Setelah sarapan, mereka akhirnya kembali ke rumah. Setibanya di rumah, Bu Tika segera masuk ke dalam kamarnya, ia memberikan waktu pengantin baru itu untuk berdua agar hubungan keduanya semakin intim, mengingat tanda merah di leher Indhi membuat bu Tika terkekeh saat berada di dalam kamarnya.
"Astaga, putriku sudah besar rupannya," gumamnya seraya tersenyum, rasanya baru kemarin ia melihat Indhi menangis dan menimangnya, namun sekarang gadis kecilnya telah menikah dan mungkin sebentar lagi akan memberikan seorang cucu.
Lain hal dengan bu Tika yang tengah merasa bahagia, pengantin baru itu justru berpisah dan masuk ke dalam kamar masing-masing. Indhi melemparkan tubuhnya ke atas kasur, matanya terpejam namun fikirannya menjalar kemana-mana.
"Ze, bisakah aku bahagia seperti dulu lagi, saat masih ada kamu di sini?" batinya terasa pedih, meski telah bertahun-tahun lamanya, nyatanya nama Zean masih mengisi sebagaian hatinya, sebagian lagi sempat terisi oleh nama Dokter Ilham, namun kini perasaan itu berubah menjadi kebencian.
"Bisakah aku mencintai kak Ega?"
Krieekk...
Suara pintu terbuka membuat Indhi menyudahi lamunan panjangnya, ia beranjak dari tempat tidur. Gadis itu melongo sambil menatap Ega yang tengah berdiri di depan pintu dengan dua koper besar di sisi kanan dan kiri kakinya.
"Kakak mau pindah kemana?" Tanyanya setelah sekian lama diam.
"Pindah ke kamar ini," jawab Ega tenang, ia segera menutup pintu dan melangkahkan kaki seraya menyeret kedua kopernya menuju lemari baju milik Indhi, gadis itupun segera berlari kecil menghampiri sang suami.
"Pindah ke kamar Indhi? Maksudnya kita akan tidur di kamar ini bersama-sama?" Tanya Indhi dengan mata terbelalak, semalam tidur di kamar yang sama dengan Ega saja sudah membuatnya ketakutan, membayangkan mereka tidur di dalam kamar yang sama setiap harinya membuat Indhi merinding, mengingat tanda merah yang bahkan belum pudar dari lehernya membuatnya semakin menegang.
Ega tersenyum, kedua tangannya memegangi lengan Indhi dan netranya menatap gadis pujaan hatinya secara intens. "Kita sudah menikah, ibu akan curiga kalau kita tidur di kamar masing-masing."
Ibu, sebuah kata yang di jadikan alat untuk Ega agar Indhi mulai menerimanya sebagai seorang suami, meski sedikit picik, namun Ega harus melakukan cara itu agar ia bisa dekat dengan Indhi dan hubungan mereka tak terasa canggung lagi.
"Tapi,, itu, eh,, maksudnya,, kasurnya terlalu kecil untuk kita berdua?"
"Jadi aku boleh tidur di kasur bersamamu?" goda Ega, ia menaik turunkan kedua alisnya.
"Bu-bukan begitu," Indhi mulai gagap.
Dengan cepat Ega meraih pinggang Indhi hingga jarak mereka terkikis. "Lalu bagaimana, bukankah hal yang wajar jika suami istri tidur bersama dan melakukan hal itu?" bisiknya dengan suara menggoda, deru nafas Ega membuat bulu kuduk Indhi meremang.
"Ha-hal itu, a-apa yang kakak maksud? Indhi semakin menegang saat wajah mereka semakin dekat.
"Membuat cucu untuk ibu,"
"Apa?" Teriak Indhi saking terkejutnya.
"Kak, sepertinya ada yang harus kita bicarakan. Aku bukan tidak ingin memberikkan hak kakak sebagai suami, tapi jujur aku belum siap melakukannya kak." ungkap Indhi mengeluarkan keresahan hatinya.
"Apa yang membuatmu belum siap?" Tanya Ega, tatapannya yang begitu lembut lagi-lagi membuat Indhi salah tingkah.
"Aku malu," Indhi tertunduk, mungkin jika itu orang lain, Indhi akan melakukan kewajibannya sebagai istri meskipun tanpa dasar cinta, namun Ega, pria yang selama 26 tahun ini telah menjadi kakaknya, bukan hal mudah bagi Indhi untuk sekedar melepaskan baju di depan Ega, ia merasa malu, rasanya Ega masih menjadi kakaknya bukan suaminya.
"Malu? Kita bahkan belum mencobanya,"
Ega meraih dagu Indhi, dengan sedikit dorongan wajah cantik itu telah terangkat, setelah menelan ludah berkali-kali akhirnya Ega memberanikan diri untuk membenamkan bibirnya ke dalam bibir Indhi, bibir yang sejak beberapa hari terakhir telah menjadi candunya.
Indhi menahan nafasnya, ia tak tau apa yang harus di lakukan, rasanya sangat malu, entah, sepertinya hanya kata malu yang bisa menggambarkan semua perasaan yang Indhi rasakan sekarang.
"Bernafaslah, kau bisa teserang Bradipnea!" ujar Ega sambil menahan tawanya. Bridipnea sendiri merupakan kondisi napas yang lebih lambat dari biasanya, akibat tubuh tidak mendapat suplai oksigen yang cukup.
'huuu,, haaaa'
Seperti orang bodoh, Indhi mengatur nafasnya setelah mendengar ucapan Ega, setelah nafasnya mulai stabil gadis itu baru menyadari jika sang suami tengah mengerjainya.
"Kakak ngerjain aku kan?"
Bukannya menjawab Ega malah kembali mencium bibir mungil milik Indhi, awalnya gadis itu melawan dan berontak, namun detik-detik selanjutnya Indhi mulai terbuai dan menikmati ciuman lembut yang di berikan oleh Ega. Tak dapat di pungkiri, meski hatinya belum bisa mencintai Ega, namun tubuh serta hormon kedewasaannya tak bisa menolak setiap sentuhan yang di berikan oleh Ega, hingga tanpa sadar keduanya sudah berada di atas tempat tidur dengan posisi Ega mengungkung tubuhnya dan lidah mereka masih saling menye*sap satu sama lain.
Tak mendapat perlawanan lagi dari sang istri, Ega mulai menyusuri garis wajah Indhi lalu beralih pada leher jenjang sang istri, ciuman hingga hisapan kecil ia berikan dengan lembut membuat Indhi mengeluarkan suara haram yang membuat hasrat Ega semakin membara.
Keduanya kini sudah di kuasai oleh gairah, perlahan namun pasti, baju yang di kenakan Indhi telah terbuka menyisakan kain hitam berbentuk kacamata yang membungkus mammary glands miliknya.
(Mammary glands/ Payu*dara)
Klik..
Kain penutup itupun kini telah terbuka dan telepas berkat kelihaian tangan Ega, Mammary glands dengan Papilla berwarna merah muda yang sudah menegang itu membuat Ega ingin segera menye*sapnya,.bak bayi besar, pria yang belum pernah merasakan nikmat dunia itupun bersemangat dan segera menyusuri Papilla serta Areola dengan ujung lidahnya.
(Papilla/Put*ing)
(Areola/Bagian gelap di sekitar put*ing)
Ahhhh...
Lagi dan lagi, suara des*ahan Indhi berdengung di telinga Ega membuatnya semakin terangsang.
"Kau siap?" Tanyanya lembut, ia tak ingin melakukannya jika Indhi memang belum siap.
Senyumnya merekah saat sang istri memberikan anggukan kecil, ia bersiap membuka celananya dan tak sabar untuk segera bercinta.
Drrrzz,, drrrzzzz...
Ega mengabaikan ponselnya yang bergetar, namun rupanya getaran ponsel yang berada di dalam saku celananya terdengar oleh sang istri.
"Angkat kak, siapa tau penting," ucapnya dengan suara serak.
Mau tidak mau, Ega akhirnya mengangkat panggilan tersebut dan menunda kegiatan panasnya, Ega menggeser ikon berwarna hujau dan mengaktifkan mode penggeras suara.
"Ya, hallo," Sapanya dengan suara sedikit ketus.
"Maaf Dokter Kevin, ada pasien darurat yang membutuhkan operasi anda sekarang juga, pasien mengalami penurunan kesadaran secara terus menerus."
"Baiklah, saya segera kesana,"
Ega menatap istrinya sendu, ia membantu Indhi untuk duduk dan memakaikan lagi br*a serta baju istrinya yang sempat terbuka.
"Maaf aku harus pergi sekarang," ucapnya lemah saat keduanya sudah terlihat rapi.
Indhi menggeleng pelan, lalu menatap suaminya dengan lembut. "Pergilah, pasien kakak membutuhkan kakak sekarang."
Cup..
Ega mengecup kening istrinya, setelahnya ia berlari keluar kamar untuk bergegas ke Rumah Sakit. Sementara Indhi bisa bernafas lega, panggilan dari Rumah Sakit sungguh telah meyelamatkannya dari santapan makan siang Ega.
"Sepertinya ponselku harus beralih ke mode suara," ucapnya sambil tersenyum licik.
BERSAMBUNG..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Yusi Lestari
paling menjengkelkan bila malam pertama gagal dilakukan😔🤣🤣
2023-02-28
0
Tatikkim
jadi pengen emak ngadopsi anak juga🤭🤭yg Kya ega
2022-11-27
0
👑Gre_rr
huuft syabar2
2022-11-14
0