Serat Grha Pamujan - Pak Kuranji

Pak Kuranji sudah lama memendam hasrat terhadap Nala Turasih. Perempuan dua puluh lima tahun itu adalah adik iparnya, adik dari Tasmirah, istrinya. Kurang lebih sudah tiga tahun Nala Turasih tinggal bersama keluarganya ini semenjak ibu mertuanya wafat. Karena sebatang kara serta tak tahu harus bagaimana, Nala Turasih diterima di keluarga mbakyu nya, yaitu Tasmirah dan dan sang suami, Pak Kuranji.

Nala Turasih memang tidak berniat melanjutkan pendidikan ke tingkat perkuliahan setamatnya ia dari sekolah menengah atas. Ayahnya sudah lama wafat. Jadi, ketika sang ibu juga akhirnya menyusul, satu-satunya yang ia ingat hanya sang mbakyu, Tasmirah.

Tentu Tasmirah membuka lebar-lebar lengannya untuk menerima kehadiran adik perempuan satu-satunya itu. Toh kedua mendiang orang tua mereka mendidik keduanya dengan nilai-nilai kekeluargaan yang tinggi, meski sebenarnya usia Tasmirah dan Nala Turasih terpaut dua puluh dua tahun. Saat itu sang mbakyu berusia empat puluh lima tahun, sedangkan sang adik dua puluh tiga.

Rumah Tasmirah dan Pak Kuranji, suaminya, tidak bisa dikatakan besar, namun juga terbilang cukup pantas untuk ditempati sebuah keluarga besar. Dua anak laki-laki mereka sedang beranjak remaja. Kedatangan seorang bulek bisa dijadikan teman sekaligus orang dewasa yang membimbing mereka. Itu pikiran Pak Kuranji ketika menyetujui kehadiran anggota baru di rumahnya.

Pekerjaannya sebagai pegawai perusahaan tebu di desa sebelah dan istrinya yang bekerja di kantin kompleks apartemen mewah di atas bukit sana sebenarnya lumayan membantu mereka secara finansial. Apalagi bila dibandingkan dengan warga lain di hunian ini yang tak jelas kerjaannya setelah bertahun-tahun yang lalu berbondong-bondong hijrah dari pemukiman di bukit ke tempat ini dengan uang yang melimpah namun habis begitu saja entah kemana.

Lahan di belakang rumah Pak Kuranji masih lumayan luas. Dari awal ia memang belum berencana membangunnya habis-habisan. Lagipula, anaknya masih kecil-kecil saat itu.

Mendengar adik iparnya akan pindah ke rumahnya, ia meminta bantuan teman-temannya: Pak Mustofa, Pak Martin dan Harimukti Sulaiman untuk membangun sebuah kamar lagi di bagian belakang rumahnya, di dekat kamar mandi.

"Dibanding memberi uang ke tukang, lebih baik ke teman sendiri, 'kan?" ujarnya kala itu.

Beberapa hari setelah kamar itu selesai di bangun, Nala Turasih datang, sampai di depan rumahnya dengan sebuah taksi.

Jiwa usia setengah abad Pak Kuranji mendadak gegap gempita cetar membahana tatkala melihat sosok adik iparnya tersebut turun dari mobil dengan hanya membawa satu tas koper kecil.

Seingatnya, Nala Turasih tak seperti ini. Bahkan ketika ia hadir bersama sang istri ke kampung halaman, ketika ibunda mertuanya wafat, Nala Turasih tak terlihat semenawan ini.

Kini gadis itu sudah matang. Ia padahal hanya mengenakan baju terusan selutut dengan selembar cardigan berwarna abu-abu tua. Namun, pembawaannya yang melepaskan pesona kedewasaan dan kematangan itu menyerang Pak Kuranji tanpa ampun. Rambut lurusnya dicepol sekenanya, memamerkan lehernya yang jenjang.

Tasmirah sang istri bukannya tak cantik, tapi memang kuota pesonanya sudah aus dimakan waktu. Tasmirah bukan istri seorang laki-laki kaya raya sehingga ia dapat menjaga tubuh dan penampilan. Umur kepala empat dengan dua anak laki-laki yang sudah beranjak remaja serta kegiatannya bekerja membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga jelas membuat tubuhnya yang dulu ramping kini menggelambirkan lemak. Dadanya yang dahulu bulat kencang, tentu kini telah jatuh kendur. Memang kecantikan masih tersisa di wajahnya, tapi toh umur sudah meranggas di permukaan kulitnya menyisakan titik-titik noda tua dan coretan keriput.

Sedangkan, Pak Kuranji, yang umur juga telah memukuli gambaran fisiknya dari luar, ternyata tak berhasil membekuk selera dan gairah berahinya.

Melihat kehadiran Nala Turasih, seakan mengaktifkan kembali semangat mudanya yang penuh dengan hasrat menggebu-gebu.

