Anna merasa berat, berasa ada benda berat yang menindihi tubuhnya. Ia perlahan mengerjab, lalu membuka sedikit demi sedikit kedua matanya. Di sebelahnya masih ada Naomi yang pulas tertidur. Lalu ia menangkap sebuah tangan besar melingkar di tubuhnya.
Wanita itu lantas menoleh ke belakang. Henry masih terpejam. Berarti semalaman ini mereka tidur bersama tanpa jarak. Pria itu berbohong saat mengatakan akan pindah posisi saat Naomi sudah terlelap.
Dengan kasar Anna menghempaskan tangan suaminya itu hingga membuat pria itu terbangun karna kaget. Keduanya saling tatap saat Henry sudah sadar sepenuhnya.
Tak mau membuat Naomi terbangun, Anna turun dari ranjang.
"Dasar pembohong!" serunya.
"Apa maksudmu?" Henry berusaha mengecilkan suaranya.
Tak mau menjawab, Anna hanya menghentakkan kakinya merasa kesal.
Suara ketokan pintu terdengar, Henry memilih membukanya.
"Naomi, apa sudah bangun, Kak?" Ternyata Jason, ia mencari putrinya.
Henry menunjuk gadis kecil yang masih meringkuk di atas ranjangnya. Jason menggelengkan kepalanya, putrinya ini memang susah sekali bangun pagi. Dengan kelembutan ia menggendong putri kecilnya. Tak berapa lama Alice menyusul suaminya.
"Maaf Kak Henry, kita merepotkan Kakak. Oh ya juga merepotkan Kak Anna," ucap Alice tak enak hati.
"Tidak apa-apa. Anna juga suka anak kecil," jawabnya asal.
"Kak Anna dimana, Kak?" tanya Jason.
"Ada di kamar mandi," jawabnya.
Sesuai permintaan ibunya, hari ini mereka akan berbulan madu ke tempat yang sudah dipilih oleh Jane. Henry menatap satu koper besar yang sudah siap di pojok kamarnya.
"Selamat bersenang-senang, sayang," ujar Jane seraya mengecup kening putranya. Dan tak lupa kepada Anna-istrinya.
Mereka akan ke bandara dan diantar oleh seorang sopir. Di dalam mobil Anna dan Henry tak saling tegur sapa. Henry juga masih bingung soal perkataan istrinya tadi pagi.
"Belok kanan saja, Pak," ucap Henry.
Anna merasa ini bukan jalan menuju bandara, ia langsung menolehkan kepalanya pada suaminya. "Kita mau lewat mana? Ini bukan jalan menuju bandara." Setelah sekian lama diam, Anna mulai mengeluarkan suaranya. Ia menatap suaminya yang kini menyunggingkan senyumannya, entah apa yang membuatnya seperti itu.
"Hey jawab!" Anna meninggikan suaranya.
"Kau mau ke bandara?" Bukannya menjawab, Henry malah bertanya.
"Bagaimana sih ini kenapa harus dipertanyakan? Bukankah ibu sudah memberikan tiket untuk kita? Lalu jika tidak ke bandara kita kesana mau pakai apa?" Kini Henry malah tertawa, seakan menertawakan ucapan istrinya.
Anna sangat kesal, ia memilih bersender dan menatap jalanan yang asing baginya.
Mobil akhirnya berhenti, Anna menegakkan tubuhnya dan melihat sebuah gedung tinggi. Ia pun heran karna Henry turun dari mobil.
Sang sopir sepertinya pun sudah paham, ia juga ikut turun dan mengambil koper di belakang. Sedangkan Anna masih kebingungan di dalam mobil.
"Ini dimana sih!" Tak mau ketinggalan jejak suaminya, ia buru-buru turun. "Pak, ini dimana?" Sang sopir pun menatap Anna dengan wajah datar.
"Ini apartemen tuan Henry, Nona," jawabnya.
Setelah mendapat jawaban, ia langsung berlari menyusul suaminya yang hampir mencapai lift.
"Tunggu!" teriaknya membuat Henry berhenti lalu menoleh ke belakang. "Kita tidak jadi berbulan madu?" tanyanya setelah mencapai pintu lift.
"Masuklah." Henry membuka lift dan mengajak istrinya untuk masuk. Kini Anna pun menurut, dalam hatinya ada perasaan senang jika tidak jadi berbulan madu. Tapi di sisi lain ia merasa sayang dengan tiket dan tempat yang sudah disiapkan ibu mertuanya. Juga ia merasa sangat bersalah jika sampai berbohong.
"Untuk 3 hari ke depan kita tinggal di sini saja," ucap Henry.
Tepat di depan pintu apartemen, Anna berhenti. Ia menatap ke bawah dengan perasaan tak menentu.
"Kau tidak mau masuk?" Henry melihat Anna yang sedari tadi diam. "Kau mau berbulan madu saja?" tanyanya kemudian.
"Apa semuanya tidak akan ketahuan jika kita ada di sini? Ibu tidak akan tahu kalau kita tidak benar-benar kesana?" Anna memang nakal, dulu dia sering sekali berbohong pada kedua orang tuanya. Tapi melihat ibu dari suaminya, ia seakan tidak begitu tega.
"Aku Henry, aku bisa melakukan apa pun yang aku mau," jawabnya penuh keangkuhan. "Kau mau berdiri di situ terus? Baiklah pintu akan aku tutup."
BRAAKKK.
Pintu berhasil ditutup, Henry menghempaskan tubuhnya di sofa. Helaan napasnya memenuhi ruangan. Pintu sudah ia tutup, tapi tak ada pergerakan sama sekali. Anna tak berusaha membuka pintunya. Padahal Henry hanya menggertaknya saja, pintu tidak ia kunci hanya ditutup.
"Dia benar-benar tak mau masuk?" Henry bertanya-tanya, dengan rasa malasnya ia kembali membuka pintu. "Dimana dia?" Henry celingukan mencari keberadaan istrinya. Anna tidak ada di tempatnya ia berdiri tadi. "Dasar gadis nakal!!!!" teriaknya kesal.
Anna pergi, tidak tahu kemana. Henry dengan kebingungan berusaha mencarinya. Dengan cepat ia menuju lantai bawah, barangkali Anna belum jauh pergi. Dan sayang sekali, ia tak mendapati Anna di sana. Lalu pikirannya menuju ke jalan raya, Anna pasti akan menaiki sebuah taxi kalau gadis itu benar-benar mau pergi.
Tak luput ia juga berusaha memanggilnya lewat telepon tapi tak kunjung diangkat. "Dia kemana? Apa dia mau pulang ke rumah dan mengadukan pada ibu?" Henry hampir pecah kepala, ia benar-benar tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran istrinya. Banyak sekali hal yang tidak ia pahami di setiap tuduhannya selama ini. Pernah menuduhnya mengadu pada ibunya dan juga tadi pagi ia mengatakan bahwa Henry pembohong. Sungguh tak masuk akal baginya.
Sebuah taxi ia berhentikan, kini tujuannya menuju ke rumah temannya waktu itu. Barangkali Anna kesana.
Saat masih di dalam perjalanan, ibunya menelpon. Henry tak berani mengangkatnya. Biarlah sampai panggilan itu mati sendiri. Henry akan mengabari ibunya jika kondisinya sudah stabil. Kini ia tidak tahu Anna pergi kemana. Yang ia takutkan Anna akan pulang ke rumahnya atau ke rumah orang tuanya.
"Bisa agak cepat tidak, Pak?" Henry sudah tak sabar ingin segera sampai di rumah temannya Anna. Ia harus memastikan segera Anna sekarang ada di mana.
"Jangan coba-coba membuatku marah! Cepat katakan kamu dimana!" Henry mengirimkan pesan untuk Anna. Dia benar-benar sudah diuji kesabarannya.
TING!
Tak berapa lama satu pesan masuk dari istrinya. Anna mengirimkan sebuah gambar. Henry dengan cepat membukanya, lalu ia membelalakkan matanya merasa tidak percaya.
TING!
"Aku sudah didalam apartemen mu. Kakak yang sekarang ada di mana? Aku tadi ke toilet sebentar yang ada di lantai bawah sekalian aku beli camilan di bawah."
"Anna!!!!!!!!!!!!" teriaknya dalam hati sambil memejamkan matanya merasa kesal sendiri.
Henry seperti orang bodoh yang sedang dipermainkan gadis remaja berumur 20 tahun. Wibawanya sebagai seorang pria dewasa seakan lenyap. Ia bertindak konyol dan sangat gegabah.
"Henry ingat! Kau ini harus lebih pintar darinya, jangan takut akan apa yang dilakukan gadis kecil itu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Uncle Mumble
nah... kena kali ini si Henry... 😂😂🤣
2023-10-22
0
Aulia_ Zahra8944
aduhhh pak Henry di kerjainn 🤣🤣🤣🤣
2022-10-17
3
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
😂😂😂 cape y Hen
2022-10-16
1