Pandangan semua orang tertuju pada arah pintu masuk ketika Dara memasuki ruang perjamuan dengan langkah kaki yang elegan. Mereka benar-benar terpesona dan tak percaya kalau ada keluarga kaya yang memiliki putri yang cantik. Karena semua orang tahu kalau keluarga Darmawan dan Arianto tidak akan mungkin mengundang orang biasa untuk menghadiri pesta mereka.
"Siapa dia? Rasanya aku belum pernah melihatnya"
"Ya, aku juga baru pertama kali melihatnya"
"Apa mungkin ada keluarga kaya yang baru pindah kemari?"
"Sepertinya tidak ada"
"Lalu, siapa gadis ini?"
"Entahlah"
Saat semua orang sedang bingung dan terpana pada kecantikan Dara, Nasya menyadari kalau semua orang menatap kagum pada sepupu yang paling dia benci itu.
Dia. Kukira dia tidak akan berani hadir meskipun aku mengatakan kalau nenek mengundangnya langsung.
Pikir Nasya yang menatap Dara dengan tatapan sinis
Sesaat pandangan Lucky tertuju pada Dara, namun tak lama dia kembali menoleh pada Nasya
"Sayang, kamu kenapa? Apa kamu tidak enak badan?" tanya Lucky yang khawatir melihat raut wajah Nasya yang berbeda dari biasanya
"Aku tidak papa" jawab Nasya dengan senyum dibibirnya
"Kamu yakin? Jangan terlalu memaksakan diri. Kita bisa istirahat dulu jika kamu mau. Acaranya masih sangat lama" ujar Lucky yang bicara dengan lembut dan penuh perhatian.
"Aku benar-benar tidak papa. Kamu tidak perlu khawatir" Nasya pun menenangkan Lucky sambil mengusap lembut tangannya
"Baiklah. Jika kamu merasa tidak nyaman maka katakan saja padaku"
"Ehm" Nasya menganggukkan kepala dengan senyum menanggapi Lucky kemudian dia kembali menoleh mencari keberadaan Dara.
Terlihat saat ini Dara tengah mendekati sang nenek, Melati
"Ku kira kamu tidak akan mau lagi menginjakkan kakimu dirumah ini? Ternyata kamu masih punya keberanian" ujar nenek Melati dengan sikap yang sinis dan senyum mencibir sambil berjalan menjauh dari orang-orang yang sebelumnya berbincang dengannya dan berjalan menuju kesalah satu ruangan yang kosong.
Noey yang masuk sesaat setelah Dara masuk langsung kembali keluar dan memberitahu Kenzie
"Zie, Dara ada didalam. Aku tidak tahu ada hubungan apa dia dengan keluarga ini, tapi aku melihat dia mengikuti nyonya Melati menuju salah satu ruangan kosong dirumah ini" ujar Noey dengan panik
"Dara didalam?!" tanya Kenzie dengan wajah terkejut. Noey hanya menganggukkan kepala menanggapi Kenzie
"Ayo kita masuk!" Kenzie dan Noey pun berjalan masuk dengan gagahnya.
"Pak Kenzie?"
"Bukankah itu Kenzie dari perusahaan Kusuma?"
Semua orang menatap heran kearah mereka berdua, namun Kenzie dan Noey mengabaikannya dan terus berjalan menuju ruangan dimana Dara dan nenek Melati bicara. Saat Kenzie hendak mendorong pintu, dia mengurungkan niatnya dan diam mendengarkan.
"Bukankah nenek mengundangku? Tidak sopan bagiku menolak undangan dari tetua keluarga yang mengundang secara langsung" Dara terdiam sesaat memberikan jeda pada ucapannya
"Aku tahu kalau nenek mengundangku kemari. karena menginginkan sesuatu dariku. Kali ini apa itu? Bukankah semua sudah aku berikan? Aku menyerahkan semua yang ditinggalkan mama dan papa, rumah ini, perusahaan juga statusku. Sekarang apalagi yang nenek inginkan dariku?". Dara bicara dengan sikap yang tenang dan juga dingin. Tidak ada kelembutan yang dia tunjukkan saat ini.
"Perusahaan kita sedang membutuhkan banyak dana untuk bisa bekerjasama dengan perusahaan yang lebih besar agar dapat berkembang lebih pesat lagi"
Dara mengernyitkan dahi mendengarkan ucapan sang nenek
"Lalu, apa hubungannya denganku? Bukankah aku sudah tidak ada hubungannya lagi dengan keluarga ini? Dan perusahaan juga, bukannya nenek sendiri bilang kalau aku sama sekali tidak punya hak sedikit pun atas perusahaan itu? Kenapa sekarang nenek mengatakan kalau itu perusahaan kita?". Dara bertanya dengan sedikit senyum dibibirnya
"Sudah 3 tahun lebih, dan usiamu juga sudah cukup dengan syarat yang dikatakan ayahmu. Bukankah itu berarti uang asuransi dan uang deposito ayahmu akan segera turun?"