Beberapa bulan semenjak kedatangan Nala Turasih, secara tak sengaja Pak Kuranji lewat di depan kamarnya yang persis berada di depan kamar mandi, dan mendapati pintu kamar adik iparnya itu terbuka seperempat tak terkunci, menyisakan celah lebih dari cukup untuk melihat ke dalam.

Sepasang mata Pak Kuranji menumbuk pemandangan yang tak mungkin ia lupakan, menempel berkarat di otaknya.

Nala Turasih sedang berganti baju. Ia berdiri menyamping dan hanya mengenakan ****** ***** serta kutang. Baju terusan masih mengantung di kedua lengannya hendak dikenakan.

Waktu seakan berhenti berputar bagi Pak Kuranji. Kulit kuning langsat yang membalut lekukan bokong dan dada sempurna itu menantang kejantanannya.

Sejak saat itu sampai dua tahun terakhir, ia berusaha mati-matian untuk bisa mendapatkan pemandangan yang lebih. Mengintip belahan dada, sibakan rok atau himpitan handuk menjadi hobi baru Pak Kuranji. Sialnya, ia sama sekali belum berhasil memandang tubuh polos adik iparnya itu. Tak ada kesempatan kedua kalinya dari kejadian dua tahun lalu ketika ia melewati kamar Nala Turasih. Bahkan ketika ia pun telah berusaha.

***

Pak Kuranji tak mau berdusta pada diri sendiri. Ketertarikannya pada adik istrinya dari lain bapak itu pastilah bersifat berahi semata. Ia tidak menyangkal hasrat yang masih menyala-nyala pada kemolekan tubuh seorang perempuan.

Sempat Pak Kuranji putus asa dan merenung kembali memikirkan niatan bejatnya itu. Jangan-jangan memang karena ia memiliki niat buruk, makanya ia tak mendapatkannya. Begitu pikirnya. Jadi, ia mengurangi secara drastis usahanya mendapatkan kesempatan mendekati atau dengan Nala Turasih dalam ruangan atau tempat yang sama. Keinginannya mendekati sang gadis pupus.

Pak Kuranji memang mengakui bahwa ia mengejar pelampiasan nafsunya. Namun walau pikirannya bejat, ngeres, menanti saat yang tepat untuk dapat melihat bagian-bagian tubuh perempuan muda itu terekspos, Pak Kuranji tidak pernah melakukan tindakan fisik yang memaksa, apalagi sampai melecehkan. Tidak ada pembenaran dalam bentuk apapun. Ia memang begitu terpesona pada sang adik ipar.

Anehnya, Nala Turasih juga tak pernah terganggu dengan kehadiran abang iparnya itu. Setiap Pak Kuranji berada di dekatnya, tak pernah ada perasaan risih atau tak nyaman. Nala Turasih memang tak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiran lelaki beristri dan beranak dua itu ketika mencoba mencuri pandang ke arahnya, terutama ke arah lekukan-lekukan indah tubuhnya.

Lama-kelamaan bahkan Nala Turasih malah menaruh hormat dan beranggapan bahwa ia memiliki seorang abang ipar yang baik. Tidak hanya bertanggung jawab sebagai seorang kepala rumah tangga, Pak Kuranji dipikirnya juga sangat bisa diandalkan.

"Bang Kuranji," sapa Nala Turasih kepada sang abang ipar yang sedang duduk di pekarangan rumahnya di hari Jum'at sore dengan santai sepulang kerja.

Pak Kuranji berbalik, paham sekali dengan suara itu. Ia menahan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat setiap saat melihat gadis itu, tak peduli seberapa seringnya. Nala Turasih berdiri di hadapannya, mengenakan baju terusan yang jatuh lembut di tubuhnya. Sepasang dadanya membusung padat membulat walau pinggangnya kecil melengkung ramping. Wajahnya yang ayu bersinar dengan senyuman kemudaan yang masih menyala-nyala.

"Ya, dek Nala," jawab Pak Kuranji yang syukurnya selalu dapat menyembunyikan gejolak rasa di dalam dadanya yang bergemuruh tak henti itu.

Nala Turasih mendekat kemudian duduk di bangku tepat di depan abang iparnya itu. "Bang. Boleh aku minta bantuan?" ujar gadis itu pendek. Sepasang mata indah itu menatap Pak Kuranji sendu.

"Ya, dek Nala. Apa yang bisa abang bantu?"

"Setelah berbagai kejadian di tempat tinggal kita ini, aku menjadi kangen pulang ke rumah, bang."

