Bab 14

"Eh, te-tentu enggak, lah, Dek,"

Kulihat Mas Ilham menggaruk tengkuk dan matanya melihat ke sembarang arah. Sikapnya persis seperti orang yang sudah ketahuan mencuri.

"Ya, ya sudah Ibu dan Yuli keluar aja du…"

"Tunggu! Siapa yang mau membereskan ruangan ini kalau mereka keluar."

Aku sengaja memotong ucapan Mas Ilham, enak saja dia meyuruh mereka keluar begitu saja setelah mengacak-acak kamarku. Masa aku yang harus membereskan kekacauan mereka?

"Lho, ki-kita, kan, bisa melakukannya?"

"Siapa bilang aku yang akan membereskannya? Bukankah ini ulah kalian?"

Kutatap wajah mereka satu persatu yang sudah berubah tegang. Enak saja mereka mau melenggang begitu saja, bukankah perbuatan mereka sudah melukai harga diriku. Mengacak-acak kamar tanpa sepengetahuanku, dan mencari sesuatu yang bukan milik mereka adalah tindakan yang sudah melukai harga diriku.

"Iya, tapi kan tadi kita lagi cari tikus."

"Terserah kalian mau cari tikus kecoa atau apapun, yang jelas kalian bertiga harus mengembalikannya seperti sedia kala."

Aku melihat mereka saling berpandangan, terutama Ibu yang kemudian memberiku tatapan tajam.

"Kamu bahkan menyuruh ibu mertuamu ini?" Tunjuknya pada dirinya sendiri dengan wajah yang sepertinya tidak percaya kalau aku bisa berbuat demikian.

"Sudah kubilang kalian bertiga yang harus membereskan semuanya."

"Tapi, Dek, kenapa kamu libatkan Ibu juga? Bukankah dia ibu kandungku yang artinya ibu mertuamu? Apa sudah hilang rasa hormatmy pada ibuku?"

"Aku akan menghormati kalian selama kalian bersikap hormat kepadaku. Sudah kerjakan saja, saat aku kembali kamar ini sudah harus bersih."

Aku meletakkan tas yang tadi masih kubawa, kemudian mengambil baju dari atas kasur lalu masuk ke kamar mandi. Membiarkan mereka dengan sumpah serapah yang terlontar dari mulutnya.

Aku mengunci pintu kamar mandi dan mulai mengguyur badanku, membiarkan pakaian kerja yang masih melekat terkena guyuran air dari showe. Aku menangis terisak, salah apa aku hingga Tuhan menghadirkan manusia-manusia seperti mereka ke dalam hidupku.

Manusia-manusia tidak bersyukur yang ingin mengambil hak orang lain. Yang lebih parahnya lagi, salah apa aku sama suamiku. Hingga dia menghadirkan madu di rumah tangga kami. Apa kurangnya aku sampai dia tega berbuat seperti ini.

Kulucuti semua pakaianku yang basah, membersihkan tubuh setelah itu berganti dengan baju yang sudah kubawa sebelumnya. Di luar suara masih terdengar suara mereka menggerutu, biar saja, setidaknya tangan mereka juga ikut bekerja.

"Aw!"

Aku menajamkan telinga saat mendengar seseorang berteriak, sepertinya dia sedang kesakitan.

"Kamu kenapa Yuli?"

Itu suara Ibu, sepertinya dia khawatir

"Kamu kenapa, Sa…eh, Yul?"

Karena penasaran aku membuka pintu kamar mandi. Yuli sedang terduduk sambil memegangi perutnya, di sebelahnya ibu mengelus punggungnya dengan wajah khawatirkan.

"Perutku sakit."

"Ham, coba antar Yuli ke kamar."

Kulihat Mas Ilham dengan sigap menggendong wanita itu ke kamarnya, dan kulihat juga kalau wanita itu menyandarkan kepalanya di dada suamiku. Ibu mengikuti mereka di belakang, dan aku tentu saja mengikuti mereka. Penasaran dengan apa yang menimpa Yuli.

Mas Ilham menurunkan wanita itu dengan hati-hati, bahkan sangat hati-hati. Dan kalau telingaku tidak salah dengar suamiku berkata 'kamu kenapa, Sayang?' saat menurunkan wanita itu.

"Kamu kenapa Yul?" Ibu mertua bergerak mendekat dan suamiku sedikit mundur ke belakang.

"Perut Yuli sakit." Ucap wanita itu sambil menunjuk perutnya, lebih tepatnya perut bagian bawahnya. Apa dia hamil? Pikiran itu sempat berkelebat di benakku, tapi bukankah mereka baru saja menikah.

Kulihat Ibu meraba perut wanita itu, "Ham, bawa Yuli ke dokter." Ibu pun bangkit dari duduknya, dan saat akan keluar kamar dia sempat memberiku tatapan sinis. Mungkin sakit hati karena perlakuanku tadi.

"Pesan taksi online dulu, Ham." Kudengar suara Ibu sedikit berteriak dari dalam kamarnya, dan Mas Ilham pun segera memesan taksi online dari ponselnya.

Kemudia suamiku menuntun Yuli keluar dari kamarnya, dan dengan kurang ajarnya wanita itu menyandarkan kepalanya di pundak suamiku.

"Eh, apa-apaan ini?" Aku segera memisahkan mereka, melepas pegangan tangan suamiku dari wanita itu. Bukannya aku cemburu karena rasa cemburuku sudah habis dan berganti kecewa. Aku melakukan ini hanya karena tidak ingin wanita itu mendapat tempat.

"Kenapa, sih, Dek, wajar kan di seperti itu karena sedang sakit." Mas Ilham terlihat membelanya.

"Sudah biar aku saja yang pegang, kamu tunggu mobil diluar." Aku menggantikan suamiku menuntun wanita ini, dan sepertinya si Yuli ini marah. Karena dari ekor mataku aku bisa melihat kalau dia mendengus kesal.

Mobil pesanan mereka datang, dan aku masih menuntun wanita itu untuk naik ke mobil tetsebut. Saat aku juga ingin ikut naik tiba-tiba ibu melarangku.

"Kamu nggak usah ikut, Ran, gara-gara kamu, kan, Yuli jadi seperti ini?"

Lho, kok aku? Memang aku salah apa? Apa jangan-jangan karena menyuruhnya membereskan hasil kekacauan yang mereka buat menyebabkan dia sakit? Bukannya pekerjaannya tidak terlalu berat.

Pintu mobil tertutup tanpa bisa kucegah, dan melaju begitu saja tepat di hadapanku. Kurang ajar sekali, terpaksa aku memasuki rumah dengan perasaan dongkol. Padahal, kan, aku ingin ikut untuk melihat dia sakit apa. Atau jangan-jangan ibu sengaja menahanku agar aku tidak tahu hasil pemeriksaannya.

Maka tanpa pikir panjang lagi aku mengikuti mereka, setelah terlebih dahulu mengambil jaket parasut yang kebetulan teronggok di atas kasur. Untungnya jaket ini punya tudung di kepala jadi aku bisa menggunakannya.

Kulajukan motorku secepat mungkin untuk menyusul mereka, dan sepertinya semesta sedang berpihak padaku. Mobil yang mereka tumpangi masih terjebak macet di depan sana. Aku mengambil posisi tak jauh dari mobil itu.

Begitu kulihat mobilnya bergerak aku juga bergerak, dan tetap mengambil jarak aman agar tak ada yang tahu kalau aku mengikuti mereka. Apalagi sekilas kulihat Mas Ilham melihat ke belakang melalui spion mobil, semoga saja dia tidak melihatku.

Mobil belok ke tikungan di depan, dari sini kondisi lalu lintas cukup lancar. Aku masih mengambil posisi tak jauh dari mobil mereka. Kulihat mobil berhenti di sebuah klinik, yang dari papan neon box di atas pagarnya bisa kubaca Dr. Agustina, Sp.Og.

