Hari ini aku akan mengamankan aset rumah dan juga beberapa perhiasan peninggalan Mama. Semalam aku sudah menghubungi Mira untuk mengantarkanku ke bank, iya, aku berencana menyimpan semuanya ke safe deposit box.
Meski tempat rahasia yang dibuatkan Papa efektif untuk menyimpan semua surat-surat dan perhiasan, tetap saja aku merasa takut jika suatu saat mereka menemukan tempat itu.
Sebelum berangkat aku sudah membawa bekal yang disiapkan ibu. Sejak kemarin ibu mengambil alih urusan dapur dan semua urusan rumah. Aku tahu ini hanya akal-akalannya saja agar aku mau memberikan surat rumah yang diminta Mas Ilham.
Namun, momen ini juga tidak akan aku sia-siakan, lumayan, kan, pekerjaanku jadi berkurang banyak. Ini juga bukan aku yang nyuruh.
"Mas, aku berangkat dulu, ya."
Pamitku pada Mas Ilham yang entah sedang apa dia sekarang. Sepertinya dia sedang berbalas pesan dengan seseorang.
"Mas!" Bentakku saat dia tak juga mengindahkan ucapanku.
"Eh, i-iya, Dek, hati-hati ya, Sayang."
Mas Ilham berdiri dan mengulurkan tangannya untuk kucium. Tumben, biasanya dia hanya akan bilang iya saja saat aku berpamitan untuk berangkat. Kali ini dia juga menambahkan kata 'sayang', sesuatu yang jarang bahkan hampir tidak pernah dia lakukan.
Aku berangkat kerja dengan berbagai pikiran berkecamuk di kepala. Jujur saja, aku memang terlalu overthinking. Apalagi banyak sekali perubahan yang terjadi pada Mas Ilham.
Contohnya tadi, dia tiba-tiba memanggilku dengan sebutan sayang, padahal biasanya tidak pernah. Aku takut pikiran buruk itu menjadi kenyataan.
Saat jam istirahat kantor, aku dan Mira menuju bank dimana aku akan menyimpan surat-surat berharga dan perhiasan.
"Kamu yakin dengan keputusan ini?"
"Iya, aku nggak mau hasil jerih payah orang tuaku diambil gitu aja sama mereka."
"Ya udah kalau gitu, aku dukung semua keputusanmu."
Beruntung aku punya Mira, sahabat yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Setelah menyerahkan berkas dan mengisi formulir, sekarang aku sudah bisa bernapas lega. Pasalnya aku sudah menyimpan barang-barang berhargaku ke tempat yang tepat.
"Ran, gimana kalau seandainya Ilham beneran selingkuh?"
Pertanyaan Mira membuatku bungkam, aku tidak pernah berpikir Mas Ilham akan berbuat seperti ini. Selama menikah dengannya aku sudah berusaha menjalankan kewajibanku menjadi istri yang baik.
Aku tidak pernah menuntut apapun, aku juga tidak terlalu menuntut jika sampai saat ini dirinya belum juga mendapatkan pekerjaan.
"Aku belum berpikir sampai kesana."
"Tapi kamu juga harus jaga-jaga, lho Rin. Bukannya aku mau ngomporin kamu untuk curiga sama suami kamu. Tapi yang namanya jaga-jaga nggak ada salahnya, kan."
Benar, aku harus jaga-jaga mulai dari sekarang. Karena tanda-tanda menuju ke sana pun sepertinya sudah ada.
"Kamu nggak pernah tanya gitu kegiatan suami kamu di luar itu ngapain aja?"
"Enggak, dia cuma bilang mau cari kerja atau sedang interview di kantor temannya."
"Dia udah dapat kerjaan nggak sekarang?"
Aku menggeleng lemah, nyatanya sampai sekarang Mas Ilham belum menunjukkan tanda-tanda kalau dia sudah diterima kerja.
"Tuh, kamu harus cari tahu ini. Dia keluar kemana dan sama siapa. Kalau perlu kamu sadap itu ponselnya dia."
Kenapa aku nggak mikir sampai kesana.
"Iya juga, ya."
"Makanya kamu jadi istri itu jangan terlalu polos, deh."
Nggak ada salahnya juga aku ikuti saran Mira, pulang kerja nanti aku akan menyadap ponsel Mas Ilham. Pokoknya aku harus tahu apa saja kegiatannya selama di luar. Dan kalau dia bener-bener berselingkuh, lihat saja aku tidak akan memberinya ampun.
***
"Ham, gimana kabarnya si Julia?"
Aku tak sengaja mendengar obrolan ibu mertua dengan Mas Ilham. Sepertinya mereka tidak sadar kalau aku sudah pulang.
"Dia sudah semakin tergila-gila sama Ilham, Bu, dan dia mau Ilham segera melamarnya."
Aku membekap mulut tak percaya, tega kamu Mas.
"Istri kamu gimana?"
"Ah, untuk Rina, sih, gampang."
"Lagian apa, sih, yang kamu harapkan dari perempuan mandul seperti dia, untung selama ini dia kerja kalau tidak makan apa kita."
"Yaa, Ilham, sih, selama Rina masih bisa dimanfaatkan kenapa enggak. Ilham masih malas bekerja, Bu."
Astaghfirullah hal adzim, aku mengelus dada mendengar ucapan suamiku. Ah, masih layakkah dia disebut suami. Dadaku rasanya bergemuruh, benar, kan perkiraan ku. Alasan Mas Ilham selingkuh karena kami belum juga dapat momongan.
Tapi ini semua bukan salahku, kan, Mas Ilham sendiri selalu menolak saat kuajak periksa kesuburan. Siapa tahu salah satu dari kita yang bermasalah.
"Assalamualaikum."
Sambil menekan rasa sesak di dada aku pura-pura tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Waalaikumsalam sudah pulang, Rin."
Ibu terlihat menyambutku sambil tersenyum, ah, seandainya senyum itu bukan senyum palsu pasti aku akan bahagia mendapatkan perhatian seperti ini.
"Iya, Bu."
Ternyata sulit rasanya untuk bersikap baik-baik saja di depan mereka. Rasanya aku seperti tidak tahan dan ingin mencaci mereka saat ini juga.
"Ya sudah kamu mandi dulu, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu."
"Iya." jawabku singkat sambil melangkah menuju kamar. Aku sempat menoleh ke arah suamiku yang duduk santai di sofa sambil memainkan ponselnya.
Ia terlihat seperti orang gila yang tertawa-tawa sendiri sambil membaca pesan. Entah apa yang lucu dan menarik perhatiannya.
***
Menjelang waktu tidur Mas Ilham tak kunjung memasuki kamar. Aku berniat untuk melihatnya keluar. Kucari di ruang tamu tidak ada, di teras depan rumah pun tidak ada. Lalu aku mendengar seperti suara orang bernyanyi dari dalam kamar mandi.
Aku pun masuk dan menuju ke sumber suara, ternyata Mas Ilham lah yang sedang berada di kamar mandi. Kemudian aku melihat ponselnya tergeletak begitu saja di meja dapur.
Segera aku mendekati ponsel tersebut dan mencoba membukanya, ternyata di kunci. Aku mulai berpikir kira-kira apa sandinya untuk membuka kunci tersebut.
Aku berpikir keras, kira-kira apa? Mas Ilham itu tipe orang yang gampang lupa, jadi pasti dia akan buat sandi yang mudah diingat. Aku harus cepat menemukannya sebelum Mas Ilham keluar dari kamar mandi.
Aku kembali memutar otak, mencari jawaban yang tepat untuk membuka kunci sandi tadi. Aha! Aku mencoba mengetik tanggal lahirnya dan bingo! Ponselnya terbuka.
Untungnya aku sudah menyiapkan aplikasi penyadap pesan sebelumnya, dan sekarang tinggal menghubungkan. Selesai! Aku berhasil menggabungkan kedua aplikasi tadi sebelum Mas Ilham keluar.
Dengan cepat aku melesat kabur kembali ke kamar, tak lupa aku kunci lagi ponsel Mas Ilham agar dia tidak sadar jika aku sudah mengutak-atik nya tadi.
Di kamar aku mulai membuka aplikasi tadi, tapi sebelum benar-benar membacanya aku menempelkan ponsel ku di dada sambil merapal doa.
Kubuka pelan-pelan dan seketika mataku terbelalak tak percaya dengan apa yang kulihat melalui pesan-pesan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
seperti nya ilham ada perempuan lain
2023-06-13
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
👍👍👍👏👏👏
2023-04-26
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
nah kan .... Ilham br3ngs3k .. !!!
2023-04-26
0