Disaat mereka sedang bertukar cerita, sosok Henry tiba-tiba datang menghentikan percakapan mereka berdua.
"Anna, ayah memanggil kamu," ucap Henry.
Alden menatap Henry lekat. Ia lalu tersenyum pada Henry, karna ia pikir pria yang datang itu adalah paman dari Brianna.
"Hallo Paman. Perkenalkan saya Alden, teman sekolah Brianna dulu." Alden berdiri seraya mengulurkan tangannya. Henry yang seketika dipanggil paman langsung menatapnya dengan tajam. Tak terima dengan sebutan paman untuk dirinya, ia langsung mengacungkan tangannya melayangkan protes.
Sedangkan Brianna langsung tertawa cekikikan. Alden seketika bingung melihat kedua ekspresi yang berbeda dari kedua orang tersebut.
"Kau tadi manggil saya apa? Paman? Saya bukan Paman mu!" protesnya dan Alden langsung terjingkat kaget karna suara Henry yang besar.
"Sudahlah, jangan dipermasalahkan. Alden, ini bukan Pamanku. Lain kali kita bisa bertemu lagi dan mengobrol banyak, aku mau menemui ayahku dulu." Anna kemudian pamit, ia juga tak lupa membawa Henry pergi dari sana. Walaupun pria itu masih belum puas memarahi Alden yang dengan beraninya memanggilnya paman.
"Apa aku terlihat sangat tua? Sehingga temanmu memanggilku dengan sebutan Paman?" Di sepanjang jalan Henry masih tidak terima, ia begitu kesal. Baru kali ini ada anak muda yang memanggilnya Paman.
Anna masih menahan tawanya, ia juga tak menyangka Alden bisa memanggilnya Paman. Padahal yang ia lihat Henry tidak begitu tua.
"Hmm, tidak. Mungkin karna Alden tahu aku anak tunggal, tidak mungkin kau ini dianggap kakak olehnya. Mungkin yang ada dipikirannya kau ini Pamanku," jelasnya.
Ucapan Brianna ada benarnya juga. Henry akhirnya diam setelah ia berusaha tenang tidak kebawa perasaan kesalnya lagi.
Di depan ruangan ayahnya, ia menatap Henry sekilas. Pria itu mengangguk, menyuruhnya untuk segera masuk.
Perlahan ia membuka pintu itu, terlihat ayahnya yang terbaring di ranjang putih. Ibunya setia menemani ayahnya yang sakit.
"Ayah ...." Ia begitu sedih melihat ayahnya yang terbaring lemah seperti ini. Dia menyesal telah membuat ayahnya seperti ini.
"Anna ... putriku. Kemari lah." Abraham begitu menyayangi putrinya. Apalagi yang ia punya selain dirinya. Bertahun-tahun mereka menikah dan sulit sekali mendapatkan keturunan, baru lah di usia pernikahan mereka yang menginjak 10 tahun mereka baru diberi momongan. Begitu banyak kisah sulit yang dilewati sebelum lahirnya Brianna.
Kali ini Brianna tak membantah setiap kata yang terucap dari bibir pucat ayahnya. Ia mengangguk patuh atas permintaan ayahnya. Tak ada penolakan yang keluar dari mulutnya. Anna menyanggupi permintaan ayahnya untuk segera menikah dengan Henry.
***
Masih terbayang jelas kemeriahan pesta yang digelar tadi. Anna masih memakai gaun putih panjang dan terduduk di sebuah kursi depan meja rias. Ia menatap wajah cantiknya di depan cermin. Hari ini dia tampak berbeda. Polesan make up yang tebal membuat wajah polosnya tertutup.
Bunyi derit pintu kamar yang terbuka membuatnya menoleh. Henry yang gagah dengan setelan jas berwarna putih bersih masuk ke dalam kamar. Wajah lelahnya tak bisa dibohongi.
"Ahhh lelahnya," keluhnya. Ia berbaring di atas ranjang dengan posisi terlentang. Napasnya tersengal-sengal serasa habis lari maraton. "Kamu tidak mandi?" Ia melirik Anna yang diam-diam memperhatikannya lewat ekor matanya.
Anna langsung bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam sana dia terpaku dalam keheningan. Tapi hatinya berdegup kencang mengingat dirinya yang sudah menikah.
"Anna, tenang lah. Ini bukan pernikahan sungguhan. Ingat perjanjian itu. Dia takkan menyentuhmu dan tetap memberikan kebebasan untukmu."