Jatungku berdetak cepat, apa dugaanku benar kalau wanita ini hamil. Tanganku gemetar, rasanya aku belum siap menerima kenyataan ini. Aku masih duduk diatas motorku, mencengkeram kedua setirnya dengan erat. Bahkan buku-buku tanganku terlihat memutih.

Kuputuskan untuk ikut masuk ke dalam, sambil mulut merapal mantra semoga dugaanku salah. Aku melongokkan kepala sebelum benar-benar masuk ke dalam, di sana di ruang tunggu tidak ada siapa-siapa. Apa hanya mereka pasien di klinik ini.

Di sebelah pintu ruang periksa ada meja dan sebuah kursi, tetapi kursi itu juga kosong. Sepertinya petugas disini juga ada di dalam. Aku berjalan mengendap-endap masuk ke dalam, dan mengintip dari ruang periksa.

"Selamat istri Anda sedang hamil, dan menurut hitungan usia kehammilannya menginjak dua minggu."

Ucapan dokter wanita itu bagai petir menyambar jamtungku. Aku menutup mulut dan mundur pelan-pelan, jadi, wanita itu benar-benar hamil?

Jadi? Mereka sudah sejauh itu? Dengan langkah gontai aku meninggalkaan ruang praktik dokter kandungan ini. Padahal mereka baru beberapa hari menikah dan wanita itu sudah hamil. Berarti sebelumnya mereka sudah, ah, aku tidak bisa berpikir lagi.

Motor kulajukan kembali ke rumah, aku sudah muak dengan sikap mereka. Dan sekarang sudah saatnya kutunjukkan siapa diriku. Tunggu saja, kalian tidak akan menikmati kebahagiaan itu sekarang.

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

terima kasih sudah mengikuti cerita RaRa sampai sejauh ini. sambil menunggu bab selanjutnya Rara akan merekomendasikan novel dari teman Rara.

judul: Salah Ranjang Balas Dendam Sang Mafia

karya: Yayuk Triatmaja

Dua gadis kembar Elona dan Elena memiliki sifat yang sangat berbeda. Adik kembarnya sangat membenci kakak kembarnya hingga suatu ketika adik kembarnya menabrak seorang nenek tua dan meminta pertolongan kakak kembarnya untuk mengakui kalau dirinya yang menabraknya.

Alona yang sangat menyayangi adiknya akhirnya mengakui kalau dirinya yang menabraknya hingga salah satu cucu nenek tersebut mengajaknya untuk menikah dengan dirinya.

Siksaan demi siksaan dari suaminya diterima oleh Alona hingga Alona kabur namun selalu tertangkap oleh suaminya hingga suatu ketika dirinya berhasil kabur.

Apa yang akan dilakukan suaminya ketika suaminya mengetahui kalau ternyata Alona bukanlah orang yang menabrak neneknya? Sedangkan Alona sudah pergi entah kemana.

Ikuti yuk novelku yang ke 26

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Rani ceraikan saja suami tak berguna tu.. untuk apa tampung lagi menyusahkan saja..apa lagi menyakitkan hati mu

2023-06-13

0

S

S

Sebelum nikah aja sudah ketahuan d hotel.si rani malah syok krn mereka sudah berbuat sejauh itu.memang kemaren pas k hotel mereka mau main gaple,mbak ?

2023-06-10

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

usir aja mereka, atuh Ran ...
rumah kan punya kamu .
selama ini mereka juga hidup dari uang kamu ...
koq ya seenaknya begitu ..
apalagi si tuYul hamidun ... beeuuh ... bisa2 jadi bertingkah ... dan si emak juga bakalan tambah songong ... termasuk Ilham ..
daripada kau stress dgn kelakuan mereka .. mending usiiiiirrrrr ... !!!

2023-04-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!