Bab 7

Kembali, ponselku berdering dan ada nama Pak Alvin disana, pasti pria itu sedang marah-marah saat ini. Gegas ku geser ikon hijau untuk menerima panggilan.

"Iya, hallo, Pak?"

"Kamu dimana sekarang? Kamu nggak lupa, kan, kalau sekarang kita ada rapat! Saya tunggu sepuluh menit lagi kalau tidak kamu saya pecat!"

"I-iy…."

Kluk!

Sial, ponselnya dimatikan, terpaksa aku membatalkan niatku untuk membuntuti mereka.

Aaargh!

Kenapa waktunya nggak pas begini, sih. Kalau tetap nekat bisa-bisa aku kehilangan pekerjaan. Kuputar motorku dan kembali ke kantor, butuh waktu sekitar dua puluh menitan untuk sampai disana.

Aduh, gimana ini? Padahal Pak Alvin hanya memberiku waktu sepuluh menit saja. Bismillah, semoga bisa sampai tepat waktu. Kembali, motor kulajukan secepat mungkin, meliuk sana sini diantara laju mobil dan motor yang melintas.

Kadang aku harus menekan klakson lebih keras agar pengendara di depanku memberikan jalan. Untungnya aku bisa sampai di kantor dalam waktu tujuh menit, sisa tiga menit dan aku harus cepat sampai di ruang rapat.

Fiuh!

Akhirnya, setelah berlari menyusuri tangga menuju lantai dua aku akhirnya tiba di depan pintu ruang rapat. Kenapa nggak pakai lift? Karena liftnya sedang dipakai semua dan nggak ada waktu buat menunggu. Segera kurapikan baju dan rambutku dengan asal sebelum membuka pintu itu.

Ceklek!

Semua mata tertuju padaku, sambil membungkukkan badan memberi hormat aku memasuki ruangan rapat. Dan aku sempat melirik wajah Pak Alvin yang menatapku dengan tajam.

***

Menjelang pukul sebelas malam Mas Ilham baru saja pulang, dadaku seperti mendidih rasanya. Apa saja yang mereka lakukan hingga selarut ini. Aku sengaja pura-pura tidur saat dia memasuki kamar.

Aku bisa mendengar suara pintu lemari di buka dan suara seperti orang yang sedang mengganti pakaian. Setelahnya aku merasakan ranjang bergerak dan dia sudah berada di belakangku.

Beberapa kali ponselnya terdengar berdenting, disaat bersamaan ponselku juga menyala. Sengaja aku senyapkan suaranya agar suamiku tidak curiga, dan benda itu kuletakkan di depanku.

Untuk beberapa saat sepertinya suamiku sedang berbalas pesan. Bisa kudengar dari notifikasi yang beberapa kali berbunyi. Sekitar satu jam kemudian dia merubah posisinya dan tak lama setelah itu aku mendengar suara dengkuran halus, itu artinya dia sudah tertidur.

Dengan gerakan pelan aku membuka ponselku dan memeriksa riwayat chatnya dengan wanita itu. Isinya begitu mengejutkan dan membuatku merasa tidak percaya.

"Makasih, ya, Mas, untuk hari ini."

"Iya, Sayang."

"Jadi, kapan kamu mau nikahin aku? Aku bosan kalau harus kucing-kucingan seperti ini?"

"Iya sabar, Sayang, tunggu aku dapatkan surat rumah Rani, ya, setelah itu aku akan menjualnya dan kita bisa segera menikah."

Apa? Jadi dia meminta surat rumah itu untuk biaya pernikahannya? Kurang ajar sekali dia, dia pikir dirinya siapa sampai mau menguasai rumahku. Padahal jadi suamiku pun dirinya tidak modal apa-apa.

Aku masih ingat, dia menikahiku hanya dengan mahar satu juta rupiah saja. Sejujurnya aku memang tidak meminta yang muluk-muluk waktu itu, melihat sikap dan perhatiannya saja sudah mampu meluluhkan hatiku. Untuk urusan harta dan yang lainnya bisa kita cari sama-sama nantinya.

