Suara bel terdengar usai kepergian Alois. Saat dilihat di layar monitor yang terhubung pada kamera di luar, ternyata yang mengunjungi Erol adalah sang wakil kapten, Ishikawa Kazuki.
Ketika dibukakan pintu, Kazuki tampak sangat senang karena tidak salah alamat. Dia pun dipersilakan untuk masuk dan duduk di tempat yang telah disediakan.
“Wah, apartemenmu luas sekali untuk ukuran siswa SMA!” ujar Kazuki sembari mengedarkan pandangan. Saat matanya mendapati seekor anjing hitam besar duduk di pojok ruangan, Kazuki pun terkejut bukan main. “Do-do-dobermann?!”
“Ah, iya itu anjingku. Tenang saja, dia tidak galak, kok,” sahut Erol seraya meletakkan minuman ke meja. “Jadi, ada apa Ishikawa-senpai² kemari?”
Tanpa melepaskan pandangannya dari Dobermann, Kazuki menjawab, “A-aku hanya ingin membicarakan tentang keributan saat latihan tadi sebagai perwakilan klub.”
Melihat Kazuki yang takut dengan keberadaan Dobermann, Erol pun menyuruh anjing itu untuk pergi dengan isyarat mata. Dobermann yang mengerti dengan maksud Erol, pergi ke ruangan lain, sehingga Kazuki bisa bernapas lega. “Akhirnya ….”
“Senpai,” panggil Erol, yang sukses membuat Kazuki menoleh. “Aku benar-benar minta maaf mengenai keributan yang telah kulakukan tadi. Aku bersedia dihukum sebagai pertanggungjawaban atas kesalahanku.” Erol pun membungkukkan tubuhnya sampai kepalanya hampir menyentuh lantai.
“Kau tidak perlu sampai seperti itu, Arata,” ujar Kazuki seraya membantu Erol menegakkan tubuhnya. “Kau cukup meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama kepada teman-teman yang lain. Nanti akan kubantu jika kau sudah siap.”
“Tetapi ...—”
“Tenang saja, mereka pasti akan memaafkanmu.” Kazuki pun menepuk bahu Erol. “Soal Kintarou, biar aku yang urus. Dia memang agak sulit dibujuk, tetapi bukan berarti dia tidak akan memaafkanmu. Kau tidak perlu khawatir.”
Kata-kata yang terlontar dari mulut Kazuki sedikit melegakan Erol. Sembari mengulas senyum kecilnya, Erol berkata, “Terima kasih banyak, Ishikawa-senpai.”
Kazuki menyahut dengan sekali anggukan dan senyum yang lebar. Dia lalu teringat dengan makanan yang dibawa dan meminta tolong Erol untuk menghangatkannya.
Untuk pertama kali, Erol menyantap makan siang bersama wakil kapten yang saat ini duduk di bangku kelas tiga. Laki-laki berambut amber dan bermata yang senada dengan rambutnya itu amat supel, sehingga tidak ada kecanggungan di antara mereka, padahal itu kali pertama Kazuki mengunjungi apartemen Erol.
Seiring berjalannya waktu, Kazuki tidak takut lagi dengan Dobermann. Mereka bahkan akrab dengan cepat, sampai-sampai ketika sudah waktunya pulang, Kazuki sulit untuk mengucapkan selamat tinggal.
“Sepertinya kau memiliki teman baru,” ujar Erol kepada Dobermann yang kembali mengubah diri menjadi manusia.
Dobermann lalu menyahut, “Dia orang yang baik. Saya menghormatinya karena dia adalah teman Anda, Tuan Erol.”
...***...
Sekitar jam empat pagi, Ishikawa Kazuki pergi keluar rumah menggunakan sepedanya. Rasa bosan yang menyerang ketika belajar, membuat Kazuki memilih untuk berolahraga guna menyegarkan pikiran. Sebelumnya, dia sudah tidur lebih awal dan bangun di tengah malam, lalu belajar sebentar karena tidak bisa tidur lagi.
“Sepi sekali,” gumamnya sembari mengedarkan pandangan.
Langit yang sudah agak terang dan lampu di pinggir jalan yang masih menyala, menemani Kazuki di sepanjang perjalanannya bersepeda sendirian. Tidak ada perasaan takut sama sekali, justru Kazuki merasa sangat senang karena bisa menghirup udara segar lebih awal dari yang lain.
Saat sedang asyik bersenandung tanpa mendengarkan lagu, tiba-tiba telinganya menangkap suara jeritan laki-laki yang membuat Kazuki menghentikan laju sepedanya. Telinganya berusaha mendengarkan lagi suara itu, mencoba memastikan.
“Apa aku salah dengar, ya?” tanya Kazuki ke dirinya sendiri.
Namun, Kazuki menyangkal pikirannya sendiri. Dia merasa tidak salah dengar dan yakin kalau itu adalah suara jeritan laki-laki. Tidak mau berpikir terlalu lama, Kazuki pun menggenjot sepedanya kembali, berusaha mencari sumber suara.
Entah mengapa, pagi ini telinga Kazuki seolah begitu tajam. Suara rintihan dapat dia dengar, sehingga membuatnya khawatir, takut kalau orang itu membutuhkan pertolongan setelah diserang oleh penjahat.
Sesampainya di gang yang tidak terlalu sempit, Kazuki melihat seseorang yang tidak asing baginya. Perempuan dengan dandanan serba hitam bergaya gothic lolita, seperti tengah memeluk seorang laki-laki berjaket merah. Perempuan itu, yang tidak sengaja dia tabrak siang tadi, menoleh dengan mulut penuh darah.
Mata Kazuki sontak membulat dan teriakan meluncur dari mulutnya. Di bawah cahaya lampu, perempuan itu tersenyum sembari menjilat sisa darah di bibirnya. Kazuki yang ketakutan pun lantas memacu sepedanya dengan cepat.
“Tidak mungkin hantu muncul pagi-pagi! Aku pasti salah lihat!” Kazuki berusaha menyangkal apa yang ditangkap matanya. Akan tetapi, wujud perempuan itu begitu nyata, sehingga membuat Kazuki sulit kebingungan.
Memori Kazuki memutar kembali kejadian siang tadi saat dalam perjalanan menuju rumah Erol. Perempuan itu sangat nyentrik dengan gaya yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Rambut pirang, kulit pucat, telinga runcing, mata merah, gaun dan topi yang berenda, serta payung hitam yang melindunginya dari sinar matahari masih lekat di ingatan Kazuki. Perempuan itu juga tersenyum dengan bibir bergincu hitam saat Kazuki tidak sengaja menyenggolnya.
Aku yakin kalau perempuan itu adalah perempuan yang sama. Kazuki yang terlalu hanyut memikirkan perempuan itu pun lalai dan tidak memperhatikan jalan di depannya. Remnya sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi tabrakan tidak dapat dihindari.
Namun, ada yang aneh. Orang yang Kazuki tabrak sama sekali tidak terlempar atau terguling. Dia justru masih tegak berdiri, sementara Kazuki sendiri seperti terlempar dan melayang bersama sepedanya, lalu terjun mencium aspal.
Kejadiannya begitu cepat, sehingga otak Kazuki masih belum bisa mencerna sepenuhnya. Matanya berusaha terbuka dan melihat dengan samar seseorang yang tengah melangkah mendekatinya.
Apakah itu malaikat maut? Pikiran tersebut terlintas di benak Kazuki karena pakaian seseorang itu berwarna hitam, bak memakai gaun selutut.
Suara tawa kecil nan genit mengiringi langkah perempuan tersebut. Tangannya lalu meraih kepala Kazuki, kemudian menjambak rambut amber laki-laki itu sampai posisi wajah mereka sejajar.
“Aku suka bau darahmu,” ujar perempuan itu sembari menjilat bibirnya.
Luka dan darah yang terdapat di wajah Kazuki, seolah menggoda perempuan itu untuk membuatnya lebih parah. Tubuh Kazuki pun dilempar sampai terguling dan kepalanya membentur pagar beton di sekitar tempat tersebut. Darah segar mengalir dari kepala laki-laki malang itu. Sampai di sini, Kazuki sudah tidak sadarkan diri.
...***...
Suara dering telepon membangunkan Erol yang baru saja hendak masuk ke alam mimpi. Rupanya, panggilan di pagi-pagi buta itu berasal dari rekannya, yang mendadak membuat mata Erol segar kembali.
“Ada apa?” ujarnya serius.
Penjelasan dari seseorang yang meneleponnya itu sukses mengejutkan Erol. Bersama Dobermann, Erol dengan sigap pergi menuju tempat yang telah diinformasikan.
Di sisi lain, Kintarou yang berada di depan pagar rumah Kazuki, tampak kesal karena telepon darinya tidak kunjung diangkat oleh kawannya tersebut.
“Mimpinya pasti sangat indah sampai suara ponselnya tidak terdengar!” ujar Kintarou, ketus.
Tidak lama kemudian, ponselnya bergetar. Awalnya Kintarou pikir itu panggilan dari Kazuki, tetapi nyatanya dari Erol. Berita di pagi hari yang disampaikan oleh Erol, berhasil mengejutkan Kintarou dan membuatnya bergegas pergi dari rumah Kazuki bersama sepedanya.
Erol sendiri duduk di kursi tunggu tanpa ditemani oleh siapa pun. Ponselnya digenggam erat, rautnya terlihat seperti menahan emosi yang meronta ingin diluapkan.
Beberapa saat kemudian, Kintarou sampai di rumah sakit dengan napas terengah. Kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya yang berkeringat. “Bagaimana keadaan Kazuki?”
“Aku belum tahu,” sahut Erol seraya beranjak dari duduknya.
“Mengapa kau bisa ada di sini?! Apa yang sudah terjadi huh?!” Kekhawatiran Kintarou seketika berubah menjadi amarah.
“Temanku yang memberi tahu kalau Ishikawa-senpai mengalami kecelakaan dan membawanya kemari.” Erol kemudian memberikan jam tangan pintar milik Kazuki kepada Kintarou. “Kaus yang dikenakan Ishikawa-senpai adalah kaus dari klub kita, maka dari itu temanku menghubungiku.”
Kintarou mengusap jam tangan milik Kazuki yang terdapat retakan, tetapi masih bisa menyala. Tatapannya lalu dialihkan ke arah Erol yang juga menatapnya.
“Karena kau sudah ada di sini, aku akan pamit. Permisi.” Erol pun melangkah melewati Kintarou, tetapi laki-laki itu justru ditahan oleh sang senior.
“Kau pikir, kau bisa membodohiku, Tuan Serigala?” ucap Kintarou yang berhasil menegangkan tubuh Erol.
...***...
*Note:
² -senpai: sebutan untuk kakak kelas atau seseorang yang lebih senior di Jepang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments