Setelah berpamitan pada om Jacky, aku dan Billy segera keluar melewati Anggie yang kini menatapku sinis. Ada rasa penasaran sekaligus marah saat matanya menatap ke arahku. Tak mau terkesan sombong karena berjalan dengan anak pemilik perusahan, aku menunduk hormat, tersenyum lalu pamit kepada Anggie. Walaupun membalasnya, tapi aku yakin bahwa ada rasa iri dalam dirinya begitu melihat Billy berjalan bersamaku.
Tidak hanya Anggie, beberapa karyawan juga terkejut ketika melihat diriku bersama Billy. Terlebih posisi kami berjalan yang sejajar, membuat mereka semua hendak bertanya-tanya. Betty melihat kami, wanita itu berdiri sambil tersenyum lebar. Ingin rasanya aku berbagi cerita, tapi bersama Billy membuat aku enggan melakukannya. Aku pun memberi kode untuk menelepon. Betty mengancungkan jempol dengan ekspresi yang masih sama. Sepertinya hanya Betty yang menerimaku dengan baik di perusahan ini selain pemilik dan anak si pemilik.
Tiba di parkiran Billy mengajakku naik ke mobil sport hitam miliknya. Billy duduk di bangku kemudi, sedangkan aku di sampingnya. Terkejut sih tidak, karena sudah biasa melihat teman-temanku membawa mobil mewah seperti itu ketika pergi ke kampus. Aku sendiri juga sering menaiki mobil berlogo kuda itu. Bahkan terakhir kali mengendarai mobil seperti itu mengakibatkan tulangku patah.
"Kita ke apartemen saja dulu, ya? Setelah itu kita cari apa saja kebutuhanmu. Soal mobil papa sudah memesan satu unit mobil seperti ini untukmu. Jadi begitu urusan apartemen selesai, kita tinggal ke sana untuk mengambilnya."
"Terserah," jawabku santai. Aku melihat Billy tersenyum. Ya Tuhan, apakah ayah dan anak ini memang selalu murah senyum? Atau memang harus begini kah menjadi seorang pimpinan agar bisa bersosialisasi dengan bawahan mereka?
"Kamu tinggal di mana?"
Pertanyaan Billy mengejutkanku. "Aku dari luar kota. Di sini aku tinggal bersama kakek."
"Apa kakekmu tidak akan keberatan jika kamu pindah ke apartemen nanti?"
"Tidak. Masalah itu memang sudah didiskusikan terlebih dahulu sebelum aku ke sini dengan mamaku, bila mana aku akan tinggal di apartemen di dekat tempatku bekerja."
"Berarti sekarang kamu tidak perlu mencari apartemen lagi."
Kulihat senyum tulus Billy dari samping wajahnya. Walaupun sedang fokus menyetir, tapi ekspresi dan pikirannya tak luput dari pembicaraan kami. "Boleh aku bertanya?"
"Tentu."
"Apa ibumu tidak akan keberatan jika ada wanita muda sepertiku menjadi asisten papamu? Apalagi aku ditugaskan untuk mengurus makanan papamu."
"Kamu tidak usah khawatir. Selama ada aku dan papa di belakangku, mama tidak akan macam-macam."
"Bu-bukan itu maksudku ... Eh, maksudku apa mamamu tidak akan mengira aku ada main dengan papamu?"
Billy tertawa kemudian menatapku. "Memangnya kamu ingin itu terjadi?"
"Tentu saja tidak. Aku benci laki-laki, dan aku tidak akan pernah menjalin kasih dengan laki-laki."
"Kalau tidak dengan laki-laki, berarti dengan perempuan?"
Buk!
Tanganku refleks memukul lengan Billy. "Kamu ini. Tentu saja tidak."
Sejenak suasana menjadi ramai. Bukannya marah Billy malah tertawa terbahak-bahak. "Kenapa kamu benci laki-laki, apa kamu pernah tersakiti?"
"Iya, tapi bukan pacar."
"Siapa?" tanya Billy sambil melirikku.
Sebenarnya aku tidak ingin menceritakan masalah ini kepada siapa-siapa. Biar bagaimanapun ini masakah pribadi dan aku tidak ingin ada yang tahu. Namun aku merasa Billy adalah orang baik, yang bisa dipercaya. Aku yakin pria ini pasti bisa menjaga rahasiaku dengan baik.
"Papa meninggalkan mama saat mengandungku berapa minggu. Alasannya demi wanita lain."
Ekspresi Billy berubah sedih. "Maaf, itu pasti sangat menyakitkan."
Aku hanya tersenyum. "Sebenarnya aku memang sangat membenci laki-laki. Namun bukan berarti aku tidak bisa bersosialisasi dengan kalian, kan?"
"Itu benar. Berarti kamu tidak pernah berpacaran?"
"Tidak."
"Terkadang apa yang terjadi di kehidupan kita akan berdampak ke masa depan. Tidak hanya kamu, aku juga melakukan hal yang sama karena kekecewaanku terhadap mamaku."
Pantasan saja pria ini sama sekali tidak keberatan gadis muda sepertiku menjadi asisten papanya. Tunggu, tunggu ... Billy tidak bermaksud mencarikan istri baru untuk papanya, kan? Oh, tidak. Kalaupun demikian aku bukan lah wanita yang pantas untuk om Jacky. Aku tidak pantas menjadi ibu sambung Billy.
"Karena kita mengalami hal yang sama, aku rasa tidak ada salahnya menceritakan masalah ini padamu."
Aku tersenyum. "Aku tidak akan memaksamu menceritakannya. Tapi jika kamu percaya, aku berjanji akan menjaga rahasia ini dengan baik."
Kulihat Billy menarik napas panjang. Beban dalam diri sepertinya sangat berat. Apa mungkin selama ini Billy tidak menemukan teman untuk berbagi? Ya, bisa dikatakan demikian. Selama ini aku juga tidak pernah berbagi hal tersebut dengan siapapun. Bergaul dengan lingkungan tidak sehat membuatku tidak memiliki sahabat. Aku memendam beban ini selama puluhan tahun. Begitu juga mungkin dengan Billy. Dan sekarang Tuhan telah mengirimku kepadanya untuk menjadi teman berbagi.
"Aku tidak tahu mama selingkuh atau tidak. Tapi dari gerak-geriknya aku yakin dia selingkuh di belakang papa."
"Apa? Lelaki sebaik, sekaya dan setampan om Jacky di duakan? Apa mamamu itu waras?"
Billy tertawa. "Itu dia yang membuatku tak percaya. Selama ini mama sering keluar dengan alasan tidak jelas. Pernah satu waktu aku mengikutinya. Aku melihat mama keluar dari hotel bersama laki-laki lain. Melihat itu tentu saja membuatku marah. Aku mendekati mereka dan meminta penjelasan. Tapi kata mama lelaki itu rekan bisnisnya."
"Bisnis ... Mamamu punya bisnis juga?"
"Tidak. Itu hanya alasan dia saja, agar aku tidak memukul laki-laki itu."
"Apa laki-laki itu lebih tampan dari papamu?"
"Jangankan tampan, penampilan dan usia papa jauh lebih muda darinya."
"Benarkah? Lalu apa yang disukai mamamu dari laki-laki itu?"
"Entalah, yang jelas hubungan mereka sudah terjadi sejak lama. Satu waktu aku menyuruh orang mengikuti mama. Mereka melihat mama memberikan uang kepada laki-laki itu. Aku rasa mama telah di manfaatkan olehnya sampai-sampai aku berani membongkar masalah itu ke papa. Papa bukannya tidak peduli dengan hal itu, tapi papa ingin mama mengakui kesalahannya sendiri. Namun seiring berjalannya waktu mama malah semakin melakukan hal-hal yang dia inginkan dan melebihi batas. Papa marah dan memutuskan tinggal di apartemen."
"Seandainya itu tejadi kepada orang lain, mungkin mereka sudah membunuh laki-laki itu atau menceraikan mamamu."
"Papa orang yang berwibawa. Baginya memukul atau meladeni laki-laki tak berguna itu hanya akan mengotori tangannya. Papa lebih baik menghindar. Jika bukan karena aku dan keluarga, mungkin papa sudah memilih pisah dengan mama."
Aku tak bisa berkomentar banyak soal itu. "Apa sampai sekarang mamamu masih berhubungan dengan laki-laki itu?"
"Iya, bahkan mama membelikan rumah dan mobil mewah untuk laki-laki itu."
"Benarkah? Enak sekali hidupnya itu."
"Papa tidak bisa berbuat apa-apa. Jatah satu perusahan jatuh ke tangan mama. Jadi apapun yang ingin mama lakukan dengan uang itu tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun kecuali kakek buyut."
Bersambung____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
💞 RAP💞
hadeuh om jacky kasian jg ya
2023-03-20
2