Mata Dara memebelalak tajam, perlahan air matanya mulai mengalir dan membasahi kedua pipinya
"Jadi ... nenek mengundangku kemari hanya untuk itu? Apa semua peninggalan papa masih tidak cukup? Apa nenek masih akan mengambil uang terakhir yang papa tinggalkan untukku? Nenek, aku juga cucumu. Apa kamu sama sekali tidak melihatku? Apa kamu begitu haus dengan harta peninggalan mama dan papa?".
Dara bicara dengan senyum ketir disertai derai air mata yang terus mengalir tanpa henti.
"Kamu? Cucuku? Jika bukan karena kamu dan ibumu, aku tidak akan kehilangan putraku. Jika saja ibumu setuju untuk meninggalkan putraku, dia pasti masih ada bersamaku dan menikah dengan wanita yang sudah aku pilihkan untuknya. Jika bukan karena kamu yang memaksa putraku meninggalkan rumah waktu itu, maka dia pasti masih ada disini denganku. Kamu sudah merebut nyawa putraku dan sekarang kamu masih berani mengatakan kalau kamu adalah cucuku? Apa kamu gila?!" Melati bicara dengan sikap yang dingin dan sorot mata penuh kemarahan.
Hati Dara terasa sakit seperti tersayat, air matanya mengalir semakin deras tanpa bisa dibendung lagi. Riasan yang sebelumnya membuat wajahnya terlihat sangat cantik, kini mulai pudar karena air mata.
"Jadi, itu yang nenek pikirkan tentang aku? Alasan kenapa nenek tidak pernah mau menerimaku adalah karena mama yang berasal dari keluarga biasa dan tidak sesuai dengan standar nenek, kan?" Dara terus bicara disela isak tangisnya.
"Ya, ibumu itu tidak sederajat dengan putraku. Berulang kali aku mencoba memisahkan mereka, namun ibumu yang jal*ng itu selalu saja kembali pada putraku dan tidak ingin melepaskan statusnya setelah menjadi istri dari penerus keluarga Darmawan. Dan kamu, setelah kelahiranmu, putraku semakin sulit dipisahkan dengan ibumu itu, jadi kamu yang darah campuran itu sama sekali tidak memiliki hak atas apapun yang dimiliki oleh putraku" Nenek Melati bicara dengan tegas dan penuh emosi.
Dara menundukkan kepala mendengarkan setiap kata menyakitkan yang keluar dari mulut nenek kandungnya sendiri.
"Nenek ... mama bukan orang seperti itu. Mama dan papa saling mencintai, karena itu mereka tidak ingin berpisah satu sama lain. Dan kematian mereka ... itu kecelakaan, jika aku tahu akan terjadi kecelakaan, maka aku tidak akan meminta mereka meninggalkan rumah ini saat itu. Saat itu aku hanya ... aku tidak ingin mendengarkan hinaan nenek terhadap mamaku. Aku hanya ingin pergi jauh dari rumah ini agar mama tidak sakit hati dengan ucapan nenek"
"Dan kamu berhasil. Kamu berhasil membuat putraku meninggalkan aku selamanya. Kamu juga menyalahkan aku atas kesalahan yang kamu buat".
Dara terus menggelengkan kepala berusaha menyangkal apa yang dikatakan Melati padanya.
"Aku ... aku tidak seperti itu. Aku tidak membunuh mereka. Itu kecelakaan!"
"Jika kamu tidak seperti itu sebaiknya kamu berikan semua hak atas peninggalan terakhir putraku padaku. Maka aku tidak akan lagi mengganggumu" ujar nenek Melati dengan penuh keyakinan.
"Tidak! Kalian sudah mengambil semuanya dariku. Aku tidak akan memberikan uang terakhir ini pada kalian!".
Dara bicara dengan sikap yang dingin dan tegas untuk tidak memberikan warisan terakhir sang ayah.
"Haah ... Karena sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, maka saya permisi dulu. Selamat atas pertunangan cucu anda".
Dara manarik napas panjang sambil menghapus air matanya dan kembali bersikap tenang sambil beranjak pergi meninggalkan sang nenek tanpa menunggu tanggapan darinya.
"Tunggu! Kita belum selesai bicara. Dara! Kembali!".
Nenek Melati berteriak memanggil Dara, namun Dara mengabaikannya dan berjalan dengan langkah cepat meninggalkan kediaman Darmawan.
"Dodi! Kejar Dara!"
"Baik, Nyonya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
🧡🥑⃟🦆͜͡мυмυ𝓐𝔂⃝❥
mungkin sekilas mirip mama gina
apapun itu mah cerita nya pst menarik
2022-11-23
0
ana safarina
nunggu up thor
2022-09-29
1
Dwi Rahayu
hampir mirip kisah nenek buyutnya kenzie yg pcrnya direbut sepupu trs g disayang nenk...
2022-09-25
1