Bab 12

"Kamu sudah pulang, Vin?"

Belum hilang rasa rasa terkejutku, tiba-tiba dari kamar–tempat gadis kecil tadi keluar– tiba-tiba muncul seorang wanita tua dengan rambut yang hampir semuanya berwarna putih. Kacamata bertengger di atas hidungnya dan wanita itu menatapku dengan tatapan ingin tahu.

"Siapa dia?" Tunjuknya padaku.

Pak Alvin terlihat menurunkan anak gadisnya dan mendekati wanita itu.

"Dia Rani, salah satu pekerja di kantor. Dia yang akan menemani Ananta hari ini."

Oh, jadi gadis kecil tadi namanya Ananta, bagus juga.

"Ran, ini Ibu saya, namanya Rahmi."

Pak Alvin memperkenalkan wanita tua itu kepadaku, sebagai bentuk rasa hormat aku mendekati wanita itu dan mencium tangannya.

"Kamu cantik." Ucapnya sambil mengelus pucuk kepalaku. Rasanya seperti mendapat sentuhan kasih sayang dari ibuku sendiri.

"Ran, aku kembali me kantor dulu, tolong temani ibu dan putriku."

Aku mengangguk mengiyakan permintaan Pak Alvin, entah kenapa aku seperti tidak bisa menolak pekerjaan yang diluar tugasku. Setelah pria itu berlalu aku kemudian menghampiri Ibu Rahmi yang sedang menemani Ananta bermain.

Dengan sedikit gugup aku mendekati gadis yang tengah asyik menyusun puzzle angka dari balok itu.

"Wah, Ananta pintar juga, ya, menyusunnya." Dengan memasang senyum seriang mungkin aku memuji permainan gadis itu.

Wajah yang tadinya menunduk itu tiba-tiba mendongak saat mendengar suaraku. Mukanya terlihat datar saja da tidak menunjukkan reaksi apapun.

"Dia selalu begitu kalau ketemu orang baru." Wanita itu memberitahuku, "biasanya ada Yuli yang menemani, tetapi karena dia sedang pulang kampung terpaksa dia sama saya."

Ah, nama yang familiar, sama dengan nama maduku. Mengingatnya aku jadi mebayangkan sedang apa mereka di rumah saat ini. Apakah suamiku berangkat bekerja dan benar-benar bekerja? Ataukah dia sedang menikmati waktu bersama istri mudanya.

Wanita itu kemudian berdiri dari duduknya dan sepertinya hendak menuju ke kamarnya, karena wanita itu mengarah ke sebuah kamar di belakang sofa. Ananta terlihat ingin ikut dengan sang nenek tetapi dengan lembut wanita itu menyuruhnya untuk tetap disini denganku. Ia beralasan akan ke kamar mandi dan berjanji akan kembali secepatnya.

Dengan muka ditekuk Ananta menuruti permintaan sang nenek, ia kembali duduk di hadapanku.

"Ananta suka mainan apa?" Tanyaku sambil mata berkeliling melihat apakah ada mainan yang lain.

Ketemu, di samping sofa ada beberapa boneka. Aku berdiri dan mengambil mereka semua, dan kubawa ke hadapan Ananta. Ada boneka kucing, anjing, kelinci, juga ada satu boneka harimau.

Kemudian aku menceritakan sebuah dongeng tentang binatang menggunakan boneka tadi. Dan benar saja Ananta terlihat tertarik, ia mendengarkan ceritaku dengan seksama.

Bahkan ketika aku menceritakan dongeng seekor anak kucing yang ingin mengganti ibunya, dia terlihat sangat antusias. Hingga tiba-tiba di akhir cerita wajah gadis itu terlihat sedih.

"Kenapa Ananta tidak mempunyai ibu?"

Hatiku tiba-tiba mencelos, dengan ragu aku menyentuh tangan gadis kecil itu. Dan untungnya dia tidak nenolak, malah wajahnya mendongak untuk menatapku. Ada genangan air di pelupuk matanya yang siap runtuh.

"Tapi Ananta punya nenek dan ayah yang sangat menyayangi Ananta."

Aku tidak ingin membuat gadis itu sedih jika menanyakan tentang ibunya, aku juga menyesal telah memilih dongeng yang membuat gadis itu terluka. Namun ini juga bukan salahku karena Pak Alvin tidak memberi tahu apa-apa sebelumnya.

Aku bergerak mendekati gadis itu dan merengkuh kepalanya, bahunya bergetar sepertinya dia menangis. Kubiarkan dia menangis untuk beberapa saat, kemudian dengan perlahan aku mengangkat dagunya dan menghapus air matanya.

"Ananta nggak boleh sedih lagi, ya, nanti Tante ikut sedih."

Gadis itu tidak menjawab, hanya matanya yang mengerjap lucu. Membuat aku gemas dan tertawa.

"Ayo, kita main lagi."

Aku mengambilkan beberapa mainan lagi untuk Ananta. Dengan cepat wajah gadis itu sudah kembali ceria. Mungkin karena bosan bermain di rumah, gadis itu merengek dan meminta jalan-jalan.

Setelah meminta ijin kepada Bu Rahmi yang tengah membaca buku di kamarnya, kami berjalan-jalan sebentar di depan rumah. Sambil membawa sebuah boneka kelinci, Ananta berjalan dengan riang. Ia bahkan berlari-lari kecil, apalagi saat melihat seekor anak kucing yang lucu.

Kucing itu berputar-putar di kakinya, dan sesekali menggesekkan kepalanya ke kaki gadis itu. Ia juga memohon untuk bisa membawa kucing tersebut, aku melarangnya karena tidak tahu di rumah itu suka binatang atau tidak. Gadis itu cemberut dan malag terlihat sangat lucu.

"Nanti kalau Papa kamu pulang kita tanya, ya, boleh apa tidak memelihara kucing di rumah. Kalau boleh kita bawa kucing ini."

"Tapi kalau dia hilang bagaimana?"

"Kita minta Papa kamu beli kucing yang baru, ya."

Ananta mengangguk, tetapi ia masih tidak tega meninggalkan kucing tersebut. Maka dengan berat hati aku mengajaknya pulang, dan gadis kecil itu menurutinya. Ternyata kucing kecil tadi mengikuti kami, wajah Ananta kembali berubah ceria.

"Neneeek!"

Ananta sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah, suaranya terdengar nyaring memanggil sang nenek. Dari ambang pintu aku bisa mendengar gadis kecil itu bercerita tentang kucing kecil tersebut. Aku juga mendengar dia memohon untuk diperbolehkan memeliharanya.

"Ayo, Nek, lihat dulu kucingnya sangat lucu."

Terlihat Ananta menarik tangan Bu Rahmi agar mengikutinya, wanita itu sempat bertanya dengan isyara matanya.

"Ananta ingin memelihara kucing yang ia temukan di jalan." Jawabku sambil mengikuti mereka dari belakang.

Ananta membawa sang nenek ke teras dimana dia meninggalkan kucing tadi. Kucing kecil berwarna abu-abu itu rupanya sedang meringkuk diatas keset. Sepertinya dia paham kalau ini akan jadi rumah barunya.

"Ini, Nek, lucu, kan." Dengan riang Ananta menunjukkan kucing itu kepada sang nenek.

"Kotor, ih, jangan dipegang." Bu Rahmi berseru saat Ananta ingin mengangkat kucing tersebut.

"Boleh, ya, Nek, Tata pelihara kucing ini?"

"Nanti kalau Papa kamu marah bagaimana?"

"Nenek bilangin sama Papa, ya, boleh, ya." Gadis itu terus merajuk.

"Terserah kamu, lah, tapi jangan di bawa masuk ke dalam sebelum Papa kamu mengijinkan."

Aku bisa melihat Ananta bersorak kegirangan, ia kemudian mengelus kepala kucing itu. Seperti mengerti arti sentuhan itu, kucing kecil tersebut mengeong lucu.

***

Tepat pukul lima Pak Alvin kembali ke rumahnya, setelah menemui putrinya sebentar dia kemudian menawarkan untuk mengantarku pulang.

"Tante besok kesini lagi?" Gadis kecil itu bertanya dengan ekspresi lucu.

Aku tidak bisa menjawab karena tidak ingin menjanjikan apa-apa padanya.

"Besok Tante Rani akan kesini lagi."

"Yeaay!"

Aku terhenyak mendengar ucapan Pak Alvin, apa sekarang pekerjaanku berubah jadi pengasuh anak?

"Kenapa Pak Alvin bilang kalau saya akan kembali lagi? Lalu bagaimana dengan pekerjaan saya?"

Aku memberondong Pak Alvin dengan pertanyaan, pria itu sedang fokus menyetir.

"Kamu masih bisa mengerjakan tugas kamu sembari menemani putri saya."

Mataku terbelalak, apa itu artinya aku punya pekerjaan tambahan?

"Ke-kenapa bisa begitu, Pak?"

"Karena sepertinya kamu bisa dekat dengan anak-anak dengan cepat."

"Ta-tapi, Pak, saya sendiri belum punya anak."

"Dari cara kamu memperlakukan Ananta aku bisa tahu kalau kamu itu penyayang."

Aku menghembuskan napas kesal, pria itu selalu bisa mematahkan argumenku. Kalau memang aku ini penyayang anak, pasti Tuhan sudah memberiku keturunan.

"Bagaimana kalau suatu saat saya berbuat kasar sama Ananta?"

Pak Alvin menghembuskan napas panjangnya, kemudian melihatku sesaat.

"Aku tahu kamu tidak akan setega itu."

"Bagaimana kalau benar-benar terjadi?"

Pak Alvin menepikan mobilnya dan menekan pedal remnya. Kemudian pria itu menatap tajam ke arahku sambil mendekatkan tubunnya. Tubuhku beringsut dan terhimpit di pintu.

"Aku akan memberimu pelajaran yang tidak akan kau lupakan."

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

terima kasih sudah mengikuti cerita Rara, sambil menunggu bab selanjutnya rara akan merekomendasikan novel keren dari teman rara.

judulnya: Menjadi Madu Sahabatku

Karya: ayu andila

Blurb.

Viola Rinjani, seorang gadis muda berusia 23 tahun harus terpaksa menikah dengan seorang pria yang merupakan suami dari sahabatnya sendiri.

Awalnya, Viola menolak tawaran pernikahan itu. Namun, keadaan yang terus memburuk terasa mencekik leher Viola hingga membuatnya harus mengambil keputusan untuk menjadi istri kedua.

Biduk rumah tangga pun dimulai, akankah Viola berhasil melewatinya ?

Atau terpuruk dengan segala siksaan dan hinaan yang dilayangkan oleh semua orang ?

Yuk ikuti kisahnya hanya di Noveltoon !

Terpopuler

Comments

Aira

Aira

sptnya Yuli pengasuh anaknya Alvin...
Suami dapat pembantu, Istri dapat boss ya🤣🤣

2023-07-31

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jujur saja pak Alvin kalo memang suka sama Rani..

2023-06-13

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

apa pak Alvin ini suami masa depan Rani ... 🤭😁

2023-04-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!