"Sudah ah, aku mau siap-siap buatin makan siang dulu."
Si bibi terkikik geli saat kutinggal sendirian. Ada-ada saja si bibi. Mana mungkin om Jacky mau mendapatkan menantu sepertiku. Kalaupun mau, apa Billy mau? Pria setampan Billy pasti pilihannya sangat berkelas. Sementara aku ....
Kenapa aku malah memikirkan itu. Ingat Zuri, kau harus fokus kerja. Aku harus menikmati masa-masa ini sebelum menggantikan mama. Aku harus menjadi orang yang hebat dari mama. Aku harus membuktikan kepada papa jahat itu, bahwa tanpa dirinya aku bisa kaya raya. Kalau bisa lebih kaya dari om Jacky.
***
Karena bibi masih membersihkan area dapur, aku menyempatkan waktu untuk menulis jadwal menu sarapan, makan siang dan malam selama sebulan. Aku bersyukur memiliki hobi memasak sebelum bertemu om Jacky. Seandainya aku tidak tahu memasak, pasti aku akan ditolak dan harus mencari pekerjaan yang lain.
"Non, Anda ingin dibuatkan minuman?"
Suara bibi mengejutkan. Saat ini aku berada di ruang tengah sambil terus mencatat. "Tidak usah Bi, terima kasih. Oh iya, hari ini aku akan membuat puding mangga sebagai pencuci mulut. Kira-kira tuan Jacky akan suka apa tidak, ya?"
"Puding mangga? Itu menu favoritnya tuan Jacky, Non."
"Benarkah?"
"Iya, Non. Dulu yang sering membuat puding mangga adalah nyonya Lisa. Tapi semenjak mantan pacar tuan pergi, sejak saat itu tuan tidak mau lagi memakan puding mangga."
"Kenapa?"
"Tidak tahu, Non. Setiap kali nyonya Lisa ke sini membawa puding mangga, puding itu pasti tidak akan dimakan oleh tuan Jacky. Putus asa karena buatannya selalu diabaikan oleh beliau, nyonya Lisa akhirnya berhenti membuat puding mangga dan akan membuatnya sekalipun tuan Jacky yang memintanya."
"Sudah berapa lama beliau tidak menyentuh menu itu lagi, Bi?"
"Sudah lama, Non. Pokoknya sejak lamaran itu gagal tuan Jacky tidak pernah meminta dibuatkan puding lagi."
"Apa mungkin ada kenangan di antara mereka dengan puding itu? Aku jadi takut membuatnya, Bi."
"Tidak apa-apa. Nona Zuri buatkan saja pudingnya. Jika tuan Jacky masih tidak menyentuhnya, itu berarti ada hubungannya puding itu dengan mantan pacar tuan Jacky."
"Tapi kalau aku dipecat, bagaimana?"
"Tidak mungkin hanya karena pusing tuan Jacky akan memecat Nona. Justru ini kesempatan kita untuk mencari tahu alasan tuan Jacky tidak mau lagi memakan puding mangga."
"Aku tidak yakin beliau akan menceritakannya padaku."
"Setidaknya Nona sudah berusaha. Tuan Jacky orangnya sangat tertutup. Siapa tahu dengan Nona beliau mau terbuka untuk hal itu."
"Mana mungkin Bi, aku hanya anak kecil di mata beliau."
"Tidak ada salahnya mencoba, Sayang. Lagipula sudah puluhan tahun beliau tidak merasakan puding mangga lagi. Siapa tahu hari ini beliau sudah berubah dan mau mencobanya."
"Baiklah, aku akan membuatkan yang enak untuk tuan Jacky, tuan Billy dan juga Bibi."
"Kalau begitu ayo, nanti bibi bantu."
Aku dan bibi akhirnya berpacu dengan waktu. Aku membantu pekerjaan bibi, bibi juga membantu pekerjaanku. Begitu selesai kami berdua langsung mengeksekusi bahan-bahan untuk menu makan siang. Bibi mengaduk puding yang sudah diracuk, sedangkan aku membuat menu utama yaitu ayam bakar iloni. Karena menunya harus menggunakan santan, aku memakai dua buah kepala asli yang usianya cukup tua. Kata mama semakin tua umur buah kelapa sarinya akan semakin manis.
"Non, baunya harum sekali. Bibi jadi lapar."
Aku tertawa. "Bibi nanti temani aku makan, ya? Kalau ada Bibi pasti tuan Jacky tidak akan mengajakku makan bersama seperti tadi saat sarapan."
"Tidak apa-apa, Non. Tuan Jacky memang seperti itu orangnya."
"Aku tidak enak hati, Bi. Pokoknya nanti aku akan bagiin menu ini menjadi dua. Satu untuk tuan Jacky dan tuan Billy, satu lagi untuk aku dan Bibi. Kita makan di atap saja Bi, biar bisa kena angin segar."
"Itu ide bagus, Non. Bibi jadi tidak sabar ingin mencicipi ayam bakar buatan Nona Zuri. Seumur hidup baru kali ini bibi tahu resep seperti ini."
"Kalau Bibi penasaran, nanti aku kasih tahu resepnya ke Bibi."
"Oke."
Kami pun terus melakukan kegiatan di dapur sampai akhirnya selesai. Bibi membersihkan dapur dan bekas peralatan masak, sedangkan aku menyiapkan semua menu itu di ruang makan. Sebelumnya om Jacky sudah memberikan jadwal untukku. Sarapan di atur pukul 07.00. Makan siang pukul 12.00, sedangkan makan malam di atur pukul 19.00. Jadi ada atau tidak, setidaknya aku sudah melakukan tugas sesuai jadwal yang berlaku.
"Bi, semuanya sudah selesai. Kalau tuan Jacky datang dan menanyakanku, bilang saja aku sedang mandi. Tubuhku bau asap, aku mau mandi dulu."
"Iya, Non. Terima kasih ya untuk ayamnya. Ini benar-benar enak, Non. Bibi yakin tuan Jacky pasti akan lahap memakannya."
Tugas bibi sebenarnya hanya dua jam membersihkan apartemen. Tapi karena ada aku, waktu bibi akhirnya terbuang cukup banyak. Biasanya sehabis bersih-bersih bibi akan pulang dengan tangan kosong. Namun sekarang bibi pulang sambil membawa beberapa potong ayam bakar untuk dimakan bersama suami tercintanya. Rencana kami untuk makan di atap gagal, karena waktu bibi sangat singkat. Jadi begitu selesai memasak, bibi lah orang pertama yang mencicipinya.
Tepat di saat aku habis mandi tiba-tiba bel tempatku berbunyi. Aku melirik jam dinding sudah menunjukkan pukul satu siang. Itu artinya Billy dan papanya sudah selesai makan dan orang di balik pintu itu pasti Billy. Dengan tubuh terbalut jubah mandi dan handuk di kepala aku membuka pintu.
Clek!
"Ka ...," Mulut Billy seketika membeku saat menatapku, "Kamu sedang mandi? Apa aku mengganggumu?"
"Tidak apa-apa, aku sudah selesai. Maaf, jika penampilanku tidak sopan," kataku sambil tersenyum. Karena takut Billy akan marah jika lama membuka pintu, aku bahkan sudah tidak peduli dengan penampilan yang memalukan ini.
Ekspresi Billy kembali datar. "Papa menunggumu di ruang makan. Dia mau makan kalau kamu juga ikut makan."
"Apa?! Jadi sejak tadia om Jacky belum makan?"
"Kami baru tiba, Zuri. Melihatmu tidak ada di sana, papa menyuruhku ke sini untuk mengajakmu."
"Ya ampun, aku pikir kamu ke sini untuk pamit ke kantor lagi. Kalau tahu kalian akan datang terlambat, seharusnya aku menyajikan makannya setelah kalian tiba. Makanannya pasti sudah dingin."
"Tidak usah khawatir. Kan papa sendiri yang memberimu jadwal. Cepat sana pakai bajumu, aku sudah tak tahan lagi ingin mencicipi ayam bakarmu yang menggiurkan itu."
"Kau sudah melihatnya?" tanyaku sambil tertawa.
"Sudah. Dari baunya saja sudah enak, apalagi rasanya."
"Terima kasih. Baiklah, aku ganti baju dulu lalu ke sana."
"Sekarang saja, aku akan menunggumu di sini."
Tak mau Billy menunggu aku segera ke kamar untuk mencari pakaian. Karena aku suka memakai mini dress jika berada di rumah, aku menarik satu dari belasan yang warna hitam itu lalu dipasangkan ke tubuhku yang mulus. Tak perlu polesan, hanya lotion dan menyisir rambut akhirnya aku selesai dan menemui Billy.
"Maaf membuatmu menunggu lama."
"Ayo," kata Billy seraya bangkit dari sofa.
Aku pun mengekor di belakang pria tinggi itu hingga memasuki apartemen mereka. "Oh iya, menu malam nanti kalian ingin makan apa?"
"Apa saja. Aku dan papa bukan tipekal orang yang pemilih soal makanan. Yang penting enak, pasti semuanya akan lolos ke dalam perut."
"Baiklah."
Aku dan Billy terus berbicara sampai akhirnya kami berdua terpaku begitu langkah kaki memasuki ruang makan.
Bersambung____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments