Bahkan sewaktu ia berumur belasan tahun, Nala Turasih sudah terlihat matang. Dadanya membulat sempurna dan penuh. Pinggulnya melengkung tegas dan indah. Dagingnya kenyal dan padat, seperti kesaksian dua mantan kekasih yang cukup beruntung sempat berpacaran dengannya.
Lingga Ardiman, yang adalah salah satu pegawai pabrik tebu sang ayah yang sering ditugaskan ke rumah besar sang juragan di desa Obong, juga menjadi saksi betapa memesonanya anak gadis itu.
Saat itu, Nala Turasih berumur enam belas tahun, tiga tahun setelah kebangkitannya dari kematian. Di waktu itu juga adalah masa dimana ayahnya sedang sakit-sakitan.
Lelaki berumur dua puluhan tahun itu menjadi sering ke rumah sang juragan untuk mengurus beragam keperluan pribadi maupun urusan perusahaan sejak atasannya tersebut mulai sering berada di rumah karena kesehatannya yang menurun drastis beberapa bulan terakhir. Intinya, pekerjaannya ini membuat ia lebih sering melihat dan bertemu dengan Nala Turasih.
Berbeda dengan desas-desus yang kerap ia dengar mengenai Nala Turasih bahwa anak kesayangan sang juragan itu disebut-sebut memiliki kegenitan dan kebinalan yang menurun dari ibundanya, menurutnya, Nala Terasih adalah seorang anak perempuan yang manis, sopan dan ceria. Memang bukan berarti Lingga Ardiman tidak setuju dengan pendapat banyak orang bahwa Nala Turasih memiliki tubuh seorang gadis yang telah masak bagai sebiji mangga matang.
Saat itu adalah di sore hari mendekati Magrib. Lingga Ardiman baru saja keluar dari kamar sang juragan sehabis melaporkan catatan pekerjaan dan meminta tanda tangan atasannya yang terbaring sakit-sakitan di atas tempat tidurnya itu. Ketika ia hendak pulang, sosok Nala Turasih lewat di depannya. Cahaya remang senja menyinari wajah sang gadis dengan lemah. Namun Lingga Ardiman yakin ia melihat Nala Turasih berpaling ke arahnya dan tersenyum.
Ia tak sempat membalas senyuman itu karena sosok sang putri juragan sudah menghilang di balik sisi bangunan rumah besar itu. Biasanya ia dan Nala Turasih tidak hanya bertukar senyuman dan sapa, mereka bahkan kerap mengobrol dan bercanda.
Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi Lingga Ardiman merasa ada dorongan untuk menemui gadis itu untuk paling tidak membalas senyumannya. Maka lelaki itu mengejar kemana sosok Nala Turasih menghilang.
Ketika Lingga Ardiman berbelok di salah satu sudut bangunan, ia menjadi sedikit bingung. Dalam cahaya redup senja, ia melihat sebuah lorong panjang dengan banyak pilar putih di samping dan lantai yang terbuat dari marmer. Masalahnya, sepengetahuan laki-laki yang telah sering bolak-balik ke tempat ini, ia belum pernah melihat lorong tersebut. Sekeras apapun ia mengingat, tak ada rekaman memori yang menunjukkan bahwa lokasi ini pernah ada di rumah sang juragan.
Lalu, kemana Nala Turasih tadi pergi kalau bukan ke lorong ini? Sedangkan ia baru saja melihat sang gadis beberapa detik lalu sebelum memutuskan untuk mengejarnya. Namun sekarang tidak terlihat tanda-tanda keberadaannya.
Dituntun oleh rasa penasaran, Lingga Ardiman berjalan menelusuri lorong marmer penuh pilar yang kesemuanya berwarna putih itu.
Hawa mendadak menjadi dingin. Tidak membekukan, namun menciptakan rasa merinding yang aneh. Seakan udara dingin itu merayap di permukaan kulitnya. Ia menggosok-gosok kulitnya dengan kedua telapak tangan untuk menciptakan rasa hangat.
Setelah beberapa saat berjalan, di ujung pandangannya ia melihat sosok yang diperkirakan sebagai Nala Turasih sedang berdiri membelakanginya. Lingga Ardiman tersenyum dan mempercepat langkahnya.
Ketika ia sudah cukup dekat, sosok yang ia duga adalah Nala Turasih itu masih membelakanginya tapi sudah mulai jelas terlihat oleh pandangannya. Namun, saat itulah pula Lingga Ardiman berhenti tiba-tiba beberapa langkah dari sang sosok. Ia merasakan sebuah kejanggalan dari sosok perempuan yang ada di depannya tersebut.