Telah bertahun-tahun sejak Nala Turasih memutuskan untuk tinggal bersama mbakyu dan abang iparnya. Namun, ia masih pulang ke rumah lamanya yang besar tetapi tanpa penghuni di kampung halamannya itu. Biasa ia ditemani kakaknya sekeluarga, menyewa mobil barang sehari. Di rumah peninggalan sang mendiang ayahnya itu, ia datang hanya untuk bersih-bersih dan melihat apa yang perlu dibereskan. Sampai sekarang ia masih belum tahu apa yang harus dilakukan dengan rumah tersebut. Biasanya, Nala Turasih akan menginap sehari disana. Rumah besar dengan banyak kamar itu bagaimanapun juga pernah ditinggali oleh sang mbakyu, Tasmirah.

"Kamu mau pulang ke kampung, dek?" Pak Kuranji mengerutkan kening berpikir. "Memang kita sudah lama tidak mengunjungi rumah almarhum bapak. Tapi, mbakyumu sedang tidak enak badan hari ini. Semoga besok dia agak baikan, jadi kita bisa berangkat sama-sama," respon Pak Kuranji.

Senyum cantik Nala Turasih perlahan memudar, meski tidak menghilang secara mendadak. Pak Kuranji dapat menangkap perubahan mimik muka sang adik ipar. "Ah, kamu sudah benar rindu rumah itu, ya, dek?"

Nala Turasih mengangguk pelan, kemudian menunduk sungkan. Beberapa helai rambutnya jatuh menutupi wajah.

Pak Kuranji menghela nafas. Gabungan antara rasa kasihan dan keterpesonaan.

"Tolong antar adikku, Pak," suara Tasmirah terdengar. Istri Pak Kuranji muncul dari dalam rumah. Ia berbalut pakaian tebal. Nampaknya penyakitnya membuat penampilannya menjadi lebih tua dari seharusnya.

"Lho, kok malah keluar, Bu. Istirahat saja di dalam." Pak Kuranji berdiri menyambut istrinya.

"Bapak pinjam mobil Pak Musa saja barang sehari dua. Aku biar di rumah. Anak-anakmu harus ada yang urus. Tetangga kita juga bisa membantu. Kasihan Nala. Dia sudah kangen pulang sejak lama. Aku tahu sekali sifat adikku itu," ujar Tasmirah sembari tersenyum lemah ke arah adiknya.

"Mbak. Bukan begitu maksud Nala. Nala tidak bilang harus kapan Nala pulang. Memang Nala sangat rindu dengan kampung dan rumah kita, tapi mbak masih tidak sehat, Nala mana bisa memaksa."

Tasmirah melambai-lambaikan tangannya. "Sudah, sudah. Abangmu ini akan mengantarmu besok. Ya, 'kan, Pak?" ujar Tasmirah melihat ke arah sang suami yang kemudian mengangguk pelan.

"Iya, Bu. Aku akan antar Nala ke kampung. Nanti aku akan menginap di tempat teman kerjaku di perusahaan tebu. Jadi Nala bisa menikmati kerinduannya."

"Ah, kau ini, Pak. Rumah mendiang bapak itu luar biasa besar. Kamarnya saja entah berapa. Temani Nala di rumah itu. Jangan kemana-mana, ya, Pak?" ujar Tasmirah memandang wajah suaminya lekat-lekat. "Ingat, jangan kemana-mana! Temani Nala di rumah sana. Aku cuma demam. Besok juga sudah sembuh. Tapi aku tak mungkin ikut kalian. Aku saja sudah ijin tidak berjualan sampai hari Senin, biar sekalian bisa rehat."

"Mbak Mirah bersungguh-sungguh?" tanya Nala Turasih. Matanya kembali berbinar bahagia.

"Iya, Nala. Tolong bilang apa saja keperluanmu sama abangmu itu. Kau sudah banyak membantu mbak di rumah selama tinggal disini, Nala. Keponakanmu senang denganmu. Kau pun rajin sekali. Setelah kekacauan yang terjadi di hunian ini, mbak sadar betapa sumpeknya hidupmu. Pulanglah ke kampung, titip doa buat mendiang ibu kita dan bapakmu. Tapi, setelah itu, kau kembali kesini, ke rumah ini, ya dik?" ujar Tasmirah.

Nala Turasih tersenyum lebar dan memeluk mbakyunya erat. Di tempat lain, jantung Pak Kuranji berdetak semakin kencang. Ia tak bisa membayangkan memiliki waktu berdua bersama Nala Turasih, berhari-hari pula. Dalam hati ia berharap dengan sangat, bahwa perjalanan mereka ini akan memberikan makna.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Ipar adalah maut itu bener

2023-10-18

1

Ayano

Ayano

Kuotanya perlu diisi itu biar lakinya gak jadi hidung belang

2023-10-18

0

Ayano

Ayano

Jiir, Kenapa Nala selalu ketemu orang bejat yak😑

2023-10-18

1

lihat semua
Episodes
1 Serat Grha Pamujan - Nala Turasih
2 Serat Grha Pamujan - Lingga Ardiman
3 Serat Grha Pamujan - Teh Hangat
4 Serat Grha Pamujan - Surai
5 Serat Grha Pamujan - Hasrat
6 Serat Grha Pamujan - Kamar
7 Serat Grha Pamujan - Sang Juragan
8 Serat Grha Pamujan - Budak Kuasa Iblis
9 Serat Grha Pamujan - Pak Kuranji
10 Serat Grha Pamujan - Beringin
11 Serat Grha Pamujan - Lemari
12 Serat Grha Pamujan - Lukisan
13 Serat Grha Pamujan - Api Unggun
14 Serat Grha Pamujan - Sang Angkara Murka
15 Serat Grha Pamujan - Sadali Pandega
16 Serat Grha Pamujan - Larut
17 Serat Grha Pamujan - Pratama
18 Serat Grha Pamujan - Perempuan Melayang
19 Serat Grha Pamujan - Tumbal
20 Serat Grha Pamujan - Candi
21 Serat Grha Pamujan - Jalan Setapak
22 Serat Grha Pamujan - Kabut
23 Tentang Nala
24 Serat Grha Pamujan - Berubah Bentuk
25 Serat Grha Pamujan - Siluet
26 Serat Grha Pamujan - Datuk Macan Kumbang
27 Serat Grha Pamujan - Mata Menangkap Hasrat dan Syahwat
28 Serat Grha Pamujan - Garis-Garis Gaib
29 Serat Grha Pamujan - Altar Pemujaan
30 Serat Grha Pamujan - Bidak
31 Serat Grha Pamujan - Sudarmi
32 Serat Grha Pamujan - Cahaya Jingga
33 Serat Grha Pamujan - Tangga
34 Serat Grha Pamujan - Perempuan
35 Serat Grha Pamujan - Darmadi
36 Serat Grha Pamujan - Tirai
37 Serat Grha Pamujan - Seorang Remaja
38 Serat Grha Pamujan - Rongga Gelap Hitam
39 Serat Grha Pamujan - Insan yang Sedang Terluka
40 Serat Grha Pamujan - Memekat
41 Serat Grha Pamujan - Sang Durga
42 Serat Grha Pamujan - Buaya
43 Serat Grha Pamujan - Penguasa
44 Serat Grha Pamujan - Merah
45 Serat Grha Pamujan - Segara
46 Serat Grha Pamujan - Remuk Redam
47 Serat Grha Pamujan - Sang Ratu
48 Serat Grha Pamujan - Penginapan
49 Serat Grha Pamujan - Air
50 Serat Grha Pamujan - Mahakarya
51 Serat Grha Pamujan - Tubuh
52 Serat Bhumi Menungsa - Pancajiwa
53 Serat Bhumi Menungsa - Dyah Suhita
54 Serat Bhumi Menungsa - Dyiwang Awang
55 Serat Bhumi Menungsa - Kain Kuning
56 Serat Bhumi Menungsa - Kehampaan Tanpa Bentuk
57 Serat Bhumi Menungsa - Syahwat yang Berkedut Nikmat
58 Serat Bhumi Menungsa - Darmajati
59 Serat Bhumi Menungsa - Sarti
60 Serat Bhumi Menungsa - Bilik
61 Serat Bhumi Menungsa - Dua Kekuatan Purba
62 Serat Bhumi Menungsa - Bhanurasmi
63 Serat Bhumi Menungsa – Menari Bersama dalam Geliat Hasrat
64 Serat Bhumi Menungsa - Kegelapan yang Melayang-Layang
65 Serat Bhumi Menungsa - Menantang Riang dan Girang
66 Serat Bhumi Menungsa - Gontai
67 Serat Bhumi Menungsa - Karma
68 Serat Bhumi Menungsa - Tanpa Busana
69 Serat Bhumi Menungsa - Meregang Nyawa
70 Serat Bhumi Menungsa - Dua Wajah Berbeda
71 Serat Bhumi Menungsa - Kehormatan dan Kemahsyuran
72 Serat Bhumi Menungsa - Kemaharupaan
73 Serat Bhumi Menungsa - Anarghya Widagda
74 Serat Bhumi Menungsa - Ganjil
75 Serat Bhumi Menungsa - Bersemi
76 Serat Bhumi Menungsa - Warna Kehijauan
77 Serat Bhumi Menungsa - Bebas
78 Serat Bhumi Menungsa - Menjelma Berkali Lipat
79 Serat Bhumi Menungsa - Perlahan
80 Serat Bhumi Menungsa - Nampan Gelora
81 Serat Jiwa - Uap
82 Serat Jiwa - Asap
83 Serat Jiwa - Tanah
84 Serat Jiwa - Air
85 Serat Jiwa - Kayu
86 Serat Jiwa - Aroma
87 Serat Jiwa - Api
88 Serat Jiwa - Bayangan
89 Serat Jiwa - Getaran
90 Serat Jiwa - Sakit dan Cinta
91 Serat Jiwa - Nyata
92 Serat Jiwa - Kegerahan Hawa Membunuh
93 Serat Jiwa - Sosok Lain
94 Serat Jiwa - Memaksakan Nyali
95 Serat Jiwa - Lima Jiwa
96 Serat Jiwa - Lampir
97 Serat Jiwa - Nir Pusat dan Nir Tetap
98 Serat Jiwa - Bobrok
99 Serat Jiwa - Takut
100 Serat Jiwa - Sumpah Serapah
101 Serat Jiwa - Debu dan Abu
102 Serat Jiwa - Surajalu dan Amir Cahya
103 Serat Jiwa - Undangan
104 Serat Jiwa - Memuai Lunglai
105 Serat Jiwa - Kehadiran
106 Serat Jiwa - Melengkung dan Melonjak-Lonjak
107 Serat Jiwa - Pintu Depan
108 Serat Jiwa - Kama
109 Serat Jiwa - Takluk
110 Serat Jiwa - Manggantung Menunduk
111 Serat Jiwa - Berdebu untuk Sekian Waktu
112 Serat Jiwa - Jemawa
113 Serat Jiwa - Ragu tetapi Paham
114 Serat Jiwa - Aroma Kekuasaan
115 Serat Jiwa - Menggetarkan Semesta
116 Serat Jiwa - Tertawan oleh Kebesaran dan Keagungan
117 Serat Jiwa - Berdiri Berdampingan
118 Serat Jiwa - Penyesalan dan Penyalahan
119 Serat Jiwa - Tercerabut
120 Serat Jiwa - Dikisahkan dalam Nada dan Ritma
121 Serat Jiwa - Berdiri Kaku Termangu
122 Serat Jiwa - Permainan Belaka
123 Serat Jiwa - Menyusul Muncul
124 Serat Jiwa - Titik Demi Titik
125 Serat Jiwa - Panca Nyawa dan Pancajiwa
126 Serat Jiwa - Dua Sejoli
127 Serat Jiwa - Makna Harfiah
128 Serat Jiwa - Mati Hari Ini
129 Serat Jiwa - Menggeram Bagai Penuh Dendam
130 Serat Jiwa - Lumpur Nista dan Dosa
131 Serat Jiwa - Turun Tanpa Batasan
132 Serat Jiwa - Memandang Terpana
133 Serat jiwa - Ketiadaan Waktu
134 Serat Jiwa - Berada dalam Kepalan Tangan
135 Serat Samudra Yudha Babak Pertama
136 Serat Samudra Yudha Babak Kedua
137 Serat Samudra Yudha Babak Ketiga
138 Serat Samudra Yudha Babak Keempat
139 Serat Samudra Yudha Babak Kelima
140 Serat Samudra Yudha Babak Keenam
141 Serat Samudra Yudha Babak Ketujuh
142 Serat Samudra Yudha Babak Kedelapan
143 Serat Samudra Yudha Babak Kesembilan
144 Serat Samudra Yudha Babak Kesepuluh
145 Serat Samudra Yudha Babak Kesebelas
146 Serat Samudra Yudha Babak Keduabelas
147 Serat Samudra Yudha Babak Ketigabelas
148 Serat Samudra Yudha Babak Keempatbelas
149 Serat Samudra Yudha Babak Kelimabelas
150 Serat Samudra Yudha Babak Keenambelas
151 Serat Samudra Yudha Babak Ketujuhbelas
152 Serat Samudra Yudha Babak Kedelapanbelas
153 Serat Samudra Yudha Babak Kesembilanbelas
154 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh
155 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Satu
156 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Dua
