"Masukkan dia ke penjara sekarang!”
Ehem! Perkenalkan, namaku adalah Elleina Whitterdern. Kupikir aku akan hidup normal seperti orang-orang disekitarku. Percintaan biasa, hidup biasa, masalah biasa.
Kurasa harapan hidup normal sudah di buang jauh dari diriku oleh Yang Maha Kuasa.
Belum genap seminggu menjadi nyonya Whitterdern di mansion megah ini, aku sudah di masukkan ke penjara oleh suami ku sendiri.
Dingin, gelap, sunyi.
Namun, titah Grexyn yang memasukkanku ke tempat seperti ini lebih kejam. Hanya ada penjaga di depan pintu yang seperti patung dan monoton.
Hanya karena aku masuk ke ruangan yang ia anggap suci itu, aku sampai seperti ini. suamiku kejam sekali.
“Huftt…daripada mengurungku seperti ini, ada lebih baiknya aku diusir dari rumah aneh ini.”
tiba-tiba pintu jeruji terbuka dan menampakkan seorang wanita berpakaian pelayan masuk membawa troli makanan.
“Saya diminta untuk membawakan anda makanan.”
Aku ingat siapa pelayan yang masuk ini kalau tidak salah namanya Rose. Pelayan wanita yang mengurusku pagi tadi.
“Letakkan saja di situ, saya akan memakannya.”
Mungkin, siapa tau di makanan itu dimasukkan racun atau semacamnya.
“Tapi saya harus melihat nyonya menghabiskan makanannya.” ujar Rose sembari menatapku menunggu menyambut nampan berisi makanan.
Aku tidak tahu harus berpikir seperti apa, ia mengurungku di penjara. Namun tetap memberiku makan dan aku harus menghabiskannya. Kenapa pria itu setengah-setengah dan tetap membiarkan ku hidup.
*
*
*
“Namamu adalah Rose iya kan?” tanyaku setelah aku menghabiskan makananku.
“Iya nyonya.”
Aku menatap Rose, apa ia bisa ku tanyai terkait Grexyn.
“Saya ingin meminta pendapatmu terkait tuan Whitterdern.” ucapku lurus.
Apa salah meminta pendapat dari para pekerjanya. Raut wajah Rose terlihat kebingungan antara menjawab atau tidak.
“Kamu tidak ingin menjawabnya?” tanya ku ke detik kelima saat Rose masih diam.
“Sa-saya tidak pantas nyonya” Rose menunduk.
Aku menghela napas dan masih menatapnya.
“Kamu boleh pergi."
Setelah Rose pergi dari selku, aku kembali duduk di dipan. Bodohnya, aku belum memikirkan rencana tentang apa yang harus kulakukan ketika keadaanku sangat tidak bagus seperti ini.
Aku terkurung disini dan tidak tahu apa yang dilakukan si kepala uban itu di luar terkait dengan diriku. Pria itu benar-benar tidak waras, hanya karena satu wanita yang sudah tiada ia memerlakukan wanita lain dengan tidak pantas seperti ini.
*
*
*
*
Elleina kembali meringkuk memeluk lututnya sembari menikmati sinar bulan terang dari celah jendela kecil dengan pikiran tidak habis pikir tentang suaminya yang ia sebut ‘kepala uban’ itu.
Sementara itu diruang kerja Grexyn.
“Tuan, saatnya makan malam.” ujar Leon yang datang membawa troli berisi makanan untuk Grexyn.
“Terima kasih Leon.” ucap Grexyn sembari menyusun seluruh dokumen yang ia kerjakan.
“Tuan, mengenai nona Elleina.”
“Saya serahkan semuanya padamu Leon, intinya jangan mencelakainya, karena saya tidak ingin ada masalah untuk saat ini.” ujar Grexyn tidak peduli dan lebih mementingkan makanan yang ada di depannya.
“Baik tuan.”
“...dan saya tidak ingin lagi masalah seperti kemarin.”
