"Kenapa? Kenapa aku kembali ke tempat ini?" suara hati Kashel yang akhirnya menghilang. Ia tidak mengingat lagi bahwa dirinya tadi sedang melarikan diri dari serangan roh kegelapan. Ia kembali ke masa kecilnya.
.
.
.
"Ayah, Ibu mau bermain denganku?"
Saat itu Kashel baru berusia lima tahun. Ia memberanikan dirinya saat melihat kedua orang tuanya yang berada tepat di depan kamarnya. Ia merasa senang dan mencoba mendekati mereka berdua.
"Kau tidak lihat kami sedang sibuk!" bentak ayah Kashel.
"Jangan pernah dekati kami!" bentak ibunya.
Saat itu Kashel menangis karena takut dengan kemarahan orangtuanya ia tidak mengerti mengapa mereka marah. Padahal ia cuma ingin mengajak mereka bermain.
"Jangan menangis, bikin tambah kesal saja!" teriak ibunya, bukannya menenangkannya anak sekecil itu. Lalu ayahnya mendorongnya masuk ke kamarnya kembali saat Kashel mencoba mendekat. Kemudian mengunci pintu kamar itu dari luar.
Tidak ada yang menenangkannya saat menangis seperti itu, sampai akhirnya ia tertidur di depan pintu kamarnya. Tidak ada orang yang mau peduli padanya. Kamar yang bewarna putih dan minim barang-barang di sana, hanya tempat itu yang menjadi kediamannya sehari-hari.
Semenjak hari itu, ia takut mendekati kedua orang tuanya. Ia menyadari dia di benci, meskipun ia tidak tahu jika ia dibenci karena apa. Ia mengetahui hal itu saat ia melihat orang yang kasar pada seseorang itu karena di benci. Ia melihat hal itu dari televisi yang ada di dalam kamarnya. Ia belajar banyak hal dari benda itu.
Meskipun kurang kasih sayang Kashel tetap diberikan benda-benda yang layak untuk tumbuh kembangnya. Namun semenjak kecil ia belajar tentang banyak hal, dari apa yang ia lihat bukan yang orang ajarkan.
Sampai akhirnya ia berani bertanya saat bertemu ayah dan ibunya lagi.
"Ayah, Ibu kenapa aku harus belajar privat dan tidak belajar di luar bersama orang lain?" tanya Kashel kecil takut.
"Jika kau belajar di luar, hanya akan membuat malu keluarga ini. Kau itu calon pewaris keluarga ini. Tapi kau cacat dasar anak tidak berguna. Kau belajar sendiri. Itu untuk introspeksi diri agar kau menyesali kecacatan dirimu." Ayahnya menjelaskan dengan tatapan kejam, Kashel tidak berani menatapnya.
Saat usia enam tahun Kashel mulai belajar baca dan tulis ia belajar dari kamarnya secara privat seorang guru yang datang setiap hari kecuali hari sabtu dan minggu. Guru yang mengajari Kashel pun sama kejamnya, jika Kashel lambat paham akan sesuatu ia akan menghukum Kashel dengan memukul telapak tangannya. Semasa kecilnya Kashel tidak pernah bertemu dengan orang yang mengajarkannya tentang kebaikan.
Bahkan para pelayan yang melayaninya yang menyediakan makanan Kashel setiap hari. Pelayan yang iri pada Kashel, meskipun ia terlahir cacat ia tetaplah menjadi seorang tuan. Pelayan itu menganggap Kashel tidak pantas dengan gelar tuan itu.
Akhirnya Kashel terkadang mendapat makanan yang tidak layak. Tapi Kashel tetap memakan semua masakan yang di sediakan. Lagi pula ia tidak tahu apa itu makanan layak dan tidak layak baginya semua sama saja di lidahnya.
.
.
.
Terkadang di hari minggu ia memperhatikan keluar jendelanya. Kamarnya yang berada di lantai tiga bisa melihat begitu jelas anak-anak yang sedang bermain bersama. Ia hanya bisa melihat mereka dari jauh dan memperhatikan mereka.
Ia terkadang melihat orang tuanya yang berlalu di tempat itu dan menggendong seorang anak, setelah mempelajarinya di buku yang diberikan untuknya tentang keluarga.
Akhirnya ia tahu kalau yang digendong oleh kedua orangtuanya itu adalah adiknya. Kashel merasa senang ia punya saudara, namun sekaligus iri karena saudaranya lebih mendapatkan kasih sayang orang tuanya.
Pernah sekali Kashel mencoba keluar kamarnya, untuk sekedar bermain di luar mendatangi teman sebayanya. Namun baru sampai di pintu paling bawah ia ketahuan oleh ayahnya.
Kemudian Kashel langsung diseret masuk ke kamarnya. Ditampar, dipukuli, lalu diikat, dan dikurung di tempat yang gelap semalaman. Menangis memohon untuk dilepaskan orang tuanya tidak perduli.