Tapi tiba-tiba ucapan dari ibunya terbayang-bayang dalam ingatan.
"Anna, nanti jika kamu sudah menikah. Layani suamimu dengan baik, jika dia meminta janganlah menolak. Jika dia memerintah segera laksanakan. Dan jika dia melarang akan suatu hal, jangan coba-coba melanggarnya. Dia suamimu, kau harus patuh dengannya. Persiapkan diri di malam pertamamu, berikan kesan terbaik."
Ia bergidik ngeri. Tak mau menghiraukan perkataan ibunya kala itu. Semua itu takkan terjadi, dia akan tetap menjadi Brianna. Brianna si gadis nakal.
Sudah terlalu lama Anna berdiam diri di dalam kamar mandi. Ia ingin segera membersihkan tubuhnya dari keringat yang menempel seharian ini.
"Ah sial!" Anna merasa kesulitan melepaskan gaun putihnya. Resleting yang terletak di belakang menyulitkannya untuk membukanya sendiri. "Ayo dong terbuka!" Tangannya sampai pegal berusaha menurunkan resletingnya. Dan akhirnya ia menyerah.
KLEK!
Ia membuka pintu kamar mandi dan tak disangka Henry sedang melepaskan kemejanya. Terpampang jelas badannya yang kekar dan ototnya yang terbentuk. Henry menoleh saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. Tapi ia terkejut karna melihat Anna masih lengkap memakai gaunnya.
"Kau belum mandi?" tanyanya dengan heran.
"Hm, belum. Aku kesulitan membuka gaun ini," ucapnya seraya menunduk malu.
Henry berjalan mendekat, kini bagian atas tubuhnya sudah tak tertutup apa pun. Ia berjalan dengan bertelanjang dada dengan masih memakai celana panjangnya.
"Berbalik!" Henry menyuruhnya berbalik.
Resleting gaunnya sudah turun sedikit, ia berusaha menurunkannya hingga batas akhir. Terlihat punggungnya yang putih bersih. Seketika naluri kelakiannya bangkit.
Setelah ia rasa resletingnya sudah turun hingga akhir, Anna langsung masuk kembali ke kamar mandi. Bahkan ia lupa mengucapkan terima kasih.
Henry dengan cepat mengusir pikiran kotor itu. Ia tak mungkin lupa dengan perjanjian yang ia katakan pada waktu itu.
Cukup lama Henry menunggu Anna selesai mandi, hingga ia tertidur. Saat Anna keluar, ia mendapati suaminya yang sudah terlelap dengan posisi tidur tak beraturan. Tubuh indahnya terpampang jelas, lekuk ototnya terlihat seksi.
Tapi Anna bersyukur melihat Henry yang tertidur, ia yang saat ini hanya mengenakan handuk segera membuka lemari untuk mencari pakaiannya. Tapi tak ia temukan apa pun di dalam sana. Lemarinya kosong, hanya ada selimut di sana. Ia kebingungan mencari baju ganti. Karna ini kamar hotel, bukan kamarnya sendiri.
"Ibu tidak menaruh pakaianku di sini?" Anna kebingungan, ia harus ganti dengan baju apa. Ia kira ada satu setelan baju disini, ia kira ibunya sudah mempersiapkannya.
Matanya menangkap sebuah paper bag kecil yang terletak di sudut kamar. Ia berjalan dan mengambil paper bag itu. Berharap di dalam paper bag itu ada sebuah baju.
Dengan rasa penasaran, ia membukanya. Dan betapa terkejutnya akan isi di dalamnya. Ternyata sebuah lingerie berwarna hitam yang tipis. Dengan belahan dada rendah dan belahan paha sampai ke atas.
"Aku harus memakai ini?" Ia menggelengkan kepalanya kuat, tidak mau jika harus memakai baju panas ini.
Henry terbangun, ia mengerjab dan samar-samar melihat Anna yang saat ini sedang membelakanginya. Melihatnya yang hanya mengenakan handuk, naluri kelakiannya terpancing lagi.
"Sial, kenapa dia hanya memakai handuk!"
Ia bangkit dan berjalan mendekat, lalu menepuk pundaknya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Anonymous
Duch ikut degsegan🤣🤣🤣
2023-07-07
0
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Ayo Henry pegang janjimu 😁😁😁
2022-10-03
1