157 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Tiga
158 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Empat
159 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Lima
160 Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Enam dan yang Terakhir
161 Serat Pamungkasan Halaman Pertama
162 Serat Pamungkasan Halaman Kedua
163 Serat Pamungkasan Halaman Ketiga
164 Serat Pamungkasan Halaman Keempat
165 Serat Pamungkasan Halaman Kelima
166 Serat Pamungkasan Halaman Keenam
167 Serat Pamungkasan Halaman Ketujuh
168 Serat Pamungkasan Halaman Kedelapan
169 Serat Pamungkasan Halaman Kesembilan
170 Serat Pamungkasan Halaman Kesepuluh
171 Serat Pamungkasan Halaman Kesebelas
172 Serat Pamungkasan Halaman Keduabelas
173 Serat Pamungkasan Halaman Ketigabelas
174 Serat Pamungkasan Halaman Keempatbelas
175 Serat Pamungkasan Halaman Kelimabelas
176 Serat Pamungkasan Halaman Keenambelas
177 Serat Pamungkasan Halaman Ketujuhbelas
178 Serat Pamungkasan Halaman Kedelapanbelas
179 Serat Pamungkasan Halaman Kesembilanbelas
180 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh
181 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Satu
182 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Dua
183 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Tiga
184 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Empat
185 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Lima
186 Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Enam
187 Hikayat Sang Nayu - Mangkuk Merah
188 Hikayat Sang Nayu - Ngayau
189 Hikayat Sang Nayu - Sembilan Belas Tengkorak Kepala
190 Hikayat Sang Nayu - Tampun Juah
191 Hikayat Sang Nayu - Mimpi Jaik
192 Hikayat Sang Nayu - Belian
193 Hikayat Sang Nayu - Bejalai
194 Hikayat Sang Nayu - Mandau
195 Hikayat Sang Nayu - Kamang
196 Hikayat Sang Nayu - Rumah Betang
197 Hikayat Sang Nayu - Undak-Undakan Bebatuan
198 Hikayat Sang Nayu - Tabir Bencana
199 Hikayat Sang Nayu - Cetakan Kala
200 Hikayat Sang Nayu - Raga Sukma
201 Hikayat Sang Nayu - Rancangan Besar Takdir
202 Hikayat Sang Nayu - Bahasa Semesta
203 Hikayat Sang Nayu - Berjalan ke Dunia Seberang
204 HIkayat Sang Nayu - Bunga Tinok
205 Hikayat Sang Nayu - Parang Babi
206 Hikayat Sang Nayu - Anak Ampang
207 Hikayat Sang Nayu - Ubi Dikapuak
208 Hikayat Sang Nayu - Gelombang Darah
209 Hikayat Sang Nayu - Ku Naday Takot
210 Hikayat Sang Nayu - Sengalang Burong
211 Hikayat Sang Nayu - Serakah
212 Hikayat Sang Nayu - Pisau Dapur
213 Rehat Sejenak - Putri Junjung Buih, Putri Lindung Buih, Lengkung Takdir
214 Hikayat Sang Nayu - Pangau Bayau
215 Hikayat Sang Nayu - Berani Kesak
216 Hikayat Sang Nayu - Dipenuhi Lumpur dan Tanah
217 Hikayat Sang Nayu - Menyusur Sejarah
218 Hikayat Sang Nayu - Seringai
219 Hikayat Sang Nayu - Saat Itu Adalah Sekarang
220 Hikayat Sang Nayu - Talipak Talipok
221 Hikayat Sang Nayu - Sumpit
222 Hikayat Sang Nayu - Titisan
Episodes

