Bab 2

Akupun berpamitan keluar dari ruangan bosku dan kembali ke mejaku untuk merevisi laporan keuangan.

"Gimana?"

Tanya Mira saat melihatku keluar dari ruangan Pak Alvin, suaranya begitu lirih. Mungkin ia takut bos besar yang ada di dalam sana akan mendengar percapakan kami.

"Iya, aku salah bikin laporan, untung cuma disuruh revisi doang. Kalau dipecat mampus aku."

Benar, pekerjaan ini satu-satunya sumber penghasilanku. Gajinya cukup lumayan, mungkin itu sebabnya Mas Ilham jadi ogah cari kerja lagi. Tiap aku tanya jawabannya selalu sama.

"Aku udah berusaha cari kerja, Rin, kalau belum dapet ya belum rejekiku aja."

Begitulah alasan yang selalu dia ucapkan. Pernah aku menawarinya uang untuk modal agar dia buka usaha sendiri sesuai kemampuannya. Nemun, ia selalu menolak dengan berbagai alasan katanya takut nggak balik modal lah, katanya saingannya banyak lah.

Padahal yang namanya untung rugi itu pasti ada, kan. Asal niat aja pasti semua akan terlewati.

Aku kembali menekuri laporan keuangan di hadapanku, merevisi isinya sebelum nanti kuserahkan kembali pada Pak Alvin. Saat itulah aku mendengar ponselku bergetar, dan begitu kulihat ada notifikasi dari Mas Ilham.

"Rin, bisa transfer ke rekeningku sejuta aja."

"Buat apa?"

"Ada lowongan kerja di temanku, aku mau coba melamar kesana."

Aku mengernyitkan dahi, tumben dia mau cari kerja sekarang. Apa sekarang dia sadar kalau kebutuhan sehari-hari terutama kebutuhan pribadinya itu nggak bisa dibeli pakai daun. Namun, apa iya harus sebanyak ini? Mengingat kebutuhan dapur saja harus aku yang menanggung. Belum lagi kalau nanti ibu mertua juga ikut minta uang.

"Kok banyak, sih, Mas?"

Pesanku langsung terbaca dan terlihat Mas Ilham sedang mengetikkan balasan.

"Nggak usah banyak tanya kenapa, sih. Toh kalau aku udah kerja dan dapat gaji, kamu juga yang ikut menikmati hasilnya."

Benar juga, kalau dia kerja kan setidaknya ada tambahan pemasukan buatku, hingga aku tak perlu memutar otak sendiri.

"Ya udah tunggu, bentar lagi aku kirim."

"Nah, gitu , dong. Makasih ya, Sayang."

Tumben dia bilang sayang, biasanya aja selalu panggil namma gitu aja. Akhirnya uang satu juta aku kirim ke rekening Mas Ilham, semoga saja dia mendapatkan pekerjaan ini.

Pekerjaan hari ini selesai, laporan yag sudah kurevisi tadi sudah masuk ke meja Pak Alvin. Aku berjanji dalam hati untuk tidak membuat kecerobohan lagi lain kali. Untuk sekarang aku memang tidak mendapat hukuman hanya harus merevisi saja, kalau sampai terjadi lagi bisa-bisa aku dipecat dari pekerjaanku.

Akhirnya aku bisa pulang ke rumah setelah seharian lelah dengan pekerjaan di kantor. Aku ingin mandi air hangat setelah itu makan dengan lahap kemudian tidur. Ya, aku sangat lelah sekali, seharian berkutat dengan angka-angka membuat kepalaku pening.

Motor sudah kuparkir di teras rumah, lalu aku membuka pintu dan mendapati pemandangan yang membuat kepalaku serasa ingin meledak. Memasuki rumah aku menemukan lantai yang kotor dan berdebu, seperti tidak disapu. Aku melangkah ke dapur, disana di wastafel kulihat piring kotor menumpuk menunggu untuk dicuci.

Meja makan kosong, magic com dalam kondisi terbuka tanpa nasi. Hanya tinggal panci yang masih melekat di dalamnya dengan sisa nasi yang menempel di pinggirannya. Aku pun melangkah menuju kamar sambil menghembuskan napas berat, tiba-tiba aku mendengar pintu kamar ibu terbuka dan beliau keluar dari kamar dalam keadaan seperti bangun tidur.

"Kok baru pulang? Kemana aja? Buruan kamu masak ibu sudah lapar."

Apa ibu tidak bisa melihat kalau menantunya ini baru pulang kerja? Malah meyuruh seenaknya, aku kan juga butuh istirahat. Pulang ke rumah bukannya bisa istirahat malah masih harus kerja lagi.

"Kenapa bengong? Kamu lapar juga, kan?"

Ibu masih tidak memahami tatapanku, malah semakin menjadi menyuruhku. Aku malas berdebat, jadi aku segera memasuki kamar dan berganti daster rumahan. Kuurungkan niatku untuk segera mandi dan lebih memilih melakukan pekerjaan rumah.

Satu setengah jam kemudian semuanya sudah selesai. Rumah sudah aku sapu bersih, piring kotor sudah aku cuci. Dan makanan sudah tersedia di meja makan. Bukannya aku diam saja diperlakukan seperti ini, hanya saja aku malas kalau harus berdebat dengan ibu mertua. Tenagaku cukup habis hari ini.

