Rumah Mertua

Setibanya di halaman rumah, tampak wanita paruh baya serta wanita yang masih tampak muda turun dari mobil.

“Nyonya, ada yang bisa di bantu?” Muncul sang pelayan dengan membungkuk sedikit kala berhadapan dengan sang majikan.

“Selamat datang, Tuan…” sapa wanita yang menjadi pengurus rumah di sana. Ia tersenyum pada sosok Arex.

“Terimaka…” Arex yang senang mendapat sambutan dari pelayan itu mendadak menghentikan ucapannya saat sang mertua bersuara lantang.

“Bi, sudah masuk sana. Bawa tas saya, dia itu tidak perlu di sambut. Dia sama sepertimu, Bi. Bukan Tuan atau pun tamu di sini.” Ketus Sari melenggan bersama Bimala.

Mau tak mau pelayan itu mengikuti perintah sang majikan. Rasanya sungguh tidak enak saat melihat sikap majikannya pada pria yang jelas ia tahu adalah menantunya dari majikan tersebut.

Arex hanya menatap kepergian istri dan mertuanya dengan tatapan hampa. Disana adalah wanita yang ia sukai dan begitu ia cintai.

“Aku akan lihat berapa lama kamu bertahan dengan sifat mu itu, Bimala.” batin Arex dengan wajah penuh misteriusnya.

Kini sang pelayan pun mengangguk dengan perasaan bersalah. “Tidak apa-apa, Bi. Terimakasih sebelumnya.” sahut Arex dengan nada suara yang terdengar sabar sekali.

Pria itu pun melangkah masuk tanpa ada yang menyambut dan mempersilahkan. Langkah lebar itu terhenti saat menatap rumah yang hanya berlantai dua dan ukuran tidak begitu besar di mata pria itu.

“Mari, Tuan. Kamar Nona Mala di atas.” Arex melangkah mengikuti pelayan.

Keduanya berjalan menaiki tangga yang lebar. Keadaan rumah memang sangatlah sepi. Karena saat ini sang ayah mertua berada di rumah sakit. Sesuai permohonan sang ayah, untuk meminta penghulu menjadi wali nikah sebelum ia benar-benar tidak sadarkan diri di rumah sakit.

“Heh, mau kemana kamu?” Lantang suara teriakan Sari, sang ibu mertua menghentikan langkah Arex yang ingin masuk ke kamar istrinya.

“Maaf, Nyonya. Tuan saya mau antar ke kamar Nona Mala. Kan beliau…”

Mata Sari membulat penuh. “Enak saja, kamu pikir setelah menikah kalian bisa tidur sekamar? Tidak. Hubungan kalian cukup pernikahan. Tidak ada suami istri di dalamnya. Bimala!” Makinya pada Arex lalu setelahnya Sari pun memanggil sang anak yang sudah berada di kamar mandi.

Tak lama muncullah suara Bimala dari dalam kamar. Pintu sudah terbuka sejak tadi.

“Ada apa, Bu? Kenapa teriak-teriak?” tanya wanita itu bingung.

Matanya berpindah pada sosok tampan dengan tas ransel di punggungnya. Bimala sontak memutarkan kedua bola matanya jengah.

“Kamu tidur di bawah sana. Satu lagi, selama Ayah di rumah sakit.” ujar Mala tegas.

Arex tak bersuara, pria itu memilih menuruni tangga. Wajah tampannya tampak sangat tenang. Sedangkan Bimala bertatapan dengan sang ibu.

“Bi, awasi pria itu. Saya tidak mau dia berbuat sesuka hati di rumah saya. Heh menyusahkan saja. Ayah ada-ada saja permintaannya.” gerutu Sari yang kembali memasuki kamarnya.

Begitu pula dengan Bimala yang menutup pintu kamarnya.

Di lantai bawah, pelayan bernama Lala biasa di panggil Bi Lala sudah menyusul Arex. Perasaannya sungguh miris melihat perlakuan majikan pada pria yang sudah seharusnya menjadi keluarga mereka justru di perlakukan semenyedihkan itu.

“Bi, dimana kamarnya?” tanya Arex datar.

“Tuan, maafkan Bibi.” Bi Lala menunduk dan membuka salah satu kamar pelayan yang kosong di lantai bawah tepatnya arah ke bagian dapur.

“Bi, saya hanya taruh tas saja. Saya harus ke bengkel setelah ini. Mungkin saya pulang agak malam. Tolong sampaikan pada Mala yah, Bi?” ucap Arex lalu pergi dari rumah tersebut dengan menggunakan ojek yang baru ia pesan.

Hari itu adalah hari minggu, dimana Mala memutuskan untuk bersantai setelah hari pernikahannya berlangsung. Kamar yang di desain bernuansa soft pink itu ternyata membuatnya bosan karena memang keadaan hatinya benar-benar suntuk.

