas tempat tidurnya dengan panik setelah menyaksikan sosok misterius yang menyerangnya tadi. Ia megap-megap dan berteriak pendek-pendek tapi histeris. Kepalanya berdenyut keras.
Tasmirah memandang panik ke seluruh ruangan. Mahluk itu tak terlihat sama sekali. Ruangan tidurnya kosong seperti seharusnya.
"Mengapa aku harus mengalami ini lagi setelah sekian lama? Apa sebenarnya salahku?" ujar Tasmirah di dalam hati.
Ia turun dari tempat tidur kemudian berdiri, melawan rasa sakit di kepalanya. Sekuat apapun ia berusaha melupakannya, tetapi, kejadian bertahun-tahun lalu itu kembali terulang dan terjadi lagi sekarang.
Sewaktu masih gadis, Tasmirah pernah melihat sosok itu di samping lukisan sang ibu yang ada di ruang tengah rumah ayah tirinya. Lukisan yang awalnya normal-normal saja itu terlihat berbeda suatu saat. Sang ibu dilukis dalam posisi duduk dengan mengenakan busana terusan merah menghadap ke samping. Dulu ia senang sekali melihat kecantikan sang ibu terlukiskan dengan baik. Kebanggaannya selalu mencuat berlebih-lebih ketika memandangi lukisan sang ibu yang sangat nyata itu. Sebagai seorang anak, ia merasa beruntung karena memiliki kecantikan yang dimiliki sang ibu.
Lukisan yang tak terlalu besar dan tak tahu siapa yang melukisnya itu diletakkan di ruang tengah, ruang utama, sehingga terlihat dengan baik oleh siapapun yang masuk sampai ke sana. Saat itu, ada yang salah di dalam lukisannya.
Tasmirah berhenti melihat dari jauh. Ia berjalan pelan mendekat karena kejanggalan itu. Benar saja, wajah sang ibu di dalam lukisan terlihat snagat berbeda dan tidak masuk akal. Satu sisi wajahnya terlihat bengkak sehingga sama sekali tidak memperlihatkan kecantikannya. Tidak hanya itu, jari-jari tangan sang ibu juga terlihat janggal, seperti terluka dan menempel satu sama lainnya.
Tasmirah bergidik ngeri karena jelas lukisan tersebut bukan lukisan yang diketahui oleh dirinya selama ini.
Tasmirah berbalik badan hendak melaporkannya kepada sang ibu ketika tepat di belakangnya, sosok gaib berjubah berwarna abu-abu - atau mungkin serabut yang merupakan bagian dari tubuhnya sendiri - berdiri di sana.
Tasmirah berteriak keras dan terjatuh ke lantai tak sadarkan diri. Ia ditemukan sang ayah tiri yang kemudian mengangkatnya. Dalam ketidaksadarannya, lamat-lamat ia mendengar sang ayah berbicara sendiri dengan nada penuh amarah. "Berani-beraninya kau ganggu anak ini, hah! Kau boleh tinggal di tempat ini, tapi jangan pernah sentuh Tasmirah!"
Tasmirah tak pernah mendapatkan jawaban dari kejadian itu. Yang jelas, sosok mengerikan tersebut menambah daftar hal-hal yang membuatnya tak nyaman tinggal di rumah sang ayah tiri.
"Mengapa kau harus mengikutiku lagi? Aku sudah tidak ada urusannya dengan rumah itu, bahkan tidak pernah memiliki urusan apapun sejak awal," ujar Tasmirah berbicara entah kepada siapa.
Mendadak Tasmirah menjadi khawatir dengan keadaan sang suami yang sedang mengantarkan adiknya ke rumah itu. Ada rasa penyesalan karena meminta Pak Kuranji untuk pergi ke tempat itu. Kini Tasmirah hanya berharap bahwa Sang Penguasa Hidup dan Mati menjaga keselamatan Pak Kuranji dan Nala Turasih.
Lukisan sang ibu nyatanya sampai sekarang masih tergantung di ruang tengah di rumah ayah kandung Nala Turasih. Hanya ayah Nala Turasih yang tahu bahwa bingkai lukisan itu dibuat dari bahan akar pohon beringin kembar di dusun Pon, salah satu dari Pancajiwa, sumber ilmu pesugihan sang ayah.
Suara mobil terdengar dari luar bangunan. Sudah hampir pukul lima sore, waktu kedatangan Nala Turasih dan Pak Kuranji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Ida Trida
atau karna tidur sandek olo ya... habis baca ini novel qu di ganggu dalam mimpi.....
2024-01-24
1
❤little girl♥
flashback,,, sptmelihat ft2 jadul kluarga
2023-01-16
6
maharastra
emm semoga pak kuranji selamat,,semoga bukan target
2022-12-25
0