Bab 4

"Dek, surat rumah ini dimana?"

Aku menghentikan suapan yangbakan masuk ke mulut, kemudian menatap Mas Ilham dengan pandangan bertanya.

"Surat rumah? Buat apa?"

Suamiku itu sedikit memajukan tubuhnya sebelum menjawab pertanyaanku.

"Gini, lho, dek, mas mau tanya surat rumah ini ada dimana? Kalau bisa diganti nama mas aja gimana?"

"Kenapa harus diganti?"

"Ya, biar enak aja, Ran kalau mau butuh apa-apa."

Kali ini ibu mertuaku yang menimpali.

"Mau butuh apa, sih, Bu?"

"Maksud ibu kalau ada perlu apa-apa, kan, cepet kalau sudah diganti namanya Ilham. Kan kuat itu kalau pakai nama suami kamu."

Sebenarnya aku tidak paham apa yang mereka maksud, tetapi aku akan pura-pura bodoh dan menuruti apa mau mereka. Agar aku bisa tahu sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan.

"Jadi suratnya mau diganti atas nama kamu, Mas?"

"Iya, Dek, biar enak kalau mau ngurus apa-apa. Biar cepet gitu."

Akupun mengangguk dan membulatkan mulut, pura-pura paham dengan ucapan mereka.

"Aku lupa surat itu ditaruh dimana, tapi coba aku cari lagi, ya, Mas."

Mas Ilham dan ibi sepertinya terlihat gelisah dengan jawabanku.

"Kok bisa lupa, sih, Dek. Barang berharga lho itu."

Mas Ilham mencoba menasehatiku.

"Lha iya, Mas, karena saking berharganya aku simpan di tempat yang nggak ada seorang pun yang tahu, sampai-sampai aku sendiri lupa tempatnya dimana. Ya, gimana, Mas, namanya takut diambil orang-orang yang nggak berhak."

Aku sengaja menyindir mereka dan ternyata berhasil, mendengar ucapanku barusan mereka seperti kelabakan sendiri. Terlihat dari gestur tubuh mereka yang saling memberikan kode lewat tatapan mata.

"Ya, tapi, kan, aku suami kamu, Dek."

"Nanti kalau sudah ketemu aku kasihkan ya, Mas."

"Iya-iya, Dek." Mas Ilham mengangguk dengan penuh semangat.

"Sudah, Ran, kamu siap-siap aja biar ibu yang bereskan semuanya."

Aku tertegun, tumben ibu mau membantuku mengerjakan urusan dapur. Apa ini cuma pencitraan aia biar aku mau memberikan surat rumahku ini pada anaknya. Aku semakin curiga mereka merencanakan sesuatu di belakangku.

"Ya sudah saya ganti baju dulu ya, Bu."

Aku segera masuk kamar untuk mengganti baju, pintu sengaja aku kunci karena aku ingin segera mengamankan barang-barang berhargaku terlebih dahulu.

Aku mulai membuka ruang rahasia tempatku menyimpan barang-barang berharga. Untuk surat rumah aku selipkan saja di baju yang mau aku pakai nanti. Karena aku biasanya bawa tas yang ukurannya sedikit lebih kecil untuk bekerja.

Kalau hari ini aku ganti tas yang lebih besar, takutnya mereka akan curiga dan menggeledah isi tasku. Sedangkan untuk barang berharga seperti emas dan uang tunai aku masukkan tas dan kubawa sedikit demi sedikit.

Rencananya semua barang berharga dan surat rumah akan aku simpan ke deposit box saja. Mereka mungkin nggak akan tahu dimana aku menyimpannya dan nanti aku akan berpura-pura kalau surat itu hilang.

***

"Kamu dari kemarin-kemarin murung terus ada apa?"

Lamunanku tentang nasih rumah tanggaku selanjutnya dibuyarkan oleh pertanyaan Mira. Ternyata dia cukup peka juga dengan perubahan sikapku selama ini.

"Kenapa lagi? Ada masalah sama mertua dan suamimu itu?"

Aku tudak dapat menyembunyikan semua masalahku di hadapan Mira, hanya dia orang yang selama ini aku percaya untuk menumpahkan semua keluh kesahku.

"Iya, kemarin mereka meminta surat rumah dibalik atas nama Mas Ilham."

"Lho, kok bisa! Itu, kan, rumah kamu.

Tepat seperti dugaanku, Mira akan terkejut mendengar penuturanku barusan.

"Apa jangan-jangan mereka mau menjual rumah kamu, Rin?"

Aku belum berpikiran kearah sana tadi, tetapi bukan tidak mungkin kalau mereka merencanakan hal itu.

Drrrt

Tiba-tiba ponselku berdering dan ada nama Mas Ilham tertera disana, buru-buru kuangkat dan saat itu juga Mira meminta untuk di loud speaker.

"Hallo, Dek, bisa kirim uang ke rekening mas lagi?"

Aku mengernyitkan dahi.

"Uang? Buat apa, Mas?"

Aku saling melempar pandang dengan Mira.

"Ini, Dek, di lowongan yang kemarin Mas disuruh datang untuk wawancara sekarang."

"Lho, bukannya kemarin sudah aku kirim uang satu juta, Mas, masa udah habis?"

"Ya, habis lah, Dek, tempatnya juga jauh. Mas kemarin juga harus menyiapkan berkas-berkasnya dulu."

"Emang kerjaan apa, sih?" Mira mendekat dan berbisik di telingaku, aku menjawab dengan mengedikkan bahu karena memang tidak tahu pekerjaan apa yang akan ia masuki.

"Hallo, Dek, gimana?"

"Jangan dikasih." Mira berbisik lagi di telingaku.

"Aku nggak ada uang, Mas."

"Masa nggak ada pegangan sama sekalli, Dek. Maas butuh banget ini."

"Nggak ada tadi uangnya udah aku pakai buat belanja sama bayar hutang ibumu di warung."

"Hutang, ibu hutang apa?"

"Kata Mbak Ita ibu ambil ayam dan daging kemarin."

"Masa, sih? Kalau nggak ada pinjam sama siapa dulu nanti kamu gajian langsunh bayarin."

Mira menyilangkan kedua tangannya memberi isyarat agar aku tidak menuruti permintaan Mas Ilham.

"Nggak ada, Mas, tanggal tua gini uang mereka juga udah menipis."

Mira mengacungkan jempolnya mendengar ucapanku.

"Bin dulu aja ke bos kamu, nanti duruh potong gaji."

"Ya, nggak bisa, Mas."

"Masa nggak bisa ngusahain, sih, nggak bisa diandalkan kamu itu…tut."

Sambungan diputus begitu saja oleh Mas Ilham, apa kaitannya tadi aku nggak bisa diandalkan? Lalu yang membiayai hidup dia sama ibunya selama ini siapa?

"Suami kamu kok gitu, sih, seenaknya sendiri aja kalau minta uang. Lagian mau dapet kerjaan apa sampai habis uang begitu banyak."

Mira mulai mengomeliki, sejak mendengar pembicaraanku dengan Mas Ilham tadi dia memang tidak berhenti mengepalkan tangan. Mungkin kalau suamiku itu ada disini sudah habis dia dihajar Mira.

"Aku juga nggak tahu, dari kemarin aku tanya dia juga nggak jawab."

"Dasar suami parasit, untung kamu betah hidup sama dia. Kalau aku sih ogah, mending hidup sendiri daripada makan hati."

Iya, kuakui dulu Mas Ilham merupakan sosok yang perhatian, penyayang dan bertanggung jawab. Itu sebabnya aku jatih hati padanya, hingga bersedia diajak menikah setelah empat bulan berpacaran.

Namun, siapa sangka dia sekarang malah menunjukkan sifat aslinya yang bertolak belakang.

"Kamu nggak ngerasa ada yang aneh sama perilaku suamimu itu?"

Pertanyaan Mira sedikit menohokku, beberapa bulan ini Mas Ilham sedikit berbeda. Dia selalu menghabiskan waktu dengan bermain ponsel, setiap aku tanya katanya lagi mabar game online sama teman-temannya.

Sesekali aku melihat Mas Ilham tertawa sendiri saat memainkan ponselnya, aku sempat curiga kalau dia ada main dengan perempuan lain. Namun, ia sendiri bahkan jarang keluar rumah.

"Entahlah, Mir, aku sendiri juga nggak tahu."

"Coba kamu selidiki dulu, siapa tahu firasatku tidak benar."

***

Ucapan Mira masih terngiang dengan jelas di benakku, bahkan sampai aku di rumah pun aku masih kepikiran dengan ucapannya tadi. Rumah sudah terlihat bersih dan rapi saat aku pulang. Di dapur pun tidak ada piring kotor, semua tampak bersih.

Lauk juga sudah tersedia di meja makan, ada rendang daging dan sayur lodeh nangka. Lega rasanya karena ibu mulai mau membantuku mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi aku juga curiga jangan-jangan ini modus agar aku mau menyerahkan surat rumah pada Mas Ilham.

"Kamu sudah pulang, Rin?"

Ibu baru saja keluar dari kamar dan melihatku masih berdiri di dapur.

"Eh, iya, Bu. Mas Ilham belum pulang?"

"Belum suamimu masih ada perlu. Nggak usah ditunggu dia bilang pulang agak malam."

"Lho, memangnya Mas Ilham kemana?"

"Ke rumah temannya."

"Katanya tadi mau wawancara kerja?"

"Iya, habis itu ke rumah temannya."

Teman, teman yang mana? Sepertinya aku harus segera mencari tahu.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

moga Rina kau berhasil mencari nya

2023-06-13

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

suami sengklek gak tau diri .. 😡

2023-04-26

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

Rani peka dan cerdas ... syukkaaa ... 👍👍😍😍💝💝

2023-04-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!