Ega membawa Indhi masuk ke dalam mobilnya, ia menuntut penjelasan Indhi perihal ucapan dan ciuman yang Indhi berikan. Ega menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, ia sungguh tak tau apa yang ada di fikiran adiknya sekarang.
"Bisa jelaskan apa maksudmu?" Tanya Ega setelah hampir setengah jam mereka saling diam. Ega sangat mengenal Indhi, ia hanya akan bicara saat merasa tenang.
Indhi meremas kedua tangannya, mulutnya tertutup rapat seolah ada perekat yang menempel diantara bibirnya, Indhi menoleh ke arah Ega yang tengah menatapnya dan menunggu jawaban darinya. Indhi masih tak mampu bersuara, iris beningnya mulai tertutupi oleh kubangan air mata, detik selanjutnya buliran bening mulai menetes dengan derasnya.
Ega menunduk sesaat, rasa penasarannya seketika lenyap begitu melihat air mata Indhi, suatu hal yang sudah tak pernah dilihatnya lagi setelah empat tahun silam. Ega merasa dejavu, ingatannya kembali pada masa-masa tersulit adiknya selepas kematian sang kekasih, hampir tiap hari Indhi menangis bahkan meraung-raung yang membuat batin Ega nelangsa menyaksikannya.
Ega menarik tubuh Indhi dan mendekapnya, tanpa Indhi bicara, ia sudah tau hal yang buruk telah terjadi kepada adik kecilnya. Bertanya mungkin bukanlah waktu yang tepat sekarang, untuk itu ia lebih memilih diam, cepat atau lambat Indhi pasti akan menceritakan segalanya.
Ega menepuk punggung Indhi dengan pelan, setelah beberapa menit akhirnya isaknya tak lagi terdengar, Ega meraih bahu Indhi dan mendorongnya pelan, ditatapnya wajah sang adik yang berlinang air mata, dari sorot matanya tergambar jelas penderitaan tengah dialaminya.
"Kita pulang sekarang," ujar Ega pelan, lalu ia menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan Rumah Sakit.
Hening, perjalanan pulang mereka sungguh berbeda, perasaan canggung menelusup di antara keduanya. Dalam hati, Ega belum berhenti merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia membalas ciuman itu? Ega merasa bersalah, meskipun ia sangat mencintai Indhi, namun tak seharusnya ia bertindak demikian, memanfaatkan keadaan hanya untuk memuaskan hasrat terlarangnya.
Ega memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah berlantai dua bergaya minimalis modern, rumah yang pernah mereka tempati saat mereka bertengkar dengan ibu mereka, rumah itu pula yang menjadi saksi atas terungkapnya identitas Ega, bahwa ia bukan kakak kandung Indhi.
"Keluarlah, kita sudah sampai." Titah Ega setelah ia membukakan pintu untuk Indhi. Sang gadis melihat sekeliling, ia menatap Ega bingung mengapa Ega membawanya ke rumah ini, bukan ke rumah yang mereka tinggali sekarang.
"Kakak yakin Dokter Ilham akan mencarimu ke rumah ibu, sementara istirahatlah disini!" Jelas Ega menjawab semua pertanyaan Indhi yang bahkan tak terlontar dari mulutnya.
Indhi segera turun dan mengikuti kakaknya masuk kedalam rumah itu. Pintu rumah terbuka, Indhi mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Semuanya masih sama, 13 tahun lalu rumah ini menjadi tempat tinggal favoritnya.
Indhi menapaki tangga demi tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua, Ega membukakan pintu kamarnya, Indhi mengikuti langkah panjang Ega dan masuk ke dalam kamar tersebut, ia duduk di bibir ranjang dengan kaki menjuntai ke lantai.
"Istirahatlah!" Perintah Ega, ia lalu meninggalkan Indhi dan berjalan kearah pintu keluar.
"Terimakasih kak," Ucap Indhi lemah. Ega menghentikan langkahnya, ia hanya mengangguk namun tak menoleh, detik selanjutnya ia menghilang di balik pintu.
Indhi merebahkan tubuhnya di atas kasur, sementara kakinya masih menjuntai diatas lantai. Indhi mengela nafas dalam, matanya menatap langit-langit kamar yang dipenuhi ribuan bintang-bintang kecil, ornamen delapan planet dalam tata surya masih tergantung sesuai urutanya.
Indhi bangkit dari tidurnya, ia berjalan ke arah pintu dan mematikan lampu utama, dengan begitu ia bisa menyaksikan Galaxy Bimasakti di langit-langit kamarnya.
"Semuanya masih sama seperti dulu, mungkin hanya aku yang berubah," gumamnya seraya menatap ribuan bintang yang berpendar diatas kepalanya, meskipun hanya bintang buatan, namun tetap saja keindahannya membuat siapapun yang menatap akan merasa takjub.
Sementara di kamar sebelah, lebih tepatnya kamar Ega, ia tengah berdiri menatap pantulan dirinya didalam cermin, bayangan akan ciumannya dengan Indhi masih menari-nari di kepalanya. Ega memasuki usia 40 tahun, namun selama masa hidupnya baru kali ini ia merasakan sentuhan bibir wanita.
Ega mengusap bibirnya dengan jemarinya, nalurinya sebagai laki-laki seoalah tergugah, ia ingin merasakannya lagi, ia ingin mengulangi ciuman itu lagi.
Ega mengibaskan kepalanya, ia berusaha menepis fikiran kotor tersebut, sebelum ia semakin berfikir yang tidak-tidak, Ega mumutuskan untuk mandi.
Namun guyuran air dingin tak serta merta menghilangkan fikiran kotornya, ingatan saat Indhi meraih kerahnya masih memenuhi kepalanya, membahangkan ciuman itu membangkitkan hasratnya yang terpendam selama ini.
"Sadar Ega, sadarlah, dia adikmu. Kau sudah berjanji akan melupakan perasaan gilamu!"
Kevin Ega Irvantara, diusianya yang menginjak kepala empat, belum sekalipun ia merasakan sentuhan wanita, ia pernah menjalin hubungan dengan Dita, perawat yang merupakan sahabat Indhi, namun hubungan mereka usai sebelum Ega sempat berkontak fisik dengannya.
Semua memang terkesan gila dan tak masuk akal, bagaimana mungkin Ega hanya mencintai Indhi selama berpuluh tahun. Ia menyadari perasaanya tumbuh saat ia tau jika ia bukanlah anak kandung keluarga Pramono. Perasaan terlarang itu semakin berkembang setiap harinya, bahkan saat Indhi memiliki kekasih, Ega masih tetap mencintainya dalam diam. Namun siapa sangka, perasaan itu tak pernah layu termakan waktu.
Setelah mandi Ega turun ke dapur, tak ada apapun didalam kulkas karena rumah ini sudah jarang ia tinggali. Akhirnya Ega hanya memesan makanan secara online, di zaman modern seperti saat ini, jasa pengiriman makanan secara online sangat membantu, terutama bagi mereka yang sibuk dengan pekerjaannya.
Tak sampai setengah jam, bel rumah berbunyi, Ega bergegas keluar dan menjemput makananya. Ega membuka pintu, namun bukan makanannya yang datang, melainkan dua gadis cantik yang merupakan sahabat Indhi dan salah satunya adalah mantan kekasihnya.
"Kalian," ucap Ega yang terkejut dengan kedatangan mereka.
"Dimana Indhi kak?" Tanya Arum, ia adalah sahabat Indhi semenjak mereka masih duduk di sekolah menengah pertama, pertemanan mereka bertahan hingga keduanya lulus kulian dan bekerja.
"Ada di atas, masuklah!" Ega mempersilahkan keduanya masuk, Ega sempat melirik Dita sesaat, wajahnya yang sembab membuat Ega merasa tak enak.
Keduanya lalu masuk dan menuju kamar Indhi di lantai atas. Arum mengetuk pintu berulang kali sebelum akhirnya Indhi muncul dari balik pintu dengan sorot mata penuh kesedihan.
Keduanya lalu menerobos masuk, mereka duduk di tepi tempat tidur. Indhi menutup pintu dan menguncinya, ia mendatangi kedua temannya yang siap memberondongnya dengan puluhan pertanyaan, Indhi yakin Dita sudah memberi tahu Arum perihal ia mengajak Ega menikah dan bahkan menciumnya.
"Kau sudah gila?"
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Yusi Lestari
segitu besar dan dalamnya cintamu ega untuk indhi sampai umur segitu kamu belum bisa membuka hati untuk orang lain
2023-02-26
0
Hanum Anindya
kak boleh nggak kalau Ega dijodohin sama aku aja😂😂
2022-10-02
0
VLav
lagi butuh cwo macem ega, dimana trsedianya yaaa hihi
2022-09-20
0