Ternyata aku yang terlalu naif waktu itu, mengira semua akan berjalan sesuai perkiraanku. Tapi pada kenyataannya aku sendiri yang dikhianati. Ini tidak bisa dibiarkan, jangan harap kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau Mas. Kamu harus memilih salah satu diantara kami. Dan kalau kau lebih memilih dia jangan harap bisa mendapatkan sepeserpun dari hartaku.

Kututup layar ponselku dengan perasaan yang remuk redam. Meski aku mencoba untuk kuat, nyatanya aku serapuh itu. Air mata tak bisa lagi kubendung. Suami yang kukira bisa menemaniku sampai akhir hayat nyatanya berbuat curang di belakangku.

Apa salahku? Apa karena aku belum bisa memberinya keturunan? Atau karena ada hal lain? Kalau memang ada yang tidak memuaskannya, setidaknya dia bisa bilang. Setidaknya kita bisa bicara dari hati ke hati, bukan malah mencari jalan lain seperti ini.

Segera kuusap air mata yang semakin deras membasahi pipi, aku harus bisa bangkit dan melawan mereka. Ibu, ah sepertinya ibu sudah tahu perihal perselingkuhan yang dilakukan anaknya. Dan sepertinya dia juga mendukung, apalagi waktu itu dia juga meminta surat rumah ini dibalik atas nama Mas Ilham.

Oke, kalau itu yang kalian inginkan akan aku ikuti permainan kalian.

***

"Sayang, Mas sudah memutuskan kalau akan menikahi kamu dalam waktu dekat ini. Nggak apa-apa, kan kalau kita nikahnya sederhana dulu, nanti setelah rumah Rani terjual baru kita gelar resepsi yang besar."

Aku menyemburkan minuman yang masuk ke dalam mulutku setelah membaca pesan dari Mas Ilham kepada selingkuhannya.

"Aw! Kamu kenapa, Ran?"

Mira terlihat berdiri sambil membersihkan bajunya dengan tisu, ternyata semburanku tadi mengenai bajunya.

"Aduh, Mir, maaf aku nggak sengaja."

Aku ikut membersihkan bajunya dengan tissu. Mira pun kembali duduk di hadapanku dengan wajah heran.

"Ada apa, sih?" tanyanya lagi.

Aku pun menunjukkan ponselku padanya, dan bisa kulihat kalau dia sama terkejutnya denganku.

"Ini, ini serius, Ran?"

"Bisa kamu lihat, kan? Dsn sialnya dia ingin menguasi hartaku untuk menyenangkan gundiknya itu."

"Ini nggak bisa dibiarkan, Ran, kamu harus segera bertindak."

Iya, aku harus bertindak untuk menggagalkan pernikahan mereka.

"Kapan mereka rencananya mau nikah? Duh jadi pengen nyakar itu mukanya pelakor."

Mira terlihat bersemangat, kedua tangannya saja bahkan udah seperti orang yang mau mencakar. Aku bersyukur punya Mira, yang selalu mendengar semua keluh kesahku.

"Belum tahu, dia juga nggak kirim pesan lagi kapan nikahnya."

***

Pulang kerja sudah ada ibu mertua dan Mas Ilham yang menungguku di depan rumah. Wajah mereka seperti terlihat cemas, ada apa?

"Rani, rumah kita sepertinya baru saja di masuki maling. Tadi ibu sedang keluar ke tokonya Mbak Win dan suami kamu belum pulang. Pas ibu kembali tahu-tahu kamar kamu sudah berantakan."

Ibu mertua menyongsongku yang baru saja turun dari motor sambil menceritakan kejadian yang sepertinya baru saja mereka alami. Maling? Apa iya ada maling, biasanya aman-aman saja.

"Ada yang hilang?"