Updated 222 Episodes

1
Serat Grha Pamujan - Nala Turasih
2
Serat Grha Pamujan - Lingga Ardiman
3
Serat Grha Pamujan - Teh Hangat
4
Serat Grha Pamujan - Surai
5
Serat Grha Pamujan - Hasrat
6
Serat Grha Pamujan - Kamar
7
Serat Grha Pamujan - Sang Juragan
8
Serat Grha Pamujan - Budak Kuasa Iblis
9
Serat Grha Pamujan - Pak Kuranji
10
Serat Grha Pamujan - Beringin
11
Serat Grha Pamujan - Lemari
12
Serat Grha Pamujan - Lukisan
13
Serat Grha Pamujan - Api Unggun
14
Serat Grha Pamujan - Sang Angkara Murka
15
Serat Grha Pamujan - Sadali Pandega
16
Serat Grha Pamujan - Larut
17
Serat Grha Pamujan - Pratama
18
Serat Grha Pamujan - Perempuan Melayang
19
Serat Grha Pamujan - Tumbal
20
Serat Grha Pamujan - Candi
21
Serat Grha Pamujan - Jalan Setapak
22
Serat Grha Pamujan - Kabut
23
Tentang Nala
24
Serat Grha Pamujan - Berubah Bentuk
25
Serat Grha Pamujan - Siluet
26
Serat Grha Pamujan - Datuk Macan Kumbang
27
Serat Grha Pamujan - Mata Menangkap Hasrat dan Syahwat
28
Serat Grha Pamujan - Garis-Garis Gaib
29
Serat Grha Pamujan - Altar Pemujaan
30
Serat Grha Pamujan - Bidak
31
Serat Grha Pamujan - Sudarmi
32
Serat Grha Pamujan - Cahaya Jingga
33
Serat Grha Pamujan - Tangga
34
Serat Grha Pamujan - Perempuan
35
Serat Grha Pamujan - Darmadi
36
Serat Grha Pamujan - Tirai
37
Serat Grha Pamujan - Seorang Remaja
38
Serat Grha Pamujan - Rongga Gelap Hitam
39
Serat Grha Pamujan - Insan yang Sedang Terluka
40
Serat Grha Pamujan - Memekat
41
Serat Grha Pamujan - Sang Durga
42
Serat Grha Pamujan - Buaya
43
Serat Grha Pamujan - Penguasa
44
Serat Grha Pamujan - Merah
45
Serat Grha Pamujan - Segara
46
Serat Grha Pamujan - Remuk Redam
47
Serat Grha Pamujan - Sang Ratu
48
Serat Grha Pamujan - Penginapan
49
Serat Grha Pamujan - Air
50
Serat Grha Pamujan - Mahakarya
51
Serat Grha Pamujan - Tubuh
52
Serat Bhumi Menungsa - Pancajiwa
53
Serat Bhumi Menungsa - Dyah Suhita
54
Serat Bhumi Menungsa - Dyiwang Awang
55
Serat Bhumi Menungsa - Kain Kuning
56
Serat Bhumi Menungsa - Kehampaan Tanpa Bentuk
57
Serat Bhumi Menungsa - Syahwat yang Berkedut Nikmat
58
Serat Bhumi Menungsa - Darmajati
59
Serat Bhumi Menungsa - Sarti
60
Serat Bhumi Menungsa - Bilik
61
Serat Bhumi Menungsa - Dua Kekuatan Purba
62
Serat Bhumi Menungsa - Bhanurasmi
63
Serat Bhumi Menungsa – Menari Bersama dalam Geliat Hasrat
64
Serat Bhumi Menungsa - Kegelapan yang Melayang-Layang
65
Serat Bhumi Menungsa - Menantang Riang dan Girang
66
Serat Bhumi Menungsa - Gontai
67
Serat Bhumi Menungsa - Karma
68
Serat Bhumi Menungsa - Tanpa Busana
69
Serat Bhumi Menungsa - Meregang Nyawa
70
Serat Bhumi Menungsa - Dua Wajah Berbeda
71
Serat Bhumi Menungsa - Kehormatan dan Kemahsyuran
72
Serat Bhumi Menungsa - Kemaharupaan
73
Serat Bhumi Menungsa - Anarghya Widagda
74
Serat Bhumi Menungsa - Ganjil
75
Serat Bhumi Menungsa - Bersemi
76
Serat Bhumi Menungsa - Warna Kehijauan
77
Serat Bhumi Menungsa - Bebas
78
Serat Bhumi Menungsa - Menjelma Berkali Lipat
79
Serat Bhumi Menungsa - Perlahan
80
Serat Bhumi Menungsa - Nampan Gelora
81
Serat Jiwa - Uap
82
Serat Jiwa - Asap
83
Serat Jiwa - Tanah
84
Serat Jiwa - Air
85
Serat Jiwa - Kayu
86
Serat Jiwa - Aroma
87
Serat Jiwa - Api
88
Serat Jiwa - Bayangan
89
Serat Jiwa - Getaran
90
Serat Jiwa - Sakit dan Cinta
91
Serat Jiwa - Nyata
92
Serat Jiwa - Kegerahan Hawa Membunuh
93
Serat Jiwa - Sosok Lain
94
Serat Jiwa - Memaksakan Nyali
95
Serat Jiwa - Lima Jiwa
96
Serat Jiwa - Lampir
97
Serat Jiwa - Nir Pusat dan Nir Tetap
98
Serat Jiwa - Bobrok
99
Serat Jiwa - Takut
100
Serat Jiwa - Sumpah Serapah
101
Serat Jiwa - Debu dan Abu
102
Serat Jiwa - Surajalu dan Amir Cahya
103
Serat Jiwa - Undangan
104
Serat Jiwa - Memuai Lunglai
105
Serat Jiwa - Kehadiran
106
Serat Jiwa - Melengkung dan Melonjak-Lonjak
107
Serat Jiwa - Pintu Depan
108
Serat Jiwa - Kama
109
Serat Jiwa - Takluk
110
Serat Jiwa - Manggantung Menunduk
111
Serat Jiwa - Berdebu untuk Sekian Waktu
112
Serat Jiwa - Jemawa
113
Serat Jiwa - Ragu tetapi Paham
114
Serat Jiwa - Aroma Kekuasaan
115
Serat Jiwa - Menggetarkan Semesta
116
Serat Jiwa - Tertawan oleh Kebesaran dan Keagungan
117
Serat Jiwa - Berdiri Berdampingan
118
Serat Jiwa - Penyesalan dan Penyalahan
119
Serat Jiwa - Tercerabut
120
Serat Jiwa - Dikisahkan dalam Nada dan Ritma
121
Serat Jiwa - Berdiri Kaku Termangu
122
Serat Jiwa - Permainan Belaka