Ia memang tak ingat pakaian apa yang dikenakan Nala Turasih tadi, tapi biasanya gadis itu kerap mengenakan pakaian terusan yang jatuh dengan lembut, membuat bentuk lekuk tubuhnya tergambar jelas meski tak begitu tegas. Sedangkan, sosok perempuan di depan yang sedang membelakanginya tersebut mengenakan busana Jawa lama. Kebaya berwarna merah. Keremangan cahaya mentari senja yang redup sudah cukup untuk menunjukkan gambaran utuh sosok itu.
Keraguan atas kejanggalan ini perlahan berubah menjadi rasa takut manakala Lingga Ardiman menatap ke atas, ke belakang kepala sosok yang semua ia pikir adalah Nala Turasih itu. Dilihatnya lah bahwa sanggul yang dikenakan sang sosok sudah acak-acakan dan tidak terbentuk dengan baik dan rapi lagi. Ada bagian yang rambutnya tergerai dan kusut masai.
Tanpa sengaja, ia juga menebarkan pandangannya ke bawah. Sepasang kaki sosok itu tak beralas, kotor sepenuhnya oleh lumpur hitam yang mengering. Noda juga menghiasi bagian kain jarit yang dikenakannya.
Rasa takut menyerang dan menyergap Lingga Ardiman dengan segera tanpa ampun. Kini insting memaksanya untuk segera berbalik arah dan meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Sialnya, tepat ketika ia membalikkan diri itu bersamaan dengan sosok perempuan berkebaya merah itu yang juga berbalik menghadapnya.
Sepersekian detik Lingga Ardiman dapat melihat wajah pucat seputih kapas dan mata melotot merah menyeringai ke arahnya. Darah menetes keluar dari kedua mata dan bibirnya.
Lingga Ardiman merasa tak pernah setakut ini dalam hidupnya. Ia berusaha berlari sekencang-kencangnya. Namun yang terjadi, lorong putih dengan banyak pilar ini seperti memanjang dan tubuhnya seakan bergerak lambat sekali.
Seperti sebuah film yang diputar dengan slow motion, ia dapat melihat beragam jenis mahluk gaib nan mengerikan memunculkan diri mereka dari balik setiap pilar.
Ada sosok anak laki-laki dengan tubuh gosong terbakar. Kulitnya terkelupas kemerahan dan salah satu matanya hampir mencelat keluar. Di pilar lainnya ada sosok laki-laki yang mengenakan busana keprajuritan Jawa masa lampau tapi tanpa kepala menggenggam pedang di tangan kanannya. Ada pula sosok gendruwo bertubuh besar menjulang. Kepalanya hampir mencapai langit-langit lorong yang juga berwarna putih pualam. Tubuhnya penuh dengan bulu sedangkan sepasang matanya bulat lebar merah darah. Mulutnya dihiasi oleh sepasang taring yang mencuat keluar.
Lingga Ardiman berlari bagai orang kesurupan, tapi lorong itu tetap memanjang. Ia masih belum bisa mencapai ujungnya dan malahan terus ditontonkan dengan kemunculan mahluk-mahluk mengerikan lainnya. Pocong dengan kain putih lusuh oleh noda tanah meloncat keluar dari balik pilar, membuatnya berteriak terkejut dan ketakutan. Kuntilanak berambut panjang acak-acakan tertawa histeris dengan wajah begitu mengerikan ke arahnya. Ia juga hampir tersandung oleh sesosok hantu anak-anak perempuan yang busananya panjang menghalangi jalan lorong. Lingga Ardiman melompati kain busana hantu anak perempuan tersebut dan tak sengaja melihat bentuknya: wajah hancur tak berbentuk lagi, hanya berupa rongga besar di wajah yang dipenuhi gumpalan darah.
Ketika nafasnya serasa hendak habis, ujung lorong dengan sebuah belokan akhirnya terlihat. Lingga Ardiman mempercepat langkah larinya dan berbelok.
Sosok seorang perempuan berdiri tepat di depannya, membuatnya tercekat dan tersentak. Ia tak bisa lagi mengerem laju larinya sehingga menabrak tubuh perempuan itu.
Keduanya jatuh dengan tubuh Lingga Ardiman berada di atas tubuh sang perempuan.
Bau semerbak wangi melati memenuhi rongga hidung Lingga Ardiman, menutupi rasa sakit di lututnya yang menghantam lantai ketika terjatuh tadi. Detak jantungnya berpacu begitu cepat sampai ia hampir tak bisa bernafas lagi.
Namun bunyi desah sosok perempuan yang ia timpa itu mendadak menyadarkannya. Lingga Ardiman membuka mata dan melihat wajah ayu Nala Turasih ada di bawahnya, mengeluh dan merintih kesakitan karena terhimpit diantara tubuh Lingga Ardiman dan lantai.
"Mas Lingga, aku tidak bisa bernafas," keluh sang gadis dengan suaranya yang terengah-engah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
jatuh nya kok pas sekali 🤭
2023-09-19
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
menyeramkan 😳😳
2023-09-19
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
nah lho kan
2023-09-19
1