Akupun pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri, rasanya segar saat tubuhku diguyur air hangat. Setelah berganti pakaian yang aku bawa ke kamar mandi, aku pun keluar dan menuju meja makan. Disana sudah ada ibu dan Mas Ilham, rupanya dia baru saja pulang entah darimana.

"Baru pulang, Mas? Gimana lamaran kerjanya?"

Mas Ilham hanya melirikku sekilas, setelah itu dia pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaanku.

"Mas?" Aku mencoba menghentikannya karena merasa sikapnya aneh sekali tetapi dengan cepat ibu menghalangiku.

"Sudahlah, Ran, suamimu itu capek jadi jangan ditanya macam-macam. Lagian kamu masak apa ini, kenapa cuma ada tempe, telur dadar sama oseng kangkung saja?"

"Memang kenapa, Bu? Ada yang salah?"

Ibu menatapku dengan geram.

"Masa kamu ngasih ibu makanan seperti ini?"

"Lho, kenapa dengan makanannya, Bu?" tanyaku heran.

"Jangan mentang-mentang kamu yang kerja, ya, ngasih makan mertua pelit gini."

Ibu menatap makanan yang aku masak dengan sinis, salahnya dimana? Apa karena aku cuma memasak sayur kangkung dan tempe goreng? Bukannya aku sengaja, tapi karena menu ini yang masaknya cepet nggak ribet. Lagian aku juga bikin telur dadar juga, kok.

"Ibu maunya apa?"

Aku mencoba bicara dengan lunak, barangkali saja ada makanan yang ibu inginkan. Orang tua biasanya gitu kan, kalau mau makan apa tingkahnya mirip anak kecil.

"Ibu sudah nggak selera makan."

Tiba-tiba ibu berdiri dan langsung pergi begitu saja. Aku yang sudah lapar dan lelah sejak tadi pun hanya bisa membiarkan tingkah ibu. Nggak sekali dua kali ibu bersikap seperti ini, sering merajuk jika masakan yang kubuat tidak sesuai seleranya. Padahal setahuku waktu di kampung dulu beliau tidak pilih-pilih makanan.

Serba salah jadinya, ya sudah biarlah terserah ibu mau makan apa tidak toh ada Mas Ilham. Pasti kalau mau minta apa-apa ngomongnya ke suamiku. Lebih baik sekarang aku makan karena perutku dari tadi sudah teriak-teriak minta diisi. Saat sedang menikmati makan aku melihat Mas Ilham keluar dari kamar, bajunya sudah ganti. Dia berjalan sambil mengelus perutnya, mungkin dia sudah lapar.

"Lho, ibu kemana?" Tanyanya sambil duduk, lalu mengambil piring dan menyendok nasi beserta lauk pauknya. Kukira tadi dia nggak akan keluar karena sempat mendiamkanku saat kutanya tentang lowongan kerja tadi.

"Ibu masuk kamar, nggak selera kayaknya lihat masakanku."

Mas Ilham terlihat menghentikan suapannya, kemudian melihat meja makan.

"Lagian kamu masak kayak gini, ya ibu nggak mau, lah." Ucapnya sambil meneruskan makan.

"Ya, kan ini menu yang cepat menurutku, Mas. Kamu tahu, nggak kalau pulang kerja tadi aku harus bersih-bersih rumah dulu, nyuci piring dulu terus ma…."

"Jadi kamu salahin ibuku kalau rumah kotor! Kamu nyalahin ibuku kalau nggak bersih-bersih rumah! Iya!"

Aku terkejut, tiba-tiba Mas Ilham melempar piring makannya kemudian berteriak-teriak seperti orang kesurupan.

"Lho aku tadi nggak ngomong kayak gitu, lho, Mas."

Aku berusaha membela diri karena kenyataannya aku tidak menyalahkan ibunya, meski aku menyayangkan kalau beliau tidak pernah membantuku mengurus pekerjaan rumah.

"Ada apa ini Ilham?"

Ibu sekonyong-konyong berlari keluar dari kamarnya, mungkin terkejut mendengar suara gaduh yang ditimbulkan anaknya.

"Kamu harus bisa menghargai ibuku, Rani! Wajar, kan, kalau ibuku tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Karena semua itu tugasmu! Tugasmu sebagai istriku."

Mas Ilham marah sambil mengarahkan telunjuknya ke wajahku.

"Sudahlah, Ilham. Sudah, Nak, ibu minta maaf ibu yang salah. Seharusnya ibu bantu Rani bersih-bersih, ibu harusnya sadar kalau ibu cuma numpang disini."

Ibu terlihat menangis sambil memegang lengan Mas Ilham. Namun, saat ibu menoleh ke arahku aku bisa melihat kalau ada senyum tersungging di bibir ibu. Senyum yang sepertinya senang karena Mas Ilham bertengkar denganku.

"Maafkan ibu ya Rani."

Ibu pun mendekatiku, dan terlihat wajahnya tidak menunjukkan penyesalan seperti ucapannya tetapi malah melirik sinis ke arahku.

Terpopuler

Comments

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

mertua songong ... 😡

2023-04-26

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

koq jadi curiga ..
ini kek nya kerjaan gak bener niiiy ..... 🤔😓

2023-04-26

0

maulana ya_manna

maulana ya_manna

ibu durjakim itu.... 😡
dan tak tau diri....😠

2022-10-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!