123
Serat Jiwa - Menyusul Muncul
124
Serat Jiwa - Titik Demi Titik
125
Serat Jiwa - Panca Nyawa dan Pancajiwa
126
Serat Jiwa - Dua Sejoli
127
Serat Jiwa - Makna Harfiah
128
Serat Jiwa - Mati Hari Ini
129
Serat Jiwa - Menggeram Bagai Penuh Dendam
130
Serat Jiwa - Lumpur Nista dan Dosa
131
Serat Jiwa - Turun Tanpa Batasan
132
Serat Jiwa - Memandang Terpana
133
Serat jiwa - Ketiadaan Waktu
134
Serat Jiwa - Berada dalam Kepalan Tangan
135
Serat Samudra Yudha Babak Pertama
136
Serat Samudra Yudha Babak Kedua
137
Serat Samudra Yudha Babak Ketiga
138
Serat Samudra Yudha Babak Keempat
139
Serat Samudra Yudha Babak Kelima
140
Serat Samudra Yudha Babak Keenam
141
Serat Samudra Yudha Babak Ketujuh
142
Serat Samudra Yudha Babak Kedelapan
143
Serat Samudra Yudha Babak Kesembilan
144
Serat Samudra Yudha Babak Kesepuluh
145
Serat Samudra Yudha Babak Kesebelas
146
Serat Samudra Yudha Babak Keduabelas
147
Serat Samudra Yudha Babak Ketigabelas
148
Serat Samudra Yudha Babak Keempatbelas
149
Serat Samudra Yudha Babak Kelimabelas
150
Serat Samudra Yudha Babak Keenambelas
151
Serat Samudra Yudha Babak Ketujuhbelas
152
Serat Samudra Yudha Babak Kedelapanbelas
153
Serat Samudra Yudha Babak Kesembilanbelas
154
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh
155
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Satu
156
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Dua
157
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Tiga
158
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Empat
159
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Lima
160
Serat Samudra Yudha Babak Keduapuluh Enam dan yang Terakhir
161
Serat Pamungkasan Halaman Pertama
162
Serat Pamungkasan Halaman Kedua
163
Serat Pamungkasan Halaman Ketiga
164
Serat Pamungkasan Halaman Keempat
165
Serat Pamungkasan Halaman Kelima
166
Serat Pamungkasan Halaman Keenam
167
Serat Pamungkasan Halaman Ketujuh
168
Serat Pamungkasan Halaman Kedelapan
169
Serat Pamungkasan Halaman Kesembilan
170
Serat Pamungkasan Halaman Kesepuluh
171
Serat Pamungkasan Halaman Kesebelas
172
Serat Pamungkasan Halaman Keduabelas
173
Serat Pamungkasan Halaman Ketigabelas
174
Serat Pamungkasan Halaman Keempatbelas
175
Serat Pamungkasan Halaman Kelimabelas
176
Serat Pamungkasan Halaman Keenambelas
177
Serat Pamungkasan Halaman Ketujuhbelas
178
Serat Pamungkasan Halaman Kedelapanbelas
179
Serat Pamungkasan Halaman Kesembilanbelas
180
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh
181
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Satu
182
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Dua
183
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Tiga
184
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Empat
185
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Lima
186
Serat Pamungkasan Halaman Keduapuluh Enam
187
Hikayat Sang Nayu - Mangkuk Merah
188
Hikayat Sang Nayu - Ngayau
189
Hikayat Sang Nayu - Sembilan Belas Tengkorak Kepala
190
Hikayat Sang Nayu - Tampun Juah
191
Hikayat Sang Nayu - Mimpi Jaik
192
Hikayat Sang Nayu - Belian
193
Hikayat Sang Nayu - Bejalai
194
Hikayat Sang Nayu - Mandau
195
Hikayat Sang Nayu - Kamang
196
Hikayat Sang Nayu - Rumah Betang
197
Hikayat Sang Nayu - Undak-Undakan Bebatuan
198
Hikayat Sang Nayu - Tabir Bencana
199
Hikayat Sang Nayu - Cetakan Kala
200
Hikayat Sang Nayu - Raga Sukma
201
Hikayat Sang Nayu - Rancangan Besar Takdir
202
Hikayat Sang Nayu - Bahasa Semesta
203
Hikayat Sang Nayu - Berjalan ke Dunia Seberang
204
HIkayat Sang Nayu - Bunga Tinok
205
Hikayat Sang Nayu - Parang Babi
206
Hikayat Sang Nayu - Anak Ampang
207
Hikayat Sang Nayu - Ubi Dikapuak
208
Hikayat Sang Nayu - Gelombang Darah
209
Hikayat Sang Nayu - Ku Naday Takot
210
Hikayat Sang Nayu - Sengalang Burong
211
Hikayat Sang Nayu - Serakah
212
Hikayat Sang Nayu - Pisau Dapur
213
Rehat Sejenak - Putri Junjung Buih, Putri Lindung Buih, Lengkung Takdir
214
Hikayat Sang Nayu - Pangau Bayau
215
Hikayat Sang Nayu - Berani Kesak
216
Hikayat Sang Nayu - Dipenuhi Lumpur dan Tanah
217
Hikayat Sang Nayu - Menyusur Sejarah
218
Hikayat Sang Nayu - Seringai
219
Hikayat Sang Nayu - Saat Itu Adalah Sekarang
220
Hikayat Sang Nayu - Talipak Talipok
221
Hikayat Sang Nayu - Sumpit
222
Hikayat Sang Nayu - Titisan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!