Lingga Ardiman membuka mata. Kabut halus selembut serat-serat gulali mengambang di sekelilingnya. Ia menyibakkan kabut yang menutupi pandangannya dengan kedua tangan dan mendapati ia sedang berdiri di sebuah lorong.
Ia kenal lorong ini. Ah, lorong misterius di rumah Nala Turasih dimana ia dikejutkan dengan kemunculan mahluk-mahluk halus mengerikan, dan yang ternyata lorong panjang dengan pilar di kiri kanannya itu menghilang ketika ia berlari ketakutan dan menubruk Nala Turasih.
Lingga Ardiman menghela nafas. Kali ini perasaannya berbeda. Ia tidak setakut kemarin, sebaliknya rasa penasaran telah menguasai diri sepenuhnya.
Lingga Ardiman memicingkan mata untuk memperjelas pandangan. Ia berhasil melihat sebuah pintu tertutup di ujung lorong. Didorong dengan rasa keingintahuan yang tinggi, kedua kakinya menuntunnya berjalan ke arah pintu tersebut.
Langkah-langkahnya tak panjang, tetapi sebentar saja rasanya ia telah sampai di depan daun pintu berkenop kuningan yang menyala terang diantara serabut kabut itu. Tak ada keraguan apalagi rasa takut sama sekali. Tangannya mantap menggenggam kenop bundar pintu itu dan memutarnya.
Nala Turasih, gadis enam belas tahun itu ada di balik pintu. Gadis itu berdiri menghadap Lingga Ardiman dan tersenyum tanpa berkata-kata.
Bagai melayang, Lingga Ardiman telah berada di dalam ruangan misterius itu dan serentangan tangan saja jaraknya dengan sang gadis. Sepasang mata pemuda ini tak berhenti memandang anak perempuan juragannya tersebut.
Wajah cantik Nala Turasih penuh dengan kepolosan sesuai dengan anak-anak perempuan lain seumurannya. Sepasang matanya jernih memandang sayu dengan bibir tipis tertutup rapat. Rambut panjang sebahunya jatuh begitu saja dengan alami. Namun, masalah tubuh, itu lain cerita.
Raut wajah dan bentuk badannya seakan tidak bersinkronisasi dengan baik. Nala Turasih memiliki tubuh yang terlalu matang. Lengan dan sepasang kakinya ramping, menempel di tubuh yang berlekuk dalam dan tegas. Dadanya menggelembung membulat padat nan erat, serupa dengan bokongnya yang melekuk meliuk penuh dari pinggulnya yang kecil. Busana terusan selembar tanpa lengan yang ia kenakan tak mampu menyembunyikan tubuhnya yang telah masak tersebut.
Dalam dua gerakan saja, busana terusan telah lolos dari tubuh Nala Turasih dan meleleh ke lantai. Kutang yang tak kuat menahan ledakan sepasang dada Nala Turasih pun kemudian menyusul dibebaskan dari tugasnya.
Lingga Ardiman enggan berkedip. Jakunnya naik turun ketika kerongkongannya menelan ludah. Ini semua terjadi ketika sepasang dada di depannya kencang merangsang menantang. Ujung bulatan penuh milik Nala Turasih mengacung tak malu, coklat muda kemerahan layaknya biji kacang tanah yang menetas dari kulitnya.
Tanpa memperlihatkan emosi tertentu, Nala Turasih menunduk dan melepaskan cawatnya dengan sekali tarik kemudian kembali berdiri tegak, seakan memberikan kesempatan bagi Lingga Ardiman untuk menikmati tambahan pemandangan polos selangkangannya yang ditumbuhi sejumput saja rambut-rambut halus yang tak menutupi belahan kewanitaannya yang berupa garis lurus bersemu jambon.
Lingga Ardiman menggelinjang kegelian oleh ber*ahi yang merangkak di permukaan kulit dan menyambar kemaluann*ya dengan sebuah sentakan keras.
Nala Turasih berjongkok kemudian membaringkan tubuh polos kuning langsatnya di atas ubin. Ia bahkan mengangkat kedua lengan rampingnya, memamerkan lekuk indah ketiak, serta membuka kedua kakinya lebar, mempertontonkan liang cinta yang masih tertutup rapat.
Wajah polosnya menengadah bersiap mendesah ketika Lingga Ardiman yang blingsatan oleh siksaan nafsu sudah menelungkup di atas tubuhnya. Ledakan berahi meletup-letup membuat sang pemuda mendorong tubuhnya memompa dalam-dalam.
Kelembutan kulit Nala Turasih menempel nyata di tubuh Lingga Ardiman. Lenguhan gadis itu seirama dan seritma dengan liukan otot-ototnya ketika sang pemuda masuk merasuk semakin dalam.
Sosok mahluk gelap bertungkai kurus panjang, berekor surai kuda dan berwajah penuh taburan bola mata merangkak di belakang Lingga Ardiman. Mulutnya yang serupa rongga bulat belaka itu mengeluarkan lidah panjang yang berliur. Ketika lidah itu ditelan ke dalam, bunyi serupa burung hantu terdengar, "Wuk, wuk, wuk, wuk ...."
Tubuh Lingga Ardiman menegang, kemudian melemas. Semburan hasrat telah mencuat dan berhasil melompat dari dalam tubuhnya.
Ia tersentak ketika mendapati dirinya terduduk mendeprok di dalam toilet. Celana pendeknya yang masih dikenakan telah basah oleh cairan kelelakiannya.
Dengan rasa bingung sekaligus malu, Lingga Ardiman membersihkan diri termasuk membasahi celanya yang telah lengket itu. Ia berlari cepat masuk ke kamarnya tanpa mengenakan apa-apa. Beruntung, ternyata memang tak ada seorangpun yang terbangun dari mimpi mereka di dalam bangunan kos tersebut sehingga ia tak perlu merasa jangan ketika sampai terlihat salah satu dari temannya berlari bugil dari dapur.
Lingga Ardiman tertidur dengan perasaan puas meski masih bertanya-tanya. Namun, kelegaan nafsunya yang aneh itu sudah terlanjur meraja. Bayangan lekuk tubuh Nala Turasih tanpa busana terhimpit oleh tubuhnya itu menempel nyata di dalam pikirannya, menemani mimpinya sebelum ia terbangun di pagi hari untuk kembali bekerja.
Sosok mahluk hitam bertungkai kurus panjang kini menempel di dinding kamar kos Lingga Ardiman. Sepasang mata besar melotot menyala kemerahan itu menatap tak lepas ke arah Lingga Ardiman yang terlelap nyenyak tersebut.
Di saat yang sama tetapi tempat yang berbeda, rumah besar yang ditinggali Nala Turasih, ibu dan ayahnya yang sedang sakit keras itu bergetar secara gaib.
Sang juragan tebu, ayah Nala Turasih, telah membangun bagian-bagian rumah secara bertahun-tahun bukan tanpa alasan dan cara khusus. Rumah itu memang bila dilihat sekilas, hanyalah rumah besar biasa yang terus mengadakan renovasi dan pembangunan tambahan. Namun, nyatanya, banyak sekali ruangan dan wilayah gaib dibangun dengan gaib pula, sebagai tempat tinggal mahluk-mahluk astral dari dunia seberang.
Ketika Nala Turasih bangkit dari kematiannya, para mahluk adikodrati yang bertinggal di dalam rumah itu menggunakan tubuh sang gadis sebagai sebuah jembatan untuk menyebrang ke dunia manusia.
Kegiatan gaib ini sempat disaksikan oleh Lingga Ardiman ketika ia menemukan sebuah lorong yang tak bisa dilihat oleh mata telanjang biasa. Tidak hanya itu, Nala Turasih, gadis cantik molek itu saja tak tahu sama sekali bahwa tubuh dan jiwanya telah menjadi milik mahluk-mahluk kerak neraka.
Para mahluk ini menginginkan tumbal demi kekuatan mereka untuk keluar dari dunia lain dan berdiam di jagad manusia.
Lingga Ardiman, telah dipertontonkan surga oleh mereka. Pemuda itu sama sekali tak paham bahwasanya ia sedang diseret ke neraka. Ia tak peduli sebenarnya. Apalagi mimpi aneh itu terlalu terasa nyata. Ia seperti habis meniduri gadis impiannya saja, bukan sebuah khayalan atau bunga tidur belaka.
Rumah itu kini berderak, bergerak, meretak secara gaib. Ruangan-ruangannya bergeser-geser, berpindah-pindah, muncul menghilang serta timbul tenggelam.
Nala Turasih mengerang dalam tidurnya. Dadanya yang sudah bulat kencang itu semakin menggelembung karena terangkat membusung bereaksi terhadap aktifitas rumahnya.
Nada-nada perintah menyelip di alam bawah sadarnya dengan nama Lingga Ardiman terlafalkan terus-menerus sampai khatam dalam diam.
Belasan mahluk gaib menyembul menembus dinding kamar sang gadis. Tanpa ragu semuanya mendekati tubuh molek remaja putri yang sedang tergenang aura magis tersebut. Tak lama, tubuhnya dimasuki para mahluk mengerikan itu dari mulutnya yang menganga karena kepalanya terdongak oleh hasrat yang tak kenal tempat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
〈⎳ Life of Muzu
keren
2024-02-04
1
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
ganti posisi ya ruangan ghoib di rmh nala
2022-12-20
0
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
nahh itu alesane mahluk itu ngincer lingga krna tau tmpt mereka di rmh juragan tebu
2022-12-20
0