"Baiklah kalau begitu, menikahlah, ibu merestui kalian," ucap bu Tika seraya menatap kedua anaknya secara bergantian, meskipun ia belum sepenuhnya merestui pernikahan mereka, namun bu Tika lebih memilih setuju demi menjaga perasaan putrinya yang malang. Ia tau betul keputusan yang di buat Indhi serta merta untuk melindungi harga diri serta hatinya yang begitu terluka.
Sementara di sisi lain, Ega dan Indhi saling bersitatap, mereka masih belum menyangka jika sang ibu akan memberikan restu secepat itu. Rona terkejut nampak begitu ketara di wajah kedua sejoli dadakan tersebut, mereka masih beradu pandang, kelegaan kini memenuhi hati Ega, tugasnya kini hanya tinggal membuat Indhi mencintainya.
"Ibu setuju?" Tanya Indhi tak yakin.
Bu Tika mengangguk pelan, namun setelah itu ia kembali berbicara kepada sepasang sejoli dadakan tersebut. "Namun dengan satu syarat, kalian tetap tinggal di rumah ini bersama ibu!"
Bukan tanpa alasan bu Tika memberikan persyaratan tersebut, ia masih belum yakin dengan pernikahan kedua anaknya, ia khawatir jika pernikahan mereka hