Anna sedang bersantai di sofa dengan ditemani beberapa camilan yang barusan ia beli. Suasana begitu sunyi, gadis itu lama kelamaan menjadi takut sendirian.
"Kemana sih dia! Apa dia mencari ku tadi?" Anna menatap pintu yang tak kunjung dibuka. Matanya berpendar mengelilingi ruangan yang ia tempati sekarang.
Di sini ia bisa melihat beberapa benda koleksi milik suaminya. Lalu ia menangkap sebuah kotak kecil berwarna hitam. Benda itu diletakan begitu saja di atas meja. Rasa keingintahuannya semakin besar, ia memutuskan untuk berjalan mendekat.
"Kira-kira apa isinya?" tanyanya dalam hati.
Ia pikir untuk apa seorang pria memiliki kotak hitam seperti ini, ini mirip seperti benda untuk menaruh sesuatu seperti pernak pernik.
Saat Anna membuka benda kotak itu, ternyata isinya sebuah cincin dan juga selembar foto. Dua pasangan yang serasi tersenyum di dalam foto itu. Henry tampil gagah dengan jas hitamnya dan juga wanita cantik dengan gaun berwarna merah. Keduanya difoto seraya menampilkan jari manisnya yang terdapat cincin melingkar di sana.
"Pertunangan? Dia sudah bertunangan?"
Suara pintu terbuka bersamaan langkah kaki seseorang yang berjalan mendekat. Anna menolehkan kepalanya ke sumber suara. Benar saja ternyata suaminya yang datang. Henry melihat Anna sedang memegang sebuah benda yang sangat ia kenali.
"Kau sudah lancang!" Henry segera merebut benda itu. Anna terdiam melihat apa yang dilakukan suaminya tiba-tiba. "Siapa yang suruh kamu untuk buka-buka ini?" Henry terlihat kesal, ia menutup kembali benda kotak itu dan berjalan ke ruangan lain.
Anna sadar ia sudah lancang, tapi bukankah mereka sudah suami istri? Segalanya seharusnya milik bersama.
"Kamu sudah bertunangan, kenapa mau menikah denganku?" Anna menyusul suaminya yang ternyata berjalan ke kamarnya.
Henry tak menghiraukan istrinya yang kini berdiri di dekat pintu sambil menatapnya seksama. Ia memilih berbaring dan memejamkan matanya.
"Hey! Jawab!" Anna berjalan mendekat dan berdiri di sebelahnya sambil bertolak pinggang. "Jika ayah tahu kau sudah bertunangan, pasti ayah akan marah karna merasa dibohongi."
Henry membuka matanya, ia menatap istrinya yang ternyata sedari tadi tak mengalihkan tatapannya sedikit pun padanya.
"Apa kau yakin jika ayahmu tidak tahu aku sudah bertunangan?"
DEG.
Mulutnya terkatup, jika ayahnya sudah tahu berarti selama ini hanya Anna yang merasa dibohongi.
"Ayahku pasti tidak tahu! Kau penipu!" serunya.
"Dengar ya gadis kecil, ayahmu bahkan lebih tahu tentang diriku daripada dirimu. Jika kau tidak percaya, kau bisa tanyakan sendiri."
Tubuhnya merasa lemas mendengar pernyataan yang keluar dari suaminya.
"Lalu kenapa kau mau menikah denganku padahal kau sendiri sudah bertunangan dengan orang lain?"
Dadanya begitu sesak entah apa yang membuatnya seakan merasa sesakit ini. Sakit karna mengetahui suaminya sudah bertunangan atau sakit karna merasa ayahnya sengaja menutupi ini semua darinya.
"Apa kau lupa? Aku menerima perjodohan ini karena demi Zion," jawabnya.
"Lalu kapan kita akan berpisah?" tanyanya dengan suara lirih.
Matanya mulai memanas, apalagi melihat suaminya yang seakan tak merasa bersalah.
"Berpisah? Secepatnya kalau kau mau." Mendengar jawaban suaminya ia melangkahkan kakinya pergi. Terduduk lemas di atas sofa. Ia tak menyangka bahwa hari ini ia menemukan fakta besar. Mengingat kembali foto wanita cantik itu, ia merasa kalah saing. Wanita itu tampil anggun dan berkelas.
"Apa yang kau pikiran, Anna!" Ia menepis pikiran-pikiran yang membuatnya tambah merasa disakiti. Ia berusaha tidak peduli, lagipula mereka akan berpisah secepatnya sesuai perkataan Henry tadi.
.
.
.
Henry yang baru saja terlelap akhirnya terbangun karna mendengar suara berisik dari luar kamarnya. Ia menangkap suara tawa dari beberapa wanita. Merasa bingung karna suara itu sangat jelas tertangkap di telinganya. Awalnya ia pikir suara tawa itu berasal dari sebelah apartemennya, tapi sepertinya tidak.
Dengan rasa malasnya ia turun dari ranjang dan berusaha mencari sumber suara. Betapa kagetnya saat ia melihat istrinya sedang berkumpul dengan teman-temannya.
Melihat Henry yang tiba-tiba muncul, semuanya serempak menghentikan aktivitasnya. Mereka berlomba-lomba memandangi Henry yang begitu seksi di mata mereka. Kaos putih tipis membalut sempurna tubuhnya yang kekar.
Dalam hati teman-teman Anna mereka begitu memuja sang pangeran yang sudah beristri itu. Henry menatap Anna yang dengan santainya meneguk minuman berwarna dengan tatapan acuh.
"Apa-apaan ini?" Satu persatu ia menatap teman-teman Anna. Ia merasa terganggu dengan ini semua.
"Apa? Apa ada yang salah? Aku hanya mengundang teman-temanku untuk menemaniku di sini," jawab Anna santai.
"Saya mohon kalian semua pulang. Ini apartemen saya bukan apartemen Anna." Teman-teman Anna saling pandang. Tak ada yang bergerak sedikitpun atas perintah Henry. "Apa kalian tuli?" Suara Henry berubah tinggi. Anna berdiri dan menghalangi teman-temannya yang ingin pergi.
"Kau tidak boleh mengusir teman-temanku!" gertaknya.
"Apa kau juga mau aku usir sekarang?" Anna terdiam, tidak mau semuanya menjadi rumit akhirnya dia mengalah. Ia membiarkan teman-temannya untuk pulang.
"Anna, ternyata suamimu galak sekali," bisik Lysa.
Tak mau membuat Henry tambah marah, mereka meninggalkan apartemen dengan cepat.
Baru saja Anna merasakan bahagia karna kehadiran teman-temannya, kini semuanya lenyap sudah.
"Kau ini benar-benar lancang! Kau membawa semua teman-temanmu tanpa meminta ijin padaku. Ini apartemen ku bukan—"
"Iya bukan apartemenku! Tapi kalau bisa, aku juga bisa membeli apartemen jelek ini! Berapa? Berapa harganya?" tantangnya.
Henry berdecih, meremehkan keangkuhan Anna yang menurutnya tidak ada apa-apanya.
"Kau sanggup membelinya?"
"Sanggup!" jawabnya tegas.
"Baiklah, aku sepertinya juga sanggup membeli mu," ejeknya.
Mata Anna membola mendengar perkataan suaminya. "Dasar lelaki!" Ia mendorong tubuh suaminya, lalu beranjak pergi.
Anna mengelus dadanya pelan, ia harus bertahan bersamanya di apartemen ini untuk tiga hari ke depan. Menghadapi pria dewasa yang maunya menang sendiri.
"Hey! Buka! Kenapa lama sekali!" Henry sedari tadi menunggu Anna selesai mandi. Tapi istrinya lama sekali di dalam kamar mandi. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan.
KLEK.
Pintu kamar mandi terbuka, Anna sudah memakai piyama tidur. Tapi rambutnya masih setengah basah. Ia berjalan melewati suaminya begitu saja lalu keluar dari kamar.
Di atas meja sudah tersaji makanan yang barusan Henry pesan. Rasanya tidak napsu karna ia masih merasa kesal dengan suaminya. Baru satu suap, ia menutup kembali makanan itu.
Waktu terasa lama sekali, ia merasa malam ini berjalan sangat lambat. Sedari tadi masih saja menunjukkan pukul 9 malam. Anna juga tak merasakan kantuk sama sekali. Pikirannya kini mengarah pada orang tuanya. Ia rindu, merindukan kedua orang tuanya.
Baru saja selesai mandi, Henry tak melihat istrinya di kamar. Ia berjalan keluar mencari keberadaan Anna. Makanan yang ia pesan pun terlihat masih utuh. Langkahnya berhenti tatkala melihat Anna ketiduran di atas sofa dengan posisi duduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Aulia_ Zahra8944
berawal dari benci berujung jadi bucin 🤣🤣🤣 semangat Thor ngetik nyaa❤️❤️❤️
2022-10-17
2