Setelah itu ia mengalami demam selama tiga hari, hanya dokter keluarga yang dipanggil untuk menanganinya. Orangtuanya tidak perduli padanya, di usianya yang sekecil itu ia harus merawat dirinya sendiri saat sakit, setidaknya mengerti bagaimana cara meminum obat yang di resepkan dokter untuknya.
Orang tuanya bahkan tidak perduli jika putra mereka mati. Semenjak hari itu Kashel sangat takut untuk keluar dari kamarnya jika tidak ada perintah untuk keluar.
Kemudian Kashel membuat permintaan kepada keluarganya, untuk diberikan berbagai macam buku untuk mengisi kamarnya, karena ia tahu tidak ada yang bisa mengajarinya dengan benar. Ia setiap hari diajarkan dengan cara yang kejam.
Insting Kashel selalu mengatakan, jika apa yang diajarkan padanya itu tidak benar. Satu-satunya mata Kashel untuk melihat dunia adalah televisi saat itu, ia melihat anak-anak di sana diajarkan dengan kasih sayang. Tapi ia tidak berani untuk bertanya kenapa ia diajarkan dengan cara yang berbeda.
Butuh waktu permintaannya itu terkabulkan, kebanyakan ia tetap diajari oleh guru privatnya yang kejam untuk mengerti banyak hal. Tapi bukannya mengerti baik dan buruk Kashel malah menjadi makin tidak paham apa sebenarnya itu baik dan buruk. Tapi Kashel tidak berputus asa untuk mencari tahu, di lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak ingin menjadi seperti orang-orang yang ada di rumahnya.
Akhirnya setelah usianya menginjak 7 tahun ia mengerti mengapa semua orang bersikap seperti itu padanya. Orang-orang mengatainya cacat padahal ia normal.
Jadi ia tahu apa yang menjadi kekurangan dalam dirinya, apa yang membuatnya dibenci dan dijauhi. Keluarganya adalah orang yang memiliki kemampuan spesial, mampu melihat roh dan mengendalikannya.
Sedangkan Kashel tidak memiliki itu semua. Awalnya Kashel merasa sedikit kesal. Bertanya-tanya mengapa ia dilahirkan di keluarga itu jika ia tidak memiliki apa yang dibanggakan di keluarganya. Dan karena hal itu ia berakhir menderita tanpa kasih sayang.
.
.
.
Usia Kashel beranjak 8 tahun. Selama itu pertanyaannya selalu sama, apa itu baik dan buruk. Harus jadi orang seperti apa dia. Jika dia ingin jadi baik ia harus bagaimana, jika jadi orang yang buruk ia menganggap ia akan menjadi seperti orang-orang yang kejam padanya, Kashel tidak mau jadi seperti itu, tapi ia tidak tahu jadi orang baik itu seperti apa pula.
Dan hari itu adalah debut pertama Kashel bertemu dengan keluarga besarnya. Tapi bukannya bersikap baik padanya semua orang malah menatap dirinya sinis. Sampai Kashel berpikir jika ia tidak diinginkan di situ kenapa dia harus diundang.
Saat Kashel memilih menyendiri. Ada seorang anak membawa gelas dan menyiramkannya minuman di atas kepalanya. Ya dia adalah anak-anak dari keluarga cabang dan salah satu di antara mereka ada sepupunya dari keluarga utama juga. Di situ Kashel diganggu oleh tiga orang, dan untuk pertamakalinya Kashel marah pada orang.
Karena ia ditendang-tendang, Kashel yang sudah tidak tahan lagi langsung meninju wajah orang yang menyakitinya sehingga bocah itu menangis, menyuruh roh pelindungnya untuk membalas Kashel namun tidak berguna, karena Kashel tidak terpengaruh dengan makhluk gaib ia tidak memiliki kekuatan spiritual.
Sempat ia terkena serangan saat Kashel sempat merasakan kebencian di dalam hatinya waktu itu, tapi tidak berpengaruh begitu banyak, mungkin hanya sentuhan kecil di pipinya karena kebenciannya tidak kuat.
Haruskah aku menjadi orang yang buruk. Batin Kashel sedikit mengerti, jika yang dilakukannya sekarang adalah perilaku buruk.
Ayahnya datang lalu menampar Kashel, "Kau apa yang kau lakukan. Jangan buat malu keluarga, dasar anak bar-bar!" Sudut bibir Kashel berdarah ayahnya meninggalkannya langsung setelah itu. Orang tua dari keluarga cabang itu menenangkan anaknya yang menangis karena dipukul oleh Kashel.
Teman seumurannya yang lain yang juga mengganggunya seperti mengolok dirinya yang tidak ada membela. Beruntungnya orang tua anak yang dipukul Kashel tidak melayangkan pukulannya juga pada Kashel.
Padahal yang salah di sini tadi anak itu karena dia yang mulai, tapi apakah aku pernah benar di mata mereka. Batin Kashel ia berdiri menjauh tidak menangis, lebih tepat menahan tangisnya. Orang-orang hanya berbisik menatap sinis Kashel.
Setelahnya Kashel berdiri melamun di lantai dua ruangan pesta itu, ia ingin acaranya segera berakhir malam itu. Ia ingin kembali ke kamarnya.
Saat ini ia hanya memperhatikan orang-orang yang sedang berbicara akrab dan anak-anak yang sedang bermain-main dengan kemampuan mereka. Sudut bibir Kashel yang terluka tidak ia lap, bahkan air jus yang ada di kepala dan membasahi bajunya juga ia biarkan. Ia sudah tidak perduli dengan penampilannya yang compang camping. Bagaimanapun ia tetaplah anak kecil.
"Hei bocah, apakah kau sangat kesal sekarang?" tanya seorang pria dengan tatapan tajamnya sudah berdiri di samping Kashel.
"Pa-Paman siapa? Apa paman mau memukulku juga." Melihat pria itu Kashel merasa takut, ia terlihat lebih menyeramkan daripada ayahnya. Mata merahnya yang menyala.
Aku seperti mengenalnya, pikir Kashel. Suara batin Kashel yang tidak seharusnya ada di masa lalunya.
"Aku tidak akan memukulmu. Sekali lagi apa kau kesal bocah?" tanya lelaki itu lagi.
"Aku tidak tahu Paman, kesal pun aku merasa tidak ada gunanya." Jawab Kashel tatapannya kosong.
"Apakah ada yang kau inginkan?" pria itu bertanya lagi.
"Aku ingin membaca buku," kata Kashel melamun itulah yang ia pikirkan, cuma itu yang ia inginkan selama ini. Ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk dirinya sendiri.
"Kau bocah yang aneh, apakah kau suka membaca?"
"Aku tidak tahu juga Paman, aku meminta buku tapi hingga saat ini tak pernah ada yang memberikannya padaku. Jadi kurasa yang paling kusuka hanya menonton televisi." Kashel menjawab dengan polosnya.
"Kalau kau mau aku punya satu buku untukmu," ucap orang itu menawarkan Kashel sebuah buku.
"Benarkah paman, aku mau." Mata Kashel berbinar senang.
"Tapi ini adalah buku sejarah keluarga ini keluarga Kendrick, dan kurasa ini buku yang cukup membosankan." Jelas orang itu lagi.
"Tidak apa paman, aku sangat ingin membaca buku." Orang itu kemudian mengacak rambut Kashel, memberikan bukunya dan berlalu pergi.
"Terima kasih." Kashel tersenyum untuk pertamakalinya ada orang yang memberikannya barang secara langsung. Dan menurut Kashel itu adalah barang yang sangat berharga.
Meskipun tidak begitu mengerti tentang sopan santun, Kashel tetap tahu cara berterima kasih pada seseorang yang memberikan sesuatu untuknya seperti yang ia lihat di televisi tentunya. Karena gurunya tidak pernah mengajarkan hal itu.
Semenjak hari itu Kashel mengetahui bagaimana keluarganya sebenarnya, di masa lalu kemampuannya itu dianggap kutukan. Namun di masa sekarang kemampuan itu dianggap anugerah sangat berbeda demi sebuah keuntungan.
Dan setelah membaca buku itu, Kashel bersyukur terlahir sebagai orang yang biasa-biasa saja dan ia tidak ingin menjadi orang yang sombong seperti keluarganya. Lalu ia mengetahui juga, ia bisa bebas dari keluarga itu setelah usianya menginjak dua puluh tahun nanti setelah pengangkatan pemimpin keluarga baru, dengan catatan tidak memiliki kemampuan spesial ia akan dibebaskan.
Tidak lama kemudian setelah pemberian buku dari Lyam, permintaannya tentang meminta berbagai macam buku. Akhirnya itu dituruti saja oleh keluarganya, dan untuk pertamakali juga Kashel mendapatkan ponsel untuk dirinya sendiri. Dari berbagai macam buku yang ia baca, Kashel akhirnya bisa belajar banyak hal bahkan baik dan buruk.q
Kashel menghabiskan masa kecilnya dengan membaca berbagai macam buku dan akhirnya ia bisa menemukan keinginannya. Keinginannya yang akhirnya membuatnya memiliki tujuan hidup dan tidak terperangkap oleh jurang keputusaan. Ia memilih menjadi orang baik dari pertanyaannya dulu antara baik dan buruk.
Apalagi setelah mengetahui jika seseorang memiliki kebencian di dalam hatinya, jiwanya bisa dimakan Roh Kegelapan. Dan Kashel tidak ingin hal itu terjadi pada dirinya, ia tidak akan pernah membenci keluarganya, meskipun diperlakukan tidak baik. Ia tidak boleh meninggalkan kebencian apapun, agar tidak ada roh kegelapan yang bisa melahap dirinya.
Ketika ia menyadari ada banyak orang-orang dari dunia luar yang lebih menderita ketimbang dirinya. Kashel merasa dia adalah salah satu orang yang cukup beruntung dan perlu mensyukuri kehidupannya.
Meskipun kurang kasih sayang bahkan tidak ada kasih sayang sama sekali, kehidupannya lebih beruntung daripada kehidupan orang lain di luar sana. Ia masih bisa makan dengan enak, hidup dengan layak dan belajar dengan baik, dan tentu saja ia tahu ada orang yang lebih menderita ketimbang dirinya.
Saat ini ia hanya perlu menjaga hatinya agar tidak menyimpan kebencian. Karena Kashel tau meskipun ia tidak memiliki kemampuan sihir, tapi karena ia tinggal di lingkungan orang berkemampuan khusus, terkadang ia bisa merasakan hawa keberadaan roh pelindung mereka. Meskipun mereka tidak bisa mengganggu Kashel.
.
.
.
Kashel yang sudah tersadar akan ketakutannya berdiri di depan cermin kamarnya memperhatikan wajahnya. Ia terlihat masih kecil, tapi saat ini matanya bewarna merah.
"Aku sudah melalui ini semua dan berdamai dengan masa laluku. Tapi kenapa aku baru sadar setelah melihat warna mata ini?" Kashel malah mempermasalahkan warna matanya.
Dulu saat sebelum ia mengikat kontrak dengan Guardian. Mata asli Kashel adalah hitam, namun karena kontrak itu mata Kashel berubah seperti milik Guardian sebagai tanda dari ikatan kontrak mereka dan mata itu juga sebagai pembuka mata batin untuk Kashel sendiri. Air matanya menetes, karena biar bagaimana pun ini adalah kenangan yang menyakitkan untuk Kashel.
.
.
.
Kashel kemudian tersadar, rupanya ia tadi tidak sadarkan diri setelah terkena kabut racun itu dan mulai berhalusinasi kembali ke masa lalunya. Rupanya ini lah kemampuan dari roh kegelapan itu. Membuka kesedihan orang lain, memperlihatkan masa kelamnya, dan yang tidak tahan dengan hal itu akan bunuh diri karenanya. Kabut tebal masih ada, Kashel tidak tahu harus kemana.
"Kashel." Kashel melirik kesana kemari ia mendengar suara Lyam.
"Kashel, kau tidak apa-apa? Jawab aku, sekarang pikiran kita terhubung."
"Kau seenaknya memakai kemampuan ini." Kashel malah mengomel.
"Aku terpaksa karena tidak bisa menemukanmu."
"Tapi aku tidak suka ketika harus mendengar isi kepalamu, aku baik-baik saja. Tapi hentikan ini."
"Kenapa kau menangis?" tanya Lyam tidak percaya jika Kashel baik-baik saja.
"Aku terkena racun kabut, racun itu membawaku ke masa laluku. Tapi aku sudah tidak apa-apa, aku berhasil melaluinya." Jelas Kashel.
"Kashel aku minta izin menggunakan kemampuan itu."
"Kemampuan apa?"
"Aku terpaksa harus memakainya."
"Hei kemampuan apa?!"
"Portal penghisap!"
"!!"
"Aaaaaa!" Kashel berteriak nyaring, kekuatan ini salah satu yang tidak bisa Kashel tahan rasanya.
Ketika ada sesuatu yang seolah masuk ke tubuhnya. Sedangkan Lyam, ia juga merasakan itu. Karena saat menggunakan kemampuan itu Lyam lah yang menjadi portalnya sendiri, tapi Lyam sudah terbiasa dengan itu semua.
"Lyam brengsek!" Kashel terjatuh ke tanah sekali lagi, tidak terbiasa. Tapi dengan kemampuan itu kabutnya menghilang dan tidak muncul lagi. Kashel melihat Lyam yang tidak begitu jauh darinya mungkin hanya berjarak seratus meter.
Sedangkan sedikit jauh dari sana, ada Rigel yang terduduk dengan tatapan mata kosong. Kali ini roh kegelapan itu melarikan diri dan Kashel langsung berlari mendatangi Rigel yang belum sadar dari pengaruh kabut beracun.
"Rigel, sadarlah!" Kashel mengguncang tubuh Rigel.
"Tidak ada cara lain selain mempercayai Rigel sendiri, setelah seperti ini." Ucap Lyam.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Optimuscrime 🦊
Balas yg merudnung ko bar2 pak pak
2022-10-11
1
Optimuscrime 🦊
kasian bgt Kashel
2022-10-11
1