Dokter Ilham pulang ke rumahnya dengan perasaan kesal, ia melempar tas kerjanya ke sembarang arah, sang adik yang melihat kakaknya murung datang menghampiri membawakan segelas air putih untuknya.
"Kenapa sih kak? Pulang-pulang kok murung gitu?" Tanyanya seraya menyodorkan gelas yang ia bawa.
"Gak papa!" Jawab Dokter Ilham, ia meraih gelas tersebut dan menenggak habis air yang berada di dalamnya.
"Apa karena Indhi? Sudahlah kak lupakan saja wanita itu, jelas-jelas dia berkhianat kepada kakak dan memilih laki-laki lain!"
Dokter Ilham tak mengindahkan ucapan adiknya, ia memilih pergi dan masuk kedalam kamarnya untuk menenangkan diri. Sementara itu sang adik terlihat begitu kesal.
Kabar batalnya pernikahan Dokter Ilham dan Indhi tentu sudah terdengar oleh keluarga Dokter Ilham, meskipun kecewa namun ayah Dokter Ilham memilih diam dan tak ingin ikut campur, namun hal tersebut rupanya tak berlaku untuk sang adik.
Bella Ayudina, sebut saja Bella, gadis berusia 25 tahun yang juga merupakan seorang Apoteker. Gadis itu merupakan anak dari hubungan gelap antara ibu Dokter Ilham dan ayah Indhi, jadi bisa di katakan jika Bella juga merupakan adik tiri Indhi.
Bella mengepalkan kedua tangannya saat melihat sang kakak berlalu, gadis berambut panjang sebahu itu kini sangat membenci Indhi, calon kakak iparnya yang gagal.
"Aku tidak terima kamu menyakiti kakakku, cukup aku dan ibuku yang menderita karena keluargamu Indhi, aku akan membalas perbuatanmu!!" Gumamnya seraya mempererat kepalan tangannya.
****
Pagi menjelang, kicauan burung menemani cahaya sang mentari yang mulai menampakkan diri. Di dalam kamar, Indhi menggeliat setelah alarm ponselnya berbunyi berkali-kali, pagi ini ia masuk pagi sebelum esok mulai cuti menjelang hari pernikahannya.
Setelah di rasa nyawanya telah terkumpul, Indhi beranjak bangun dan segera menuju kamar mandi, beberapa saat kemudian gadis itu keluar menggunakam bathrobe dan gulungan handuk di kepalanya. Indhi menghentikan langkahnya, ia terkejut melihat Ega tengah duduk di atas tempat tidurnya.
"Apa yang kakak lakukan disini?"Tanya Indhi gugup, sejak kejadian semalam ia merasa sangat malu bertemu dengan kakaknya. Bagaimana tidak, setiap sentuhan bibir yang terjadi di antara mereka pasti di mulai oleh sang gadis.
"Kenapa terkejut, dalam beberapa hari kamar ini juga akan menjadi kamarku kan," goda Ega dengan wajah datar, ia seperti sedang membalas perlakuan Indhi semalam.
Indhi berusaha menutupi rasa gugupnya, ia berjalan mendekati Ega dan duduk di meja rias yang berada di sebelah tempat tidurnya. Meski gugup, ia tetap berusaha tenang, ia meraih hairdryer dan berencana mengeringkan rambutnya.
Baru saja hairdrayer menyala, sebuah tangan mengambil alih alat pengering rambut tersebut dan membantu Indhi mengeringkan rambutnya. Indhi menelan salivanya berkali-kali, ia menatap pantulan Ega di cermin, wajah yang putih mulus dan proporsi tubuh Ega yang terbilang kekar membuat Indhi gelisah, tiba-tiba jantungnya menderu begitu cepat, ia khawatir Ega akan membalas perbuatannya semalam.
Setelah beberapa saat, Ega selesai mengeringkan rambut panjang Indhi, ia meletakkan alat pengering tersebut di atas meja rias, kedua tangannya kini mendarat di kedua bahu Indhi, dengan setengah berbungkung, ia membisikkan sesuatu di telinga Indhi.
"Aku mencintaimu," ucapnya lembut, sebuah kecupan di pipi gadis itu mengantar kepergian Ega dari kamar tersebut.
Glek..
Indhi menelan salivanya dengan bersusah payah, sepertinya kini Ega tak lagi menutupi perasaannya. Indhi memegangi sisi pipinya yang mendapat kecupan dari Ega, terasa aneh, mungkin karena perbedaan status mereka sekarang.
Setelah rapi, Indhi keluar dari kamarnya, ia menuruni anak tangga dengan setengah berlari, namun di ruang makan ia tak menemukan siapapun, hanya sepiring nasi goreng yang tersedia di atas meja makan.
"Bi, tolong ambilkan kotak makan Indhi," seru Indhi memanggil bi Sumi, asisten rumah tangganya.
Tak lama berselang, seorang wanita berusia senja datang membawa kotak bekal yang di maksud Indhi. "Kenapa tidak sarapan di rumah saja non?" Tanyanya seraya memindahkan nasi goreng tersebut ke dalam kotak bekal.
"Males bi, sepi," jawab Indhi.
Bi Sumi hanya mengulas senyum, ia paham betul bagaimana sifat majikannya itu, sejak Indhi duduk di bangku sekolah menengah, gadis itu kerap kali kesepian, tak jarang Indhi lebih memilih membawa sarapannya ke sekolah dari pada harus sarapan sendirian di rumah, dan rupanya hal tersebut masih berlaku hingga kini.
Indhi bergegas keluar saat kotak bekalnya telah tersimpan di dalam tas jinjingnya, namun gadis itu menghentikan langkahnya saat ia melihat seorang gadis berdiri di depan rumahnya.
"Kak Indhi," sapa gadis tersebut seraya melangkahkan kakinya mendekat ke arah Indhi.
"Bisa kita bicara sebentar?" Pintanya.
"Maaf Bella, saya sudah telat!" Tolak Indhi secara halus.
"Hanya sebentar kak."
"Tidak bisa Bell, maaf sekali, saya harus berangkat kerja sekarang."
Indhi meningalkan Bella yang masih berdiri di depan rumahnya, sebenarnya kata telat hanya alasan Indhi untuk menghindari Bella, gadis yang tak lain adalah saudari tirinya. Melihat Bella, entah mengapa Indhi merasakan kebencian yang mendalam, wajahnya yang begitu mirip dengannya membuat Indhi merasa muak.
Di dalam mobil yang melaju Indhi memukuli dadanya dengan salah satu tangan sementara tangan yang lain mengendalikan kemudi mobilnya, dadanya terasa begitu sesak, bayang-bayang masa lalu kembali memenuhi kepalanya, nyatanya waktu tak bisa mengubur rasa sakitnya, bersitatap dengan Bella sungguh membuatnya merasakan kesakitan berlipat ganda. Salahkan Indhi yang belum memaafkan masa lalu? Namun sungguh bukan hal mudah bagi seseorang untuk sekedar memaafkan, apalagi luka yang di toreh oleh wanita itu sungguh membekas di hatinya, dua orang yang berharga di hidupnya harus kehilangan nyawa gara-gara wanita itu.
BERSAMBUNG..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
👑Gre_rr
betul
2022-11-14
0
👑Gre_rr
lopeyou mamas 😁
2022-11-14
0
👑Meylani Putri Putti
kk kasi kopi biar semangat ya
2022-09-11
0