Leon mengerti dengan titah sang tuan. Ia pun pergi ke penjara bawah tanah untuk menemui Elleina. Terlihat wanita itu dengan gaun hitamnya yang sudah lusuh sedang bersenandung sedirian di balik jeruji besi. Elleina hanya mengayun-ayunkan kakinya demi menghilangkan rasa bosan. Berada disuatu ruangan untuk waktu yang cukup lama tentu membosankan dan ingin rasanya Elleina berteriak, namun takut dikira gila oleh orang-orang.
“Nyonya.”
Panggilan Leon di respon cepat oleh Elleina.
“Ada apa?” tanya Elleina yang sudah menghentikan senandungnya sejak mendengar jejak kaki orang mendekat dan ternyata adalah Leon sekretaris suaminya.
“Saya akan mengeluarkan anda dari sini, namun dengan syarat untuk tidak lagi mencampuri urusan tuan kedepannya.”
Elleina menatap Leon yang membuka kunci jeruji kemudian membuka pintu jeruji tersebut.
“Saya tidak ingin berkomentar untuk saat ini, terima kasih sudah membuka pintunya.” ujar Elleina lalu keluar sendiri tanpa menunggu Leon mempersilahkan ia keluar.
Setibanya Elleina keluar dari penjara, ia langsung disambut Rose dan Monica yang nampak khawatir karena kelalaian tugas mereka dalam menjaga Elleina.
*
*
*
“Nyonya, saya benar-benar bersyukur nyonya bisa keluar secepat ini." ujar Monica sembari menyisir rambut hitam sebahu Elleina.
“Hmm…tidak perlu khawatir, kalian tidak akan dihukum. Karena ini sepenuhnya salah saya, kalaupun tuan Whitterdern ingin menghukum kalian, saya tidak akan membiarkannya.”
“Terima kasih nyonya.”
Setelah Monica dan Rose pergi dari kamar Elleina, barulah wanita itu bergerak membuka koper yang ia bawa dari rumahnya.
“Hhnn…. Aku taruh kemana semua buku ini.” ujar Elleina pada sekoper penuh buku-buku koleksinya. Matanya menerawang ke sekeliling kamarnya yang tidak ada tempat ataupun lemari kosong untuk buku-bukunya.
Biarpun Elleina tinggal di rumah yang bagai penjara seperti ini, ia tidak akan meninggalkan hobinya membaca dan menulis. Impiannya walaupun sepertinya mustahil, setidaknya ia ingin sedikit melakukannya. Yang terpenting saat ini adalah tempat untuk menyimpan buku-bukunya dan satu tempat terpikirkan olehnya.
Elleina membuka pintu ruang kerja miliknya dan melihat ada beberapa rak yang kosong. Sembari menyeret koper miliknya yang dapat dikatakan berat itu masuk kedalam ruang kerjanya.
“Setidaknya manusia putih itu ada memberi ruang seperti ini untukku.” ujar Elleina sembari menyusun buku-bukunya ke rak buku yang masih kosong.
“Nyonya, apa yang anda lakukan?”
Elleina menunda pekerjaan merapikan bukunya saat melihat Leon masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Ahh! Saya menaruh buku-buku di rak karena dikamar saya tidak ada lemari yang kosong.” jawab Elleina sembari melanjutkan kembali pekerjaannya yang tertunda.
Leon memerhatikan kegiatan nyonya barunya itu. pria itu heran, kenapa Elleina melakukannya seorang diri dan tidak meminta bantuan para pelayan rumah yang bisa dibilang banyak.
“Bisa saya membantu nyonya?” tawar Leon.
Elleina tersenyum tipis.
“Tidak usah, saya hampir selesai. Lagi pula sekarang sudah larut. Sebaiknya anda beristirahat saja.” tolak Elleina halus.
“Baiklah Nyonya, lain kali jangan sungkan untuk memanggil saya.” Leon pamit undur diri.
Leon pun kembali menutup pintu kerja Elleina dan tidak sengaja siluet matanya menangkap bayangan Grexyn yang tidak jauh darinya.
“Selamat malam tuan. nyonya sedang menyusun buku.”
“Tidak ada yang perlu aku ketahui darinya, beristirahatlah.” ujar Grexyn sembari berjalan melewati Leon yang belum menyelesaikan kata-katanya terkait kegiatan Elleina.
Leon menatap punggung Grexyn pasrah. Tuannya itu benar-benar tidak peduli tentang Elleina. Kehidupan Elleina dirumah ini akan sangat berat kedepannya, pikir Leon.
Sebulan Elleina tinggal di kediaman Whitterdern, sebulan harus beradaptasi dengan segala hal baru, namun selama sebulan ini. Tidak pernah satu kalimat pembicaraan antara Elleina dan Grexyn. Wanita itu tidak masalah jika tidak ada, lagipula Grexyn tidak peduli padanya dan membebaskan Elleina untuk melakukan apa-apa tanpa melanggar aturan di kediaman.
Hingga suatu hari, kediaman Whitterdern menerima undangan dari istana dalam rangka ulang tahun Ratu.
“Apa saya harus pergi juga?” tanya Elleina pada Leon yang mengantarkan undangan tersebut pada Elleina.
Leon tersenyum lembut sembari mengangguk dan mengiyakan pertanyaan Elleina.
“Hal ini juga bermaksud untuk mengenalkan nyonya pada publik, saya juga merasa ini kesempatan nyonya dan tuan untuk pergi bersama.”
Wajah Elleina seketika menjadi datar seperti bertuliskan ‘buang jauh-jauh ucapanmu barusan’ atau ‘yang benar saja.’
Melihat ekspresi ogah-ogahan Elleina, Leon hanya bisa memaklumi. Wanita itu juga bukan tipe yang mau saja bersama dengan Grexyn. Jika Grexyn tidak peduli, Elleina malah lebih tidak peduli. Biarpun ia seorang nyonya Whitterdern.
Leon mengerti jika Grexyn menikahi Elleina sekedar untuk formalitas untuk meneruskan keturunan Whitterdern. Namun, di sisi Elleina baginya formalitas itu justru tidak dipedulikannya. Namanya kini memang menyadang seorang Whitterdern, hanya saja Elleina lebih sering mengabaikannya. Wanita itu bertindak seperti biasa tanpa merasa ada seorang suami, melakukan pekerjaan yang diberikan seperti ia di gaji, mengerjakan sesuatu tanpa pernah meminta bantuan dari pelayan bahkan Leon sendiri tidak pernah Elleina meminta bantuan darinya. Wanita itu lebih suka melakukan segala nya sendiri.
“Jika ia tidak mau, biarkan aku sendiri.” ujar Grexyn saat mendengar jawaban Leon tentang tanggapan Elleina terkait undangan Ratu.
Tentu bagi Leon jawaban Grexyn memang akan seperti itu. namun, ada kegelisahan bagi Leon sendiri.
“Maaf saya lancang tuan. Hanya saja, Ratu lah yang meminta anda menikah, akan sangat sulit bagi anda jika tidak membawa Nyonya Elleina pergi bersama anda.”
Yang dikatakan Leon barusan tidak salah. Ratu lah sosok dibalik semua pernikahan ia dan Elleina terjadi, pikir Grexyn.
*
*
*
Kira-kira 8 bulan yang lalu, tiba-tiba saja Grexyn dipanggil ke istana Ratu. Ternyata untuk membahas tentang tawaran Ratu untuk menikahi wanita yang ia pilih untuk Grexyn. Ratu yang merupakan saudari ibunya memiliki tanggung jawab pada Grexyn setelah kedua orang tua Grexyn meninggal, mulai dari merawatnya dan keberlangsungan keluarga Whitterdern.
Semua adalah tanggung jawab Ratu Grace le Royaume.
Namun, Grexyn menolak tawaran Ratu tentang wanita yang diusulkan untuk menjadi istrinya. Bukannya ratu tidak mengetahui tentang Alice.
Hanya saja,
“Jangan katakan kamu menolak usulanku hanya karena orang yang sudah tiada itu.” ucapan Ratu sangat mengenai Grexyn tentang alasannya menolak.
“Saya bahkan belum menemukan pembunuhnya, bagaimana bisa saya menikah dengan perasaan bersalah ini.” ujar Grexyn pelan.
Alice Gouldent, seorang putri dari bangsawan terkenal dan kerabat dekat dari Raja. Merupakan tunangan Grexyn bahkan sebelum orang tuanya meninggal saat ia masih kecil, ia sudah ditunangkan dengan Alice.
Waktu membuatnya jatuh cinta pada wanita anggun dengan surai emas itu. bahkan setelah orang tua Grexyn tiada, sosok Alice yang selalu menemani nya dalam masa-masa sulitnya.
Ingin Grexyn cepat-cepat meminang gadis dari keluarga Gouldent itu. hanya saja, ia sibuk berlatih dan belajar di luar kota demi memenuhi syarat sebagai kepala keluarga Whitterdern yang layak dan terhormat.
Walau hanya melalui surat yang datang seminggu sekali, melalui itulah keduanya berhubungan.
Namun, disaat Grexyn kembali setelah selesai masa belajarnya sebuah kabar buruk terdengar, Alice ditemukan tidak bernyawa di kamarnya karena keracunan makanan. Tragedy buruk ini tentu mengenai semua orang yang terkait. Bahkan hari itu seluruh pelayan rumah keluarga Gouldent di pecat habis-habisan tanpa ampun.
*T*entu, hal itu menambah luka pada Grexyn.
*
*
*
Srakk!
Elleina menutup kembali lembaran-lembaran kertas surat kabar dan meletakkan nya di tumpukan yang ia taruh di atas mejanya.
Wanita itu baru saja selesai membaca berita tragedi seorang putri bangsawan diracuni pada tahun-tahun belakang ini. bukan Elleina jika ia tidak mencari informasi sebanyak-banyaknya. Ia mencari tahu tentang sosok Alice Gouldent, si ‘wanita cinta pertamanya’ Grexyn. Begitulah Elleina menyebutnya. Lalu tentang seluk beluk Ratu yang ternyata kerabat dekat keluarga Whitterdern.
Setahunya, Alice adalah putri bangsawan yang cantik bahkan kecantikan dan keanggunannya sampai ke negeri seberang. Jika bukan karena status pertunangannya dengan Grexyn, pasti sudah banyak pangeran yang melamarnya, pikir Elleina. Bahkan pangeran di negerinya sendiri juga. Hanya saja, Alice adalah manusia biasa. Cinta dan kebencian tidak pernah terpisahkan.
“Haah...aku benar-benar tidak ingin menyalahkannya karena ia cantik.” sungut Elleina sembari melihat keluar jendela, memalingkan pandangannya pada cuaca cerah di luar yang nampak segar itu dari tumpukkan buku yang ia baca.
Hari ini adalah perayaan pesta yang diadakan ratu di Istana dan Elleina beserta suaminya mendapatkan undangan. Sebuah kehormatan untuk mengunjungi istana bagi Elleina yang jika dipikir mustahil untuk menginjakkan kakinya di sana. Terlebih ia masih bingung, ingin ikut atau tidak.
Membayangkan dirinya harus satu kereta dengan Grexyn diperjalanan saja sudah membuat suasana hatinya buruk. Apalagi saat mereka menghadiri pesta, Elleina tidak sanggup jika berlama-lama berdiri di samping pria itu untuk menemaninya sebagai formalitas belaka.
Klek!
Ditengah lamunan bimbang Elleina, tiba-tiba saja Rose dan Monica masuk dengan wajah berseri-seri seperti taman bunga. Tentu perasaan bertanya-tanya muncul dari Elleina sangat pas dengan keadaan seperti ini.
“Kami diminta tuan Grexyn mendadani nyonya untuk pesta nanti malam.” ujar Monica pada Elleina.
Elleina tidak mau terlalu berkomentar. Mulutnya ia biarkan diam disaat Rose dan Monica sibuk mendandani nya, mulai dari rambut hingga ujung kaki. Hanya kata-kata singkat yang sempat Elleina keluarkan.
“Tidak untuk gaun cerah. Hanya hitam atau putih.”
Selera aneh seorang Elleina tentu sudah dipahami betul oleh kedua pelayannya.
sejak awal Elleina memang sudah menampakkan jika ia tidak menyukai warna yang begitu cerah. Bahkan jika ini adalah undangan perayaan ulang tahun Ratu, Elleina tidak peduli untuk mengenakan pakaian gelap hingga membuat kulit pucatnya kontras. Perlahan ia menuruni tangga dengan bantuan kedua pelayannya, Elleina dapat melihat sosok Grexyn yang membelakanginya disaat semua mata penghuni rumah tertuju pada dirinya saat ini. ia tidak merasa sakit hati ataupun kecewa saat suaminya sendiri tidak melirik dirinya. Semua terasa begitu hambar dan Elleina harap pria itu tidak melihatnya sedikitpun.
Bahkan di dalam kereta kuda yang menuju istana pun tidak ada sepatah kata dari sepasang suami istri itu. Elleina sibuk membaca buku yang ia bawa, sementara Grexyn memandang keluar jendela.
Rasanya aku ingin mati dalam kebosanan ini...-Elleina
Wanita itu bosan dengan perjalanan, gaun malam yang ia kenakan begitu berat dan melelahkan. Napasnya begitu sesak dengan keberadaan manusia putih di hadapannya yang diam seperti batu itu. halaman dalam buku sudah ratusan kali ia baca.
Namun, tetap saja manusiawi jika ia merasa bosan.
Perjalanan menuju istana ternyata cukup jauh atau karena kereta mereka sangat lambat. Haruskan Elleina yang mengambil alih kursi kusir ke depan agar cepat sampai. Setidaknya setiba di pesta ia akan lari dari samping Grexyn dan memakan banyak kue dan makanan.
“Apapun pertanyaan yang ratu berikan, katakan saja baik-baik saja. Jangan melebihkan atau mengurangi.”
Ucapan Grexyn barusan membuat Elleina menatap pria di depannya itu datar. Ia tidak mengharapkan kata-kata yang lebih buruk atau baik lainnya. Yang mengesankan adalah pria itu baru membuka mulutnya pada Elleina untuk pertama kali setelah sebulan Elleina tinggal bersamanya.
“Tentu.” ujar Elleina singkat.
Tak lama setelah suasana hening di kereta kuda itu, barulah Elleina bisa melihat cahaya kastil yang muncul dari kejauhan. Pertanda mereka akan segera sampai.
*
*
*
“Duke dan Duchess Whitterdern!!!”
Elleina sedikit kaget saat nama Grexyn dan dirinya disebutkan sebelum masuk kedalam aula acara, sebab mengharuskannya memasang ‘wajah’ selayaknya istri dari seorang Duke. Bahkan Elleina harus merelakan dirinya menaruh tangannya pada lengan Grexyn.
Ia bersumpah untuk tidak mengingat kejadian ini lagi.
Seketika seluruh mata tertuju pada sepasang suami istri yang nampak sangat kontras dari cara berpakaian yang hitam putih itu. wajah dingin dan kaku Grexyn harus Elleina seimbangkan dengan ‘wajah’ anggunnya.
Elleina ingin muntah saat ini, namun ia tidak pantas melakukannya.
Karena sangat sulit menyeimbangkan dirinya dengan Grexyn, membuat Elleina harus memasang wajah tebal. Tampang suaminya tentu menjadi pusat perhatian karena terlalu tampan walaupun dingin bagaikan es di musim dingin. Itu adalah makanan sehari-hari Elleina.
“Pangeran Lothair Rouyame, Ratu Grace Rouyame dan Raja Clovis Rouyame!!!”
Sama seperti semua orang, mata Elleina langsung tertuju pada tiga tokoh utama kerajaan yang turun dari tangga dan menuju meja perjamuan. Raja dan ratu beserta pangeran mahkota putra sulung dari raja Clovis, pangeran Lothair. Elleina tentu mengenal tokoh kerajaan dengan baik. Jika begitu, maka Grexyn dan Lothair adalah sepupu?? Itu terlihat dari mata biru milik Grexyn dan Lothair terlihat mirip, meski Lothair memiliki surai berwarna emas seperti ayahnya.
*
*
*
Elleina baru bisa bernapas lega saat Grexyn pergi untuk berbincang dengan raja. Dari tadi ia terus menerus mengekor di belakang Grexyn dan menjawab seperlunya saja pertanyaan atau pujian dari orang-orang yang ditemuinya. Padahal harapannya ia ingin makan makanan kerajaan dihari seperti ini, namun keinginan nya malah berbanding terbalik dengan yang terjadi.
Baiklah, ini adalah kesempatan, pikir Elleina saat Grexyn berbincang empat mata dengan raja membicarakan masalah kerajaan. Elleina bisa sedikit bebas dan menikmati pesta.
Mungkin,
“Apa anda adalah nyonya Elleina??”
Seorang pelayan kerajaan tiba-tiba menghampiri Elleina.
“Itu benar.”
“Ratu ingin bertemu anda di ruangannya.”
Terkaan Grexyn ternyata benar.-Elleina.
*
*
*
Elleina masuk perlahan kedalam sebuah ruangan dimana seorang wanita dengan surai putih dan mata biru khas nya itu berada didalamnya.
“Kehormatan bagi saya dapat menemui ratu.” Elleina memberikan hormatnya pada ratu negerinya.
Ratu Grace memperhatikan Elleina dengan teliti dari ujung rambut hingga kaki.
“Silahkan duduk nona Elleina.” ujarnya.
Barulah Elleina memberanikan diri untuk duduk di hadapan ratu.
“Pertama-tama, saya ingin mengucapkan ulang tahun. Semoga anda selalu sehat dan diberkati.” ujar Elleina sebagai formalitas.
“Kamu adalah wanita yang sopan dan sederhana.”
“Belas kasih anda tiada tara. Terima kasih pujiannya.”
Ratu meletakkan kipas yang sedari tadi ia pegang itu kemudian menatap Elleina dengan senyum tipis diwajahnya.
“Saya tahu, Grexyn pasti sudah berpesan denganmu sebelum berbicara dengaku bukan?”
Elleina menatap ratu tidak percaya, naluri seorang ibu.
“Saya…”
"Pasti berat hidup bersama pria seperti Grexyn.” ujar Grace.
“Saya tidak mengerti kenapa beliau memilih saya.” ucap Elleina.
“Melihatmu saat ini sama seperti saya pertama kali masuk istana. Semua nya terasa asing, suasana rumah, orang-orang, bahkan udara yang saya hirup. Sangat berbeda dan hampir membuat saya menyerah dan keluar. Namun, saya bersikeras hidup berusaha di penjara yang dinamakan istana dan menjadi ratu.”
Entah apa alasannya Grace menceritakan masa lalunya sebelum menjadi ratu kepada Elleina. Hanya saja, itu terdengar menarik ditelinga Elleina.
“Hanya saja, kesulitanmu adalah tidak ada yang mendukungmu bukan?”
Pertanyaan Grace tentu menohok bagi Elleina.
Itu benar.
Tidak ada yang mendukungnya untuk bertahan hidup di kediaman Whitterdern. Mungkin kehadiran pelayannya sebagai formalitas untuk menemani Elleina di rumah. Namun, untuk dukungan batin dirinya sama sekali tidak mendapatkannya. Ia harus bertahan sendirian. Suaminya sendiri tidak mempedulikannya, bahkan keluarganya. Mereka sama sekali tidak ada menghubungi Elleina sejak ia menikah.
“Selama ini saya hanya menyemangati diri saya untuk bertahan hidup. Saya pikir, tidak perlu perasaan semacam itu muncul. Bahkan terpilihnya saya. Jika dipikirkan hal itu seperti menarik undian.” ujar Elleina seadanya.
“Pernikahan politik tidak selamanya buruk. Carilah peluang untuk saling menguntungkan dan tidak merugikan satu sama lain. Kamu tidak memerlukan perasaan di dalam kehidupan kalian. Jalankan saja formalitas yang kalian sepakati.” tutur Grace sembari meraih tangan Elleina dan ditepuknya pelan.
Grace juga merupakan korban pernikahan politik dulunya, ia menjalankan kehidupannya dengan tidak merugikan siapapun dan bisa menjadi seperti sekarang.
“Beribu-ribu kali pertanyaan yang sama muncul dikepala saya tentang kenapa saya yang dipilih dan bukan yang lain? Beribu-ribu kali juga saya selalu berpikiran semua akan baik-baik saja. Di lain sisi saya juga tidak bisa menyalahkan yang telah tiada.” tanpa Elleina sadari ia malah mengeluarkan emosinya di hadapan Grace.
Elleina sebenarnya lelah dan berpikir segala hal yang ia alami dalam tiga puluh hari ini merupakan beban pikirannya. Air mata lelahnya keluar begitu saja di hadapan Grace.
“Maafkan saya Yang Mulia, tidak seharusnya saya mengeluarkan emosi yang kekanakkan seperti ini.” ujar Elleina setelah sadar dengan perbuatannya yang kurang sopan.
“Tidak apa-apa nona Elleina, dari ini aku semakin yakin kamu adalah orang yang kuat. Kamu yang tidak bersalah ini malah masuk kedalam masalah antara saya dan Grexyn. Sejak muda Grexyn banyak menderita dan kehilangan orang-orang yang ia sayangi bahkan tidak tergantikan sampai sekarang. Kamu yang bukan siapa-siapa baginya tentu berat untuk diterimanya, walau ia sendiri yang memilihmu.”
Grace memberikan sapu tangan untuk Elleina mengusap air matanya.
“Terima kasih Yang Mulia.”
"Satu hal yang kuberitahu, Grexyn bukanlah seorang yang jahat. Sifatnya memang dingin dan nampak tak berperasaan. Namun, ia seorang pria yang mau mendengarkan. Jika ada masalah, bicarakan padanya. Walaupun kamu tahu jika responnya akan nampak tidak peduli.”
Ingin rasanya Elleina menyangkal saat Grace mengatakan bahwa Grexyn seorang yang baik saat ketika mengingat bahwa ia dijebloskan ke penjara di hari pertama pernikahan mereka. Baiklah, Elleina simpan itu sebagai rahasia rumah tangga.
“Ingat Elleina, seorang Whitterdern bukanlah seorang yang mudah putus asa.”
Setelah berincang untuk beberapa menit dengan ratu, barulah Elleina pamit pulang karena tiba-tiba saja Grexyn masuk kedalam ruangan ratu dan menemukan Elleina di sana. Elleina tidak mengerti, hanya saja ekspresi datar Grexyn nampak jengah melihat Elleina dan ratu berinteraksi. Pria itu langsung mengajak pulang istrinya tanpa mengatakan sepatah kata pada ratu maupun Elleina.
Suasana dingin di rumah mereka mungkin tidak akan pernah berubah, pikir Elleina. Namun, setelah berbicara dengan Grace, wanita itu pikir tidak ada salah untuk menjalankan dan mempertahankan diri dirumah Whitterdern.
Elleina berdiri menikmati sinar bulan yang terang melalui jendela kamarnya. Terlihat begitu terang dan dingin. Namun cukup menemani Elleina untuk melewati malam dengan tenang.
Ia tidak akan bertanya-tanya lagi tentang kenapa ia yang dipilih atau semacamnya, tidak akan membebani pikirannya dengan pertanyaan yang sama hampir setiap hari. Elleina tidak harus mempedulikan itu lagi. Terserah Grexyn dengan rencana pria itu kedepannya, Elleina tidak ingin terlibat jauh. Hanya formalitas saat dibutuhkan.
Selama ia tidak dirugikan.
Selama itulah Elleina bertahan.
Sementara itu di ruangan lain namun tetap di bawah atap yang sama, tepat di atas kamar milik Elleina, tempat ruang kerja Grexyn. Pria itu nampak berada di balkon sembari memegang segelas wine sembari diam menatap bulan yang begitu sempurna malam ini. semilir angin malam terus menyapu wajahnya yang sendu itu. Lelah tampak jelas di wajahnya yang datar dan jarang tersenyum itu.
Sepasang manusia itu masing-masing sibuk dengan pemikiran nya sendiri sembari menatap satu bulan. harapan mungkin tanpa sadar terucapkan dalam hati-hati masing-masing berharap akan menjadi nyata. Perasaan tidak bisa menyatukan satu sama lain, akan sulit untuk menjalankan kedepannya.
Kuharap tidak ada masalah lagi kedepannya/aku tidak ingin menghadap masalah yang merepotkan…-Grexyn/Elleina.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Vera Tambunan
waduh mati kebosanan deh
2020-08-21
1