Aku langsung terkejut mendengar itu.
"Seandainya papaku sudah meninggal, mungkin aku tidak akan keberatan beliau menikah lagi. Ibu ingin menikah lagi dan meninggalkan papa. Papaku lumpuh dan duduk di kursi roda karena kecelakan mobil saat usiaku lima tahun. Karena sudah tidak bisa bekerja lagi, ibuku terpaksa banting tulang demi membiayai kehidupan kami. Aku berencana ingin membahagiakan ibu ketika dewasa nanti. Namun impian itu belum terwujud, ibu sudah meninggalkan papa demi menikahi pria lain."
Bisa kubayangkan betapa terpukulnya Aaron saat ibunya mencampakkan ayahnya. Sama sepertiku, begitu sakit ketika tahu papa meninggalkan kami demi wanita lain. "Lalu kenapa kau harus kabur?"
"Aku kabur karena tidak ingin ikut bersama ibu. Aku memutuskan lari agar aku bisa merawat papa. Tuhan akhirnya mendengarkan doaku. Hari itu aku menabrak mobil tuan Robbie hingga tubuhku terpelanting. Aku di bawa ke rumah sakit dan di rawat. Untung saja tidak ada yang cedera dalam tubuhku. Namun begitu aku sadar, tuan Robbie memintaku untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Aku pun jujur kepada beliau tanpa menyembunyikan apa-apa. Aku jujur soal pernikahan ibu serta kondisi papa yang membuatku ingin bertahan. Di situlah aku di ajak tuan Robbie untuk ke rumahnya. Aku ditawarkan pekerjaan hingga akhirnya aku bisa seperti ini."
Aku senang mendengarnya. Kakekku memang sangat baik kepada semua orang. "Lalu di mana ayahmu? Kenapa kau tidak mengajaknya tinggal bersama kakek? Kakek pasti senang jika ada seseorang yang menemaninya di rumah."
"Papaku meninggal beberapa hari setelah kejadian itu."
Aku ternganga saking terkejutnya. "Papamu meninggal? Kenapa?"
"Hari itu juga aku langsung kembali ke rumahku begitu dokter mengatakan, bahwa aku tidak apa-apa. Tuan Robbie yang mengantarku sekaligus ingin minta ijin untuk mengajakku tinggal bersama. Beliau juga bermaksud ingin membawa papa ke rumah sakit untuk di rawat. Papa setuju dan sangat bahagia. Tapi mungkin sudah terlanjur sakit hati kepada ibu membuat papa mengambil keputusan sendiri. Besoknya papa ditemukan tewas di kamar dengan mulut yang berbusa."
Aku menutup mulut. Hatiku sedih, bahkan air mata sedikit lolos membasahi pipiku. "Papamu bunuh diri?"
"Iya, dan itu karena mamaku."
Aaron memberikan tisu kepadaku. "Terima kasih."
"Maaf sudah membuatmu sedih, Nona."
"Tidak apa-apa. Terus, apa ibumu tahu soal itu?"
"Beliau tahu, tapi tidak peduli. Saat pemakaman bahkan wanita itu tidak hadir untuk melihat jasad suaminya."
Aku bisa melihat kebencian dari ekspresi wajah Aaron. "Lalu di mana ibumu sekarang? Apa ibumu tahu kau sekarang sudah menjadi pria yang sukses?"
"Mama ada di kota ini, tapi sebisa mungkin aku menghindar agar tidak sampai bertemu dengannya."
"Kenapa?" tanyaku penasaran.
"Karena aku membencinya. Lagi pula hidupnya sudah enak sekarang. Memiliki suami tampan dan banyak uang. Apalah artinya anak sepertiku jika muncul di hadapannya. Beliau sudah memiliki satu anak laki-laki bersama suami barunya. Usianya mungkin sama dengan Anda."
Aku sangat kagum dengan Aaron. Walaupun kebenciannya kepada sang ibu sangat terlihat, Aaron sama sekali masih menghormati wanita itu layaknya seorang ibu.
Tak berapa lama Aaron memarkirkan mobil di depan butik besar dan terkenal di kota itu. "Nona masuklah. Saya akan tunggu di sini."
"Aku tidak akan lama. Tunggu sebentar, ya." Aku pun sekarang tahu kenapa Aaron tidak mau mengawaliku ke manapun aku berjalan. Itu karena Aaron tidak ingin dilihat oleh ibunya. Aku jadi penasaran dengan kehidupan ibunya Aaron sekarang, sehingga tega meninggalkan suami dan anak berbakat seperti Aaron.
Setelah setengah jam memilih-milih, akhirnya aku menetapkan hati kepada dua pasangan setelah berwarna cokelat tua dan cokelat hijau tua. Aku suka warna gelap. Sama seperti kehidupanku yang telah dibuat gelap oleh papaku yang brengsek itu.
"Oke. Sekarang antarkan aku ke toko sepatu," kataku seraya naik ke dalam mobil.
"Baik, Nona."
Entah kenapa ada rasa ingin berbagi setelah mendengar cerita tentang pahitnya kehidupan Aaron. "Kau tahu, sebenarnya besok aku ada wawancara dengan salah satu pemilik perusahan di kota ini. Hanya saja aku belum memberitahukan hal ini kepada kakek."
"Itu dia yang sejak tadi membuat saya penasaran. Padahal Anda belum sehari berada di sini, tapi sudah mendapatkan pekerjaan dan akan ikut wawancara besok hari."
Aku terkekeh. "Mungkin ini sudah takdir Tuhan, Aaron. Aku ingin menceritakan padamu, tapi kau harus janji satu hal, bagaimana?"
"Tergantung. Jika hal itu membahayakan Anda, tentu saja saya tidak bisa merahasiakan hal itu dari kakek Anda."
"Ini tidak berbahaya, Aaron. Kau tenang saja."
"Baiklah, saya berjanji tidak akan mengatakannya pada siapapun termasuk tuan Robbie."
"Janji?"
"Saya janji, Nona."
Aku tersenyum lebar. Ternyata kakekku memang tidak salah memilih tangan kanan. "Waktu mampir ke mall tadi, aku tidak sengaja bertemu lelaki yang usianya kurang lebih empat puluhan lebih. Beliau sedang membawa ice cream dan aku menabraknya hingga ice cream itu mengotori pakaiannya. Aku pikir beliau akan marah, ternyata tidak. Aku pun mengganti ice cream itu yang ternyata sengaja dibelikan untuk keponakannya. Setelah itu aku di ajak makan siang bersama, karena kebetulan mereka juga ingin makan siang. Singkat cerita, setelah mama menelepon akhirnya aku memberitahukan kepadanya alasan kenapa aku bisa berada di kota ini. Beliau tertarik dan menawarkan pekerjaan sebagai asisten pribadi di kantornya. Jadi itulah kenapa aku membeli setelan ini, karena besok aku akan ke perusahannya untuk diwawancara."
"Bisa saya tahu apa nama perusahan itu?"
Sejenak aku terdiam. "Maaf, Aaron. Aku lupa nama perusahan itu apa. Tapi tunggu, kemarin orang itu memberiku kartu nama. Sebentar," setelah mengotak-atik isi dalam tas akhirnya aku menemukan kartu nama itu, "Ini. Apa kau tahu di mana alamatnya?"
Aaron menerima kartu nama itu. Sambil mengemudi Aaron melirik ke arah kartu dengan ekspresi sulit terbaca. "Saya tahu di mana perusahan ini. Ini salah satu perusahan terkenal di kota ini. Kalau tidak salah perusahan ini bergerak dalam bidang properti."
"Benarkah? Sumpah, kemarin aku sama sekali tidak menanyakan soal itu kepada pemiliknya. Saking senangnya aku ditawarkan pekerjaan, sampai aku lupa menanyakan seluk-beluk perusahan tersebut."
"Nona adalah orang yang beruntung. Tidak semua orang bisa bekerja di perusahan itu jika tanpa dekengan kuat."
"Kau jangan bohong, Aaron."
"Saya tidak bohong, Nona. Nama perusahan itu Daniel Corporation. Pemiliknya sangat kaya dan Daniel Corporation itu satu dari tiga perusahan milik keluarga Daniel."
"Wah, benarkah? Berarti aku sangat beruntung telah menabrak orang itu tadi siang," saking kegirangan aku sampai lupa soal kebencianku terhadap laki-laki. Selain kakek dan om Jacky, sekarang Aaron membuat rasa benciku kepada laki-laki pun hilang. Aku berharap selama di sini kebencianku itu akan hilang. Aku ingin seperti makhluk Tuhan yang lain, yang selalu memberi maaf kepada seseorang yang berbuat salah.
"Oh iya, Aaron. Bisa aku tahu di mana ibumu berada sekarang? Siapa tahu nanti aku bertemu dengannya. Setidaknya aku tidak tahu, kalau itu adalah wanita yang begitu jahat kepadamu dan papamu."
"Aku tidak tahu beliau di mana dan tidak mau tahu. Tapi kata seseorang tempo hari kepadaku, bahwa mama menikah dengan pengusaha kaya raya. Tidak tahu di mana letaknya, yang jelas mama tinggal satu kota dengan kita."
Bersambung____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
💞 RAP💞
ap bini om jacky itu nikah sm ibu nya Aron
2023-03-20
2