Tanyaku sambil bergegas masuk untuk memeriksa.

"Kayaknya ada, surat rumah ini nggak ada, lihat dia berhasil membobol lemari kita, Sayang."

Mas Ilham menuntunku dan menunjukkan keadaan di kamar kami. Benar saja, kamar dalam kondisi berantakan, baju-baju berserakan di atas ranjang dan beberapa jatuh di lantai.

"Astaga! Ini kenapa Mas?" Aku pura-pura kaget, karena memang sebenarnya tidak ada yang hilang di kamar ini.

Kulihat lemari hancur di bagian bawah. Lebih tepatnya di bagian dimana ayah membuatkanku ruang rahasia. Ruangan kecil ini tidak akan bisa dipasang manual jika kotak penyimpanannya dikeluarkan. Jadi harus melalui teknisi dulu, dan aku jadi curiga kalau mereka berdualah pelakunya. Dan untungnya aku sudah mengantisipasi hal ini dengan mengamankan isinya ke tempat lain.

Agar tidak menimbulkan kecurigaan, aku kemudian memeriksa sekeliling kamar untuk memeriksa apakah ada pintu yang rusak. Semuanya aman, jendela pun tetap terkunci seperti sedia kala.

"Mereka masuk darimana? Itu, itu ada surat rumah sama beberapa perhiasan dan uang." Aku memasang wajah pura-pura sedih untuk menunjang aktingku.

Kedua orang itu terlihat saling berpandangan.

"Kayaknya, kayaknya dari pintu depan, sebab tadi pintunya tidak ibu kunci," jawab Ibu, dan bisa kulihat kalau kedua tangannya saling meremas.

"Kamu juga nggak tahu, Mas?"

Tanyaku sambil memeriksa pintu depan, barangkali ada petunjuk.

"Mas juga baru pulang ketika dikabari ibu."

"Kita perlu lapor polisi," ucapku sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas.

"Jangan!"

Ibu dan Mas Ilham terlihat kompak mencegahku untuk menghubungi polisi. Padahal sebenarnya aku hanya sengaja memancing reaksi mereka.

🏵️🏵️🏵️🏵️

Terima kasih readers sudah berkenan mampir di cerita RaRa. Sambil menunggu bab selanjutnya RaRa mau rekomendasikan novel keren dari teman RaRa. judulnya PERAWAN LIMA RATUS JUTA. Karya Kak Morata

Blurb:

"Jangan pernah menghindari Ku, Kakak kamu akan mendapatkan perawatan dan pengobatan ekslusif. Asalkan kamu bersedia menjadi teman tidur ku selama dua Minggu. ucap Daniel Gladuks.

Kelamnya masa lalu telah membentuk Daniel Gladuks menjadi seorang laki-laki yang sangat tidak percaya dengan namanya cinta. Itu sebabnya ia kerap memandang rendah pada wanita. Dan selalu menganggap wanita itu hanya mainan saja. Hal itu yang membuat Daniel Gladuks selalu bergonta ganti pasangan untuk memuaskan nafsu birahinya.

Tetapi Olivia Jason hadir di kehidupannya dengan membawa segala ketulusan yang ia punya.

Akankah Olivia Jason mampu membuat Daniel Gladuks berubah dan dapat percaya bahwa cinta tulus dari seorang wanita benar-benar ada?

Simak ceritanya di "Perawan 500 juta

Original by Morata

FB.nolan s

Ig.sihalohoherlita

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

mantap Rina..kau berhasil menyimpan semua yang berharga..

2023-06-13

0

S

S

eh..rani kamu ternyata bodoh ya sudah tahu suami selingkuh,masih ngasih pilihan milih dia atau aku.gimana si masih mau barang bekas laki laki bejat berati kamu murah dong mau maunya masi ngarep.laki laki kek gitu

2023-06-10

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

Ilham emang kur4n9 4dj4r !!! 😡😡😡

2023-04-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!