Bab 8

"Dek, Mas mau ke Bogor dulu selama tiga hari,"

Maas Ilham berkata sambil memasang dasi di kemajanya.

"Ke Bogor? Ada urusan apa?"

Aku bisa menebak dia pasti akan melaksanakan rencananya untuk menikah dengan wanita sia**lan itu.

"Bos nyuruh aku untuk mempelajari pengembangan proyek disana."

Sekarang dia sudah duduk di hadapanku dan mulai mengambil piring untuk sarapan.

"Memangnya kamu kerja di perusahaan apa, Mas?" tanyaku menyelidik.

Pasalnya sejak beberapa waktu lalu dia tidak pernah bilang diterima kerja dimana bahkan nama perusahaannya dan bergerak dibidang apa pun aku tak tahu.

"Ck, jangan banyak tanya kenapa, sih? Pokoknya kan sekarang aku udah kerja, harusnya kamu seneng, dong."

"Iya, Ran, seharusnya kamu mendukung apa yang dikerjakan suami kamu. Soal dia kerja dimana atau bagian apa, itu biar jadi urusan Ilham. Toh nanti yang menikmati hasil jerih payahnya Ilham , kamu juga."

Ibu mertua berkata seolah-olah anaknya sudah melakukan hal yang benar. Padahal perasaanku mengatakan kalau sampai hari ini Mas Ilham sebenarnya belum bekerja sama sekali.

"Oh, iya, Ran, ibu mau bilang kalau nanti siang ibu pulang kampung dulu. Paling ya cuma tiga hari atau seminggu, mau nengok rumah sama kangen dengan ponakan-ponakan kamu."

Wow!

Apa ini suatu kebetulan? Atau memang sudah mereka rencanakan. Yang satu pamit mau dinas ke Bogor dan satunya lagi mau pulang kampung. Kupandangi mereka satu persatu, tidak ada raut bersalah di wajah mereka.

"Kapan Ibu rencananya akan berangkat? Kok mendadak, sih, tahu gitu, kan, Rani bisa ikut."

"Oh, nggak…nggak usah repot, Ran, pekerjaan kamu, kan, banyak. Pasti kamu sibuk di kantor." Aku bisa melihat jika Ibu mencoba menghalangiku, padahal aku tidak sungguh-sungguh ingin ikut.

"I-iya betul itu, Ran, lagian kamu pasti bosan kalau ikut Ibu ke kampung."

Kali ini Mas Ilham yang mencoba membujukku, sekilas aku bisa melihat jika mereka berdua saling melempar pandang.

"Enggak juga, sih, malah aku senang bisa lihat suasana baru." Kucoba mempermainkan perasaan mereka.

Dan seperti bisa ku tebak, keduanya terlihat saling memberi kode satu sama lain.

"Ah, nggak usah, Ran, takutnya jika sewaktu-waktu Ibu ingin tinggal sedikit lama dari yang direncanakan."

"Iya, Ran, sudah kamu di rumah aja. Lagian perjalanan ke kampung makan waktu yang cukup lama. Kasihan kamunya nanti."

Ternyata mereka berdua tidak menyerah membujukku agar aku membatalkan niatku untuk ikut bersama Ibu. Baiklah aku akhiri saja, toh aku sudah tahu kemana mereka akan pergi.

"Ya, sudah kalian hati-hati ya dijalan, maaf kalau Rani nggak bisa antar Ibu ataupun Mas Ilham." Kubuat suaraku seperti hendak menangis, agar mereka percaya dengan ucapanku.

Terdengar helaan napas lega dari mulut mereka, seolah baru saja lepas dari beban yang menghimpit dada mereka berdua.

"Ada uang nggak kamu? Buat pegangan Ibu," ucap Mas Ilham sambil berbisik di telingaku.

Apa aku nggak salah dengar? Mereka yang punya urusan kenapa aku juga yang masih harus berkorban.

"Nggak ada, Mas," ucapku sambil berdiri dan berniat menuju kamar.

Makanan di piring yang masih tersisa setengahnya kutinggalkan begitu saja. Rasa laparku langsung menguap begitu saja.

"Masa nggak ada, sih? Gaji kamu kemana aja?"

Aku menghentikan langkah dan berbalik menghadapnya, rasanya aku ingin memberinya pelajaran atas apa yang baru saja dia katakan. Memangnya selama ini dia hidup dari hasil jerih payahnya siapa?

"Gajiku buat memenuhi kebutuhan rumah, Mas. Padahal sebenarnya bisa saja kalau aku mencari tambahan dari laki-laki lain."

"Apa maksud ucapan kamu Rani?"

"Kamu pikir berapa banyak gaji yang aku dapatkan? Kamu juga mikir, nggak berapa lama kamu nggak memberiku nafkah?"

Emosiku rasanya sudah naik ke ubun-ubun, kenapa aku bisa punya suami yang nggak peka dan bebal seperti dia.

"Jadi kamu mulai perhitungan sekarang?" Mas Ilham membentakku tak kalah keras.

"Perhitungan katamu? Lalu kamu sendiri apa yang kamu lakukan di belakangku?"

Ternyata aku tidak bisa lagi membendung luapan amarahku. Hingga tanpa sadar aku mengungkit perbuatan yang disembunyikan suamiku.

"Memangnya ap-apa yang aku lakukan."

Bisa kulihat kalau bola matanya menatap ke sembarang arah, menandakan kalau dia sedang berusaha menyembunyikan kebohongannya.

"Sudahlah, aku mau berangkat bekerja."

Sengaja kutinggalkan dia yang sepertinya sedang mematung. Untung saja aku bisa meredam emosiku, kalau tidak bisa kacau urusannya.

Aku sudah bersiap untuk berangkat kerja, tak kuhiraukan aktivitas mereka yang entah sedang apa. Aku sengaja berangkat tidak berpamitan kepada mereka terlebih dahulu, biar saja. Biar mereka mengira aku tidak tahu rencana mereka.

***

"Jadi mereka benar-benar mau menikah."

Bisa kulihat ekspresi Mira yang marah saat kutunjukkan chat suamiku dengan gundiknya itu.

"Hmm, sepertinya kalau tidak besok ya lusa."

Aku benci nada suaraku yang terdengar nelangsa ini. Harusnya aku bisa tegar menghadapi permasalahan ini. Nyatanya, sekuat apapun aku mencoba, pertahananku akhirnya runtuh juga.

Aku tidak ingin telihat lemah dan tak berdaya di hadapan Mas Ilham. Biar saja mereka mengira aku tidak tahu apa-apa.

"Lalu, apa rencana kamu?"

Aku menarik napasku sejenak untuk meyakinkan diri bahwa keputusan yang kuambil ini sudah tepat.

"Aku akan mengambil cuti besok selama dua atau tiga hari, dan akan kucari tahu dimana mereka menikah."

"Caranya?"

Iya, bagaimana aku mencarinya? Sedang aku tak punya petunjuk apapun tentang siapa wanita itu dan dimana keduanya nanti akan melangsungkan pernikahan.

Aku menatap kosong sahabatku itu, berharap dia bisa menemukan solusi untukku.

"Bagaimana?" Bahuku berguncang karena Mira mendesakku.

"Entahlah."

Mira terlihat menepuk keningnya, mungkin menyadari bahwa aku terlalu bodoh. Iya, kuakui itu aku terlalu bodoh hingga tidak menyadari bahwa selama ini aku memelihara ular di rumah.

"Aduh, Ran, kamu itu bodoh apa naif, sih? Kamu mau membuntuti mereka tapi kamu sendiri nggak tahu dimana mereka akan menikah nanti?"

Mira menggelengkan kepalanya, tapi bisa kulihat kalau dia prihatin dengan nasibku.

Drrrt.

Tiba-tiba ponselku bergetar, ada pesan masuk di nomor suamiku, rupanya dari wanita simpanannya.

"Sayang, aku udah di jalan ini sama Ibu, kita ketemuan dimana?"

Hatiku tiba-tiba mencelos, ternyata benar Ibu turut andil dalam pernikahan mereka.

"Aku tunggu di Bogor ya, Sayang, di rumah orang tuaku. Mereka sudah menunggumu."

"Oke siap Sayang, mas udah nggak sabar pengen segera halalin kamu, muuuuach"

Jijik sekali membaca pesan mereka, seolah mereka pasangan anak muda yang sedang kasmaran.

"Dih, lebay." Mira bergidik sendiri membaca chat suamiku dsn gundiknya.

"Suami kamu emang perlu dikasih pelajaran, kok. Kalau saja besok itu hari minggu aku pasti akan ikut sama kamu buat kasih dia pelajaran."

Kulihat Mira sangat berapi-api, aku bisa tahu apa yang dia rasakan karena dulu dia juga mengalami nasih yang serupa. Cuma bedanya suami Mira seorang pekerja sukses sementara suamiku pengangguran sukses.

"Ada alamatnya, nggak di Bogor mana?"

Aku melihat lagi riwayat pesan mereka, tak ada kutemukan alamat rumahnya.

"GPS! Cari pakai GPS dimana posisi suami kamu."

Astaga!

Kenapa aku bisa tidak kepikiran? Segera kubuka aplikasi peta dan mencari keberadaan suamiku lewat GPS ponselnya. Dan ketemu! Sekarang aku bisa melacak keberadaan mereka.

Aku langsung memeluk sahabatku itu dengan erat sambil mengucapkan terima kasih. Berkat dia aku jadi menemukan halan keluar.

"Iih, engap tahu, aku nggak bisa gerak, nih."

"Makasih,bya, Mir, kamu memang sahabat terbaikku."

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

Makasih sudah mampir ke cerita RaRa, dsn sambil menunggu part selanjutnya RaRa mau rekomendasikan novel keren karya teman RaRa. Judulnya : TAMU RANJANG TUAN MUDA IMPOTEN

Judul :Tamu Ranjang Tuan Muda Imponten

Nama pena : Liana Kiezia

FB: Liana Kiezia

#Noveltoon

#Promosi_Novel

#Sinopsis

🚨Bocil di larang mengintip...

Trea Desmond seorang wanita 23 tahun kembali ke tanah airnya dengan misi mencari ayah biologis kedua anak kembar nya.

Dalam pencarian itu dia menemukan fakta bahwa gigolo yang dulu ia sewa ternyata adalah bolsnya sendiri yang memiliki sifat kejam kepada musuh, lebih-lebih kepada wanita yang mengaku mengandung benihnya.

Tree terpaksa dan harus bisa membuat pria kejam itu untuk menghamili dirinya, demi sebuah plasenta bayi yang bisa menyelamatkan Xelano salah satu anak kembarnya yang sakit.

Apakah misi Tree mendapatkan anak lagi dari ayah biologis kedua buah hatinya akan tercapai?

Atau sebaliknya?

atau sebaliknya, Tree memilih mundur dan memilih opsi lain untuk menyelamatkan nyawa anaknya....

Terpopuler

Comments

Budi Suprihatin

Budi Suprihatin

semoga cerita ini hanya ada di dunia halu

2023-09-14

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

sabar Rina.. tunggu masa yang sesuai baru kau buang suami dan ibu mertua mu yang jahat..

2023-06-13

0

S

S

pingin aku lempar aja kepala rani pake batu bata yg utuh biar ambyar sekalian.dikit dikit gak kepikiran gak kepikiran.bodoh banget

2023-06-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!