Mendengar perkataan itu membuatku berbalik badan menatap kakek. Di tanganku terdapat bingkai foto mama masih muda. "Itu benar, Kakek. Mungkin satu-dua hari ini aku akan mulai bekerja."
"Benarkah? Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaan?"
Sama seperti mama, aku ingin memberi kejutan kepada mereka berdua. "Belum, tapi aku sudah memasukan permohonan di beberapa situs yang memerlukannya. Semoga saja permohonanku bisa diterima agar aku bisa beraktivitas setiap hari."
"Kakek dengar kamu akan tinggal di apartemen. Kenapa?"
Kulihat wajah keriput kakek tampak sedih. Kuletakkan kembali foto mama kemudian mendekati kakek, memeluknya agar sedih di wajahnya hilang. "Aku janji akan mengunjungi kakek setiap hari. Setiap weekend juga aku pasti akan menginap di sini, biar pagi hari aku bisa menemani kakek jalan pagi."
Kakekku tertawa. Sepertinya mama sudah menjelaskan secara detail kenapa aku harus tinggal di apartemen bukan dengan kakek. Beliau tidak bertanya lagi soal itu dan mengganti topik soal rencanaku ke depannya. Setelah hampir satu jam mengobroal, supir pribadi kakek masuk dan menghampiri kami.
"Tuan, sudah waktunya minum obat dan istirahat."
"Terima kasih sudah mengingatkan, Aaron. Oh iya," kata kakek kemudian menatapku, "Sayang, Aaron ini adalah supir pribadi sekaligus orang kepercayaan kakek. Rumah sakit, apotik dan segala keperluan kakek dia lah yang mengurusnya. Aaron ini sudah dua puluh tahun mengabdi pada kakek sejak usianya enam belas tahun. Jadi jika kamu butuh sesuatu tinggal bilang saja pada Aaron."
Aku hanya tersenyum sambil mengangguk. Oh jadi namanya Aaron. Kalau sudah dua puluh tahun mengabdi sejak enam belas tahun, berarti usianya sekarang tiga puluh enam tahun. Dilihat secara visual dan sikap, sepertinya kakek memang tidak salah memilih orang. Apalagi di usia kakek sekarang yang tidak muda lagi harus ada seseorang yang memperhatikannya. Aku senang kakek memiliki Aaron untuk merawatnya. Dengan begitu ada orang yang akan selalu mengingatkannya dalam segala hal jika beliau lupa.
"Ya, sudah. Sayang, kakek harus melaksanakan perintahnya. Kamu masuk kamar dan istirahat, ya. Jam makan malam nanti Aaron akan membangunkanmu."
Aku pun mengangguk setuju. Usia kakek yang sudah tida muda lagi membuat beliau harus banyak istirahat. Setelah kakek menghilang di balik pintu, aku pun segera bangkit untuk keluar. Namun saat langkah hendak mendekati pintu, mataku tertuju ke foto wanita cantik yang bersebelahan dengan foto mamaku. Ku dekati foto itu kemudian menatapnya.
"Foto siapa ini?"
Seingatku mama hanya menceritakan soal kedua orangtuanya dan kakek Robbie. Mama juga sudah memperlihatkan foto kakek dan nenek sejak aku berusia lima tahun. Tapi selama ini mama tidak pernah bercerita soal anggota keluarga lain selain kakek Robbie dan kedua orangtua.
"Kalau ini bukan anggota keluarga Oliver, lalu siapa wanita ini?"
Clek!
Suara pintu terbuka mengejutkanku. "Aaron! Kau mengagetkanku."
"Maafkan aku, Nona."
Kulihat pria itu membungkuk hormat. Aku kasihan. "Tidak usah segan begitu. Aku lebih muda darimu, tidak seharusnya kau melakukan itu."
Aaron segera memperbaiki posisi tubuhnya, tapi tidak mengatakan apa-apa. Wajahnya kembali datar menatapku.
"Ada apa?"
"Jika Anda butuh sesuatu hubungi saya saja. Anda bisa menemui saya di lantai bawah."
"Iya, terima kasih."
Aaron menunduk hormat. Saat pria itu hendak berbalik aku menahannya. "Tunggu," kulihat Aaron kembali menghadapku tanpa mengeluarkan suara. Aku pun segera menunjukkan bingkai yang terdapat foto wanita cantik yang sejak tadi membuatku penasaran, "Ini siapa?"
"Anda tidak tahu itu siapa?"
"Kalau aku tahu, mana mungkin aku bertanya."
Aaron diam.
"Kenapa? Kau tidak mau ya memberitahu siapa wanita ini?"
"Bukan begitu, Nona. Tapi ada baiknya Anda sendiri yang menanyakan hal itu kepada kakek Anda. Saya tidak ingin melanggar privasi tuan Robbie."
Jawaban pria itu masuk akal, tapi sayangnya rasa penasaranku semakin membuncah. Aku terus mendesak Aaron sampai akhirnya pria itu mau mengatakan siapa wanita cantik di balik bingkai itu.
"Itu adalah nyonya Elisabeth, mantan kekasih tuan Robbie yang sudah lama meninggal."
"Meninggal ... Kenapa?"
"Maaf, Nona. Saya tidak bisa memberitahu sejelasnya. Jika ingin tahu lebih lanjut, Anda bisa menanyakan sendiri kepada tuan Robbie. Maaf, saya permisi dulu."
Benar penilaianku terhadap supir itu. Walaupun sedikit kecewa tidak mendapatkan kepuasan dari penjelasan tersebut, aku akui tanggungjawabnya sebagai orang kepercayaan kakek.
"Mantan kekasih," kataku seraya menatap wajah wanita cantik yang memiliki rambut sebahu berwarna cokelat, "Apa karena wanita ini kakek tidak menikah sampai sekarang?"
Bunyi alarm di ponsel mengejutkanku. Karena terbiasa menggunakan alarm setiap hari sebagai pengingat aktivitasku setiap hari, aku pun segera meletakkan kembali foto itu lalu pergi menuju kamarku.
Karena om Jacky menyuruhku untuk wawancara besok, aku sengaja memasang alarm sore untuk menyiapkan berkas dokumen serta apa saja yang kuperlukan. Untung saja aku sudah meng-copy semua dokumen agar mempermudah pengurusan berkas ketika melamar pekerjaan. Begitu semuanya siap, aku menemui Aaron untuk meminjam kunci mobil.
"Anda akan pergi ke mana, Nona?" tanya Aaron dengan ekspresi khawatir.
"Aku ingin membeli beberapa setelan untuk wawancara besok."
"Kalau begitu biar saya saja yang mengantarkan Anda."
"Kalau kau mengantarku terus kakek bangun mencarimu, bagaimana?"
"Ada banyak pelayan di sini yang bisa menemani kakek Anda, Nona."
"Tidak apa-apa, aku bisa menyetir sendiri."
"Apa Anda sudah tahu rute mana saja yang akan di lewati?"
Perkataan Aaron membuatku terdiam. Benar, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kota ini. "Baiklah. Tapi kalau kakek mencarimu, tapi tidak ada lalu marah aku tidak tanggung jawab, ya."
"Anda tenang saja, Nona. Tuan sendiri yang memberiku tugas untuk mengantarkan Anda untuk bepergian."
"Baiklah, ayo."
Aku pun tahu sekarang kenapa mama ingin aku tinggal di apartemen setelah bekerja. Kakek sangat baik dan sudah pasti beliau akan menyuruh Aaron untuk menemaniku. Sementara kondisi kakek lebih membutuhkan Aaron daripada aku.
Saat ini aku dan Aaron sudah berada di dalam mobil sedan putih milik kakek. Saking sukanya warna putih, mobil saja harus berwarna putih. Aku duduk di belakang sambil menatap indahnya perjalanan. Walaupun tidak seramai di kota kelahiranku, kota ini terlihat indah dan bersih.
"Kenapa kau memilih bekerja dengan kakek daripada kerja di kantoran?" Aku memulai perbincangan agar suasana tidak sepi seperti kuburan.
"Ceritanya panjang, Nona."
"Kalau begitu ceritakan. Atau kau tidak ingin menceritakan padaku, seperti kau tidak ingin memberitahu soal mantan kekasih kakek di foto itu?"
Aku merasa menang melihat ekspresi Aaron yang merasa bersalah. Dengan begitu pria itu pasti akan menceritakannya padaku.
"Aku bertemu tuan Robbie saat aku menyeberang jalan. Waktu itu aku buru-buru dan menabrak mobil tuan Robbie."
"Kau buru-buru dan menabrak mobil kakek, kenapa?"
"Tidak setuju ibuku menikah lagi, aku kabur dari rumah tanpa sepengetahuan ibuku."
Bersambung____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
💞 RAP💞
Lanjut
2023-03-20
1