“Kenapa memuakkan begini sih? Kayaknya butuh yang segar-segar deh…” tuturnya membayangkan ice cream yang terkenal dengan perpaduan buah dan berbagai macam toping di salah satu restoran.

Merasa semangat untuk keluar, perempuan itu menghubugi teman-temannya melalui group chat.

“Cus yuk…” Mala.

“Kemana?” Leni, teman Mala.

“Iya, kemana, Mal?” tanya Rosa.

Seperti biasa, tanpa bisa di bantah Mala menjawab. “Sudahlah bawel pada. Siap-siap, bentar lagi jemput kalian.” Begitulah isi pesan dari Mala.

Rosa, Leni, Nara, dan juga Wanda hanya bisa menurut meskipun mereka kurang puas dengan jawaban sang sahabat.

Penampilan serta isi dompet kini menemani perjalanan Mala menjemput satu persatu sahabatnya.

Seperti biasa, mereka akan selalu tertawa riang ketika sudah berkumpul menjadi satu. Tak perduli, di kafe atau pun di mobil. Suasana tetap sama bagi mereka.

Tawa dan gerakan tubuh kala itu membuat mereka lupa jika keadaan jalan sepi bisa saja menjadi hal membahayakan.

“Mala! Awas!!!” Teriak Wanda yang baru menoleh ke arah depan.

Semua mata mereka menatap ke depan dengan sangat terkejut.

“Aaaaaaaa!!” Teriakan memekakkan telinga pun mengiringi mobil yang bergerak cepat menabrak seorang pengendara motor.

“Mal, kamu baik-baik aja?” tanya Nara.

“Nar, napasku sesak. Kalian aman? Siapa yang berdarah?” jawab Mala lemah karena masih syok.

Semuanya yang berada di dalam mobil saling memeriksa keadaan, hingga mereka mendengar suara ketukan di jendela mobil.

“Hei, keluar kalian!!” Teriak salah seorang yang memegangi tangannya. Di sana ada noda merah menetes di lengan baju. Dan Mela sangat gugup.

Perlahan, tangannya membuka pintu mobil. “Saya tidak sengaja, Pak.” tutur Bimala merendahkan suaranya. Karena memang ia yang salah.

“Kamu tanggung jawab. Lihat motor saya rusak. Tangan dan kaki saya luka. Kalian ini kalau tidak bisa membawa mobil, jangan bawa mobil. Bahaya!” Omel pria paruh baya berperut buncit itu.

“Maaf, Pak. Saya minta maaf.” Mala memohon.

Semua teman-teman Mala pun turun dari mobil. “Ada apa, Mal?” tanya mereka.

“Pokoknya kalian harus tanggung jawab.” sentak pria itu.

“Berapa? Saya akan bayar. Tapi Bapak tunggu di sini. Uang cash saya nggak banyak. Saya harus ke atm dulu. Atau Bapak mau saya transfer saja?” tawar Mala pada akhirnya enggan memilih ribet.

“Enak saja, transfer transfer. Ini…kalian semua dorong motor saya. Biar kalian tahu rasanya susah. Jangan menyelesaikan sesuatu dengan uang saja taunya.” gerutu Bapak tersebut membuat semua wanita cantik dan modis itu tercengang.

“Dorong?” Serempat mereka bersuara.

“Iya, dorong. Kalian dorong sampe dimana kalian menemukan bengkel. Saya mau kalian bawa motor ini dan perbaiki tanpa cacat. Kalau tidak, saya akan lapor polisi kalian semua!” ancam pria itu dengan tegas.

Bimala benar-benar. Ia menjambak rambutnya frustasi. “Ya Tuhan…ini hari kenapa sial banget sih? Udah nikah tanpa rasain ranjang panas. Malah nabara dan sekarang harus dorong motor. Argh!!” batinnya mengumpat nasib yang menimpa dirinya hari itu.

Keempat temannya bertanya pada Mala. “Mal, ini gimana? Yang bener aja kita dorong motor? Mana di sini jalur sepi lagi. Emang ada bengkel apa?” tanya Nara.

“Iya, Mal. Duh high heels aku masih baru. Bisa patah nih buat dorong motor. Lihat, jalanan di sana tanjakan.” keluh Wanda yang membayangkan berjalan kaki mendorong motor rusak serta kakinya dengan hihg hels yang tingginya 9 cm.

“Oke, kita dorong. Yuk.” putus Mala mantap.

Setidaknya, lebih cepat akan lebih bagus. Mereka harus melewati kesialan hari ini dengan kuat dan semangat yang tinggi. Setelahnya, mereka bisa menikmati ice cream sesuai tujuan mereka. Tidak, lebih tepatnya tujuan Mala sepihak.

Terpopuler

Comments

Misbah Istichori

Misbah Istichori

Arex apa Arka niy Thorrr nama nya?

2022-10-15

1

Jeon Ratih Karyana Rayana

Jeon Ratih Karyana Rayana

kayanya suruh arex dh c bapa itu, hahaha rasain bimala 😂😂

2022-09-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!