Alecia pun mengajak Grexyn untuk berbicara di balkon agar setidaknya jauh dari keramaian.
“Jadi apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Grexyn.
Ia tidak ingin berlama-lama berbicara dengan Alecia kecuali pembicaraan tentang bisnis.
“Kenapa kau bisa menjadi sedingin ini?” ujar Alecia sembari mengerutkan dahinya karena bingung dengan sosok Grexyn didepannya.
Grexyn hanya diam tanpa ingin menjawab.
“Padahal dulu kau sangat ramah pada semua orang bahkan pada orang sakit-sakitan seperti ku. di saat semua menjauh takut tertular, kau malah datang dan mengajakku bermain keluar padahal itu yang aku sukai dari dirimu.” ujar Alecia mengingat masa lalunya ketika pertama kali bertemu Grexyn yang sedang berkunjung ke rumahnya untuk mengunjungi Alice.
Berbanding terbalik dengan Alice, ia memiliki fisik yang lemah dan sering sakit. Membuat Alecia selalu terkurung didalam kamar karena sakit. Kemudian, hari itu karena Alice sedang belajar dan Grexyn datang berkunjung. Tidak sengaja bertemu dengan Alecia yang sedang duduk sendirian di taman. Grexyn remaja datang menyapa dengan senyuman hangat dan ramah, mengajak Alecia bermain bersama.
Alecia menyukai itu dan Grexyn menjadi seseorang yang ia sukai. Sampai kenyataan memberitahunya jika laki-laki muda itu telah bertunangan dengan kembarannya Alice.
Kenangan yang diceritakan Alecia seolah menyakiti Grexyn karena berkaitan dengan Alice. ia tidak ingin melihat kenangan itu kembali namun, ia juga tidak ingin melupakannya.
“Dan disaat aku kembali aku malah melihatmu memilih orang lain.” ujar Alecia sembari menatap wajah Grexyn yang tidak pernah terlihat hangat seperti dulu itu.
“Setidaknya jika terpaksa, lakukanlah denganku saja!” ujar Alecia tidak terima dengan kenyataan yang ia lihat.
Ia pergi untuk berobat dan belajar, setelah kembali dan memiliki harapan terhadap Grexyn. Namun, ketika kembali dan bertemu dengan Grexyn, Alecia malah melihat wanita asing disampingnya. Wanita yang tidak pernah diprediksikan akan berdampingan dengan Grexyn.
Kini, apa yang harus menjadi jawaban Grexyn?
“Jika tidak ada hal yang ingin dibicarakan lagi, aku pergi.” Grexyn tidak tertarik untuk membahas hal seperti ini. perasaannya sudah cukup tersakiti dengan kepergian Alice, kemudian paksaan ratu terhadapnya.
“Grexyn?! Setidaknya jawab pertanyaanku terkait wanita itu?!” Alecia tidak terima dengan sikap Grexyn yang memilih diam. Ia langsung maju meraih lengan pria itu untuk mendapat jawaban yang ia mau.
Itu benar, bahkan Elleina sendiri tidak tahu kenapa ia yang harus dipilih Grexyn. Elleina sendiri telah menganggap seperti Grexyn menarik undian dan mendapatkannya secara tidak sengaja dan menjadikannya istri begitu saja. Singkat, padat dan jelas.
Namun, apakah menurut Grexym menikah itu terdengar seperti main-main?
*
*
*
Uluran tangan Lothair nyatanya tidak meluluhkan hati seorang Elleina untuk berdansa bersama. Ya, Elleina menolak ajakan pangeran tampan itu. akan lebih masuk akal jika Lothair mengajak para gadis yang belum memiliki pasangan atau tunangan, bukannya mengajak seorang wanita yang sudah bersuami. Terlebih kekesalan Elleina terhadap Lothair semakin membuatnya tidak ingin melihat pria yang pernah melemparnya kesungai dan membuatnya hampir mati tenggelam itu.
Sudah cukup lama Grexyn pergi bersama Alecia dan Elleina tidak tahu kedua orang itu mengobrol di mana. Terlebih sebagian hatinya malah tidak penasaran. Elleina cukup menghargai privasi Grexyn.
Sebagai penggantinya, Elleina hanya berkeliling pesta melihat pemandangan luar dari jendela besar yang ada di ballroom. Sesuatu menarik perhatiannya ditengah hingar bingar pesta ini. bukanlah seorang pria tampan, namun seorang wanita yang tengah duduk di bangku taman luar ballroom. Nampak tertunduk sendirian dan memancarkan aura kegelapan darinya.
Seperti aura putus asa.
Elleina bukanlah wanita yang ramah dan memiliki empati yang cukup besar. Namun karena kebosanan didalam pesta, Elleina mengambil langkah keluar dan menghampiri gadis yang tengah duduk sendirian dengan bahu yang bergetar seperti menangisi sesuatu atau menyesali sesuatu.
Jujur saja, Elleina melakukannya karena bosan. Ia tahu jika ia wanita yang seburuk ini.
“Permisi, apa kau baik-baik saja?”
Gadis yang mengenakan gaun malam berwarna merah itu menatap Elleina dengan mata yang sedikit bengkak dan memerah. Elleina tidak pernah melihat gadis muda ini didalam pertemuan kelas atas. Rambut coklat dan mata coklat indah milik gadis itu sama sekali tidak memberi Elleina petunjuk untuk mengenali dari keluarga mana gadis ini berasal.
Atau ia yang tidak pernah memperhatikan sekelilingnya dan sibuk dengan lingkaran pertemanan kecilnya bersama Beille dan Dane. Selebihnya Elleina tidak terlalu mengenal terlebih para nona muda seperti gadis ini.
“Bukankah anda nyonya Whitterdern?” tanya gadis itu dengan suara seraknya.
Elleina cukup terkejut karena ketenarannya.
“Itu benar tapi, apa kamu tidak apa-apa? Menangis sendirian seperti ini.” ujar Elleina sembari meminjamkan sapu tangannya yang ia bawa didalam saku gaunnya.
Gadis itu mengusap sisa air matanya lalu berterima kasih pada Elleina yang telah meminjamkan sapu tangan.
“Perkenalkan, nama saya adalah Emelian, putri dari Baron Hed Housmant. Keluarga kami adalah bangsawan kecil, jadi wajar saja jika anda tidak mengenal saya.” ujar Emelia seolah mengetahui pikiran Elleina.
Itu benar, Elleina tidak mengenal Emelian.
“Namun aku mengenal ibumu, nyonya Don Housmant karena kami pernah berbincang di setiap pertemuan para nyonya bangsawan.” jawab Elleina polos.
Rupanya terkaan Emelia terkait pengetahuan Elleina sedikit meleset. Benar jika mereka tidak saling mengenal karena Elleina selalu mengikuti pertemuan para nyonya besar dibanding dengan nona muda.
“Maafkan atas kelancangan saya.” ujar Emelian tidak enak.
“Tidak masalah. Lalu, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Elleina.
Tiba-tiba aura Emelian menjadi gelap dan penuh keputusasaan.
“Sebenarnya saya memiliki penglihatan yang buruk. Karena pesta ini, saya harus melepas kacamata tebal yang biasanya saya pakai karena saya harus berpenampilan cantik agar menarik putra mahkota. Namun, bukannya seperti yang diharapkan, saya malah menabrak salah satu putri bangsawan dan minuman yang ia pegang tumpah mengenai gaun mahalnya. Memikirkan bagaimana cara menggantinya saya sudah bingung dan saya juga mendapat pukulan akibatnya. Jika begini, ibu akan memarahi saya.” jelas Emelian sambil kembali sesegukan lagi.
Elleina kira masalahnya ringan. Ia tidak menyangka akan seberat ini. ia pun ikut duduk di bangku itu dan menatap Emelian.
“Setelah dipukul apakah ia masih meminta ganti gaunnya?” tanya Elleina.
Emelian menjawab dengan menggelengkan kepala.
“Akibatnya ia menamparku dua kali.”
Itu terdengar menyakitkan bagi Elleina.
“Apa kamu membawanya?” tanya Elleina.
Emelian menatap Elleina bingung.
“Maaf. Maksudku kacamatamu.” ujar Elleina geli karena melihat wajah polos Emelian yang tidak mengerti maksud ucapannya.
Mungkin lain kali Elleina tidak berbicara setengah-setengah.
“Ahh! itu,” Emelian merogoh saku gaunnya dan menampakkan sebuah kacamata tebal berbentuk bulat itu.
“Kenapa tidak dipakai saja? lagipula kamu nyaman dengan memakai itu.” ujar Elleina.
“Tapi, saya masih di pesta,” jawab Emelian nampak ragu dan cemas.
“Kenapa kamu harus takut? Sesekali egois untuk kebaikan diri sendiri tidak menjadi masalah, akan fatal jika kamu menabrak orang penting nantinya.”
Membayangkan perkataan Elleina membuat Emelian sedikit khawatir. Ia bahkan sulit melihat wajah Elleina dengan jelas. Hanya mendengar cerita dari ibunya tentang tuan Whitterdern yang menikahi seorang wanita.
Mendengar tentang Elleina yang sebagai nyonya besar dan selalu berpenampilan gloomy di setiap saat dan tentang rumah tangga nya yang tidak biasa itu.
Emelian pun mengangguk lalu memakan kacamatanya. Padangan yang awalnya kabur dan gelap menjadi jelas. Bahkan ia bisa melihat jelas wanita yang tiba-tiba datang menghiburnya itu. rambut hitam sebahu yang tertata elegan dan bola mata hitam gelap namun terlihat begitu ramah terhadapnya. Emelian selalu mendengar tentang cerita Elleina yang merupakan nyonya baru Whitterdern yang gloomy. Emelian juga tahu latar belakang keluarga Elleina yang bukan dari keluarga bangsawan.
“Ada apa Emelian?” tanya Elleina bingung karena Emelian terus menatapnya.
Emelian langsung tersadar dan merasa tidak enak karena sedikit kagum dengan Elleina yang mau menemuinya.
“Saya tidak pernah berpikir akan didatangi oleh nyonya besar seperti anda, menikah dengan seorang bangsawan terkenal pasti menyenangkan.” ujar Emelian.
Elleina hanya tersenyum. Rupanya gadis ini polos sekali, mengira kehidupan mewah yang Elleina alami saat ini membuatnya bahagia. Nyatanya ia seperti manusia tanpa jiwa. Bahkan untuk datang bertemu Emelian karena dirinya bosan dengan suasana pesta.
“kamu akan merasakannya ketika menikah nanti, bagaimana rasanya menjadi nyonya dari sebuah keluarga.” ujar Elleina.
“Sepertinya tidak mungkin ada yang mau menikah dengan putri dari bangsawan kecil seperti saya.” ujar Emelian pesimis.
“Benarkah? Tapi kamu datang ke pesta ini.”
Emelian memikirkan perkataan Elleina barusan. Alasan ia datang ke tempat yang sama sekali menurutnya tidak cocok dengan dirinya. Namun, ia tetap datang kesini.
“Saya kesini menghargai kemurahan hati raja, saya tahu jika saya tidak mungkin bisa mendapat perhatian dari pangeran.” jawab Emelian ketika ia sudah bisa merasa sedikit nyaman mengobrol dengan Elleina.
“Apa kamu menyukai pangeran mahkota?” tanya Elleina.
Pertanyaan Elleina seketika membuat Emelian tersenyum dan tersipu malu.
“Tidak ada yang tidak menyukai putra mahkota di negeri ini, semua wanita mendambakan menjadi pasangannya tapi, ketika melihat kandidat terkuat kebanyakan berasal dari keluarga bangsawan yang berpangkat tinggi.” jelas Emelian.
“Ehh, tapi tidak semua teratur seperti itu, akan ada beberapa hal yang tidak terduga dan tidak pernah diatur akan terjadi begitu saja.” ujar Elleina ketika mengingat pernikahannya bisa terjadi begitu saja hingga saat titik ini.
Elleina pun bangkit berdiri karena ia merasa waktu berbicara sudah cukup lama. Ia pun tersenyum lembut pada Emelian.
“Setidaknya, nikmatilah hidupmu saat ini. Aku pergi dulu.”
“Nyonya Whitterdern! Tunggu!” Emelian langsung bangkit berdiri dan memanggil Elleina.
“Hmm? Ada apa?” Elleina tidak jadi berbalik dan pergi.
Emelian meremas gaunnya kuat seolah sedang menyusun kata-kata yang bagus untuk diutarakan. Setidaknya baginya merupakan hal yang sangat beruntung bisa berbicara dengan seseorang yang ramah seperti Elleina di pesta ini.
“Saya sangat berterima kasih karena sudah bersedia menghampiri saya dan mengobrol, jika bisa saya ingin bertemu dengan anda, lagi.” ucap Emelian malu-malu dan terlihat sangat gugup bahkan wajahnya nampak tersipu.
Sikap Emelian seperti itu tepat dihadapannya membuat Elleina merasa gemas karena baru ini ia melihat gadis yang malu-malu berbicara padanya. Jika tidak mengingat wibawanya mungkin Elleina sudah memeluk Emelian saat ini juga.
“Tentu saja kita pasti akan bertemu lagi, saya akan mengingatmu Emelian.” ucap Elleina sembari meraih kedua tangan Emelian yang terasa dingin tanpa mengenakan sarung tangan di pertengahan musim gugur seperti ini.
“Oh!” Elleina menyadari betapa dinginnya kedua telapak tangan Emelian walau ia sendiri menggunakan sarung tangan.
“Ada apa Nyonya Whitterdern?” tanya Emelian bingung.
Elleina pun melepas genggaman itu lalu melepas kedua sarung tangannya dengan cuek.
*
*
*
“Kau bertanya kenapa wanita itu, benar?” tanya Grexyn sembari menatap kearah taman dibawah balkon tempat ia dan Alecia berbicara.
Ia jelas melihat apa yang Elleina perbuat walaupun lengannya masih belum Alecia lepaskan untuk mendapat jawaban.
“Karena wanita itu bodoh.” jawab Grexyn dingin sembari melihat betapa polosnya Elleina memberikan sarung tangannya pada seorang wanita yang tengah berbincang dengan Elleina.
Alecia nampak tidak memahami arti dari ucapan Grexyn barusan, ia ingin meminta alasan yang lebih jelas namun Grexyn sudah melepas tangannya yang menggenggam dan pergi kedalam ruang pesta meninggalkannya sendiri.
Di sisi lain ia juga merasa kesal ketika diabaikan seperti ini setelah saling mengenal dulunya. Grexyn yang ramah dan ceria seolah lenyap ditelan seseorang berhati dingin dan tidak peduli seperti tadi.
Siapa yang harus disalahkan? Kematian Alice atau kemunculan Elleina?
Alecia tidak dapat menerima keduanya setelah segala usaha ia bangun selama bertahun-tahun untuk mendapat kesempatan hidup bersama Grexyn.
Ia menghantam pembatas balkon dengan keras menggunakan kedua tangannya yang sudah geram. Menatap gelap malam dengan amarah.
“Tidak ada pilihan bagi wanita itu kecuali mati.” geramnya.
*
*
*
*
“Bagaimana pesta ulang tahun putra mahkota kemarin?” tanya Beille pada Elleina.
Elleina saat ini sedang berkunjung ke kediaman keluarga Hograts untuk kembali belajar merajut bersama Beille. Namun, kali ini ia tidak sendirian melainkan bersama Dane yang datang membawa kue. Sudah lama Elleina tidak menemui para sahabatnya ketika dirinya masih harus menjalani perawatan karena sakit.
“Mungkin bisa dikatakan mewah.” ujar Elleina yang masih sibuk merajut benang biru yang sudah mulai kelihatan bentuknya itu.
Dane dan Beille tiba-tiba saja terkekeh geli mendengar jawaban Elleina tentang pesta meriah itu. jika dari orang lain, banyak yang membicarakan betapa mewah dan meriahnya pesta itu. entah saat Elleina yang memberi jawaban, kesan pestanya seakan seperti tea party biasa.
“Kenapa kalian tertawa?” tanya Elleina bingung.
“Tidak! hanya saja, nampaknya kamu tidak tertarik pada pesta itu.” jawab Beille sembari masih terkekek karena jawaban Elleina.
“Ya, Elleina yang kutahu bukanlah orang yang mudah masuk kedalam kemeriahan sebuah pesta.”
Elleina hanya tersenyum mendengar respon kedua sahabatnya itu lalu menunda rajutannya untuk memakan kudapan yang telah disediakan.
“Tapi, ada yang sedikit menarik perhatianku.” ucap Elleina.
“Kamu tidak mungkin mengatakan dia adalah putra mahkota itu kan?” tanya Dane.
Elleina menggeleng pelan.
“Wanita bernama Alecia Gouldent, aku bertemu dengannya.” jawab Elleina lalu menghabiskan secangkir tehnya.
Raut wajah Beille dan Dane seketika berubah menjadi serius dan penasaran.
“Alecia Gouldent? Ia adalah kembaran Alice mantan tunangan suamimu.” ujar Beille.
Dane nampak berpikir sebentar.
“Rumornya Alecia pernah menyukai Grexyn, walaupun ia tahu jika Alice sudah bertunangan dengan Grexyn. Setelah kematian kembarannya, Alecia memutuskan untuk keluar negeri untuk berobat dan belajar.” jelas Dane yang nampaknya sedikit lebih tahu tentang Alecia.
“Jika masalah menyukai nampaknya aku juga menyadarinya.” ujar Elleina polos.
“Eh?! Apa akhirnya Elleina menyadari saingannya?!” tanya Beille bersemangat.
Wajah Elleina langsung menjawab dengan ekspresi herannya dan tidak tertarik akan topik semacam itu. Nampaknya Dane dan Beille juga jengah dengan ekspresi ‘menjijikan’ yang Elleina keluarkan ketika membahas ‘perasaan’ dengan Grexyn.
“Ohh!! Ayolah Elleina! Apa kamu benar-benar tidak memiliki perasaan apa-apa pada Grexyn setelah sekian lama dan banyaknya kejadian antara kalian?” ujar Dane lelah.
“Eh, benar juga ya. Kenapa aku tidak merasakan apa-apa setelah sekian hal yang terjadi?” tanya Elleina polos.
Dane dan Beille kompak ingin jungkir balik dari kursinya ketika mendengar jawaban bodoh Elleina.
“Rasanya aku ingin menangis karena sahabatku telah kehilangan jiwanya.” ujar Beille frustasi.
“Eh??” Elleina yang bingung lalu terkekeh karena reaksi temannya yang sangat lucu ketika mendengar responnya.
Sepanjang perjalanan pulang dari kediaman Beille, ia habiskan untuk melihat hasil dari kegiatan belajar merajutnya itu. Elleina tidak tahu akan jadi apa benda yang sedang ia kerjakan saat ini. ia hanya menyimpulkan, mengikat, memastikan semua benang terajut rapi hingga menjadi selebaran yang panjang tanpa arti.
“Perasaan ya,” guman Elleina.
ia masih bisa merasakan apa itu perasaan senang, takut, sedih namun ketika di tanya bagaimana ia dengan Grexyn, seketika kepala nya kosong karena tidak tahu menggambarkan perasaannya pada Grexyn.
Marah? Senang? Sedih? Benci? Sayang?
Elleina menjadi bingung sendiri karenanya.
*
*
*
*
Sementara itu, seseorang yang sedang diperdebatkan di dalam hati Elleina hanya memandang kosong langit sore dari jendela ruang kerjanya. Ia memang giat dalam bekerja, namun Grexyn tahu jika tubuhnya memerlukan istirahat. Melihat sinar kekuningan dari matahari yang beberapa menit lagi ingin tenggelam ditelan gunung membuat dirinya merasa lebih baik dan tak lama melihat sebuah kereta kuda putih berlambang keluarga Whitterdern perlahan menuju kediaman. Kereta itu membawa Elleina didalamnya.
“Tuan, saya membawa kopi untuk anda.” ujar Leon sembari masuk kedalam ruang kerja Leon dan mulai membereskan pekerjaan Grexyn.
“Leon.” panggil Grexyn dengan suara pelannya.
“Ada apa tuan?” tanya Leon merespon panggilan itu.
“Apa keputusanku benar? Melakukan semua ini?” tanya Grexyn sembari menatap kedatangan Elleina dari kediaman Hongrats dan sedang disambut oleh pelayannya.
“Apapun keputusan anda saya akan tetap mendukung dan membantu dengan sepenuh hati.” jawab Leon.
“Sekalipun aku harus mengorbankan sesuatu.” ujar Grexyn sembari meremas dadanya seolah menahan sakit yang tidak berdarah.
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Vera Tambunan
elleina mau di cerai ya?
2020-08-22
1
🌹Milea 🖤
kok aq curiga jangan" si alicia yg bunuh sdra kmbar nya sndri 🤔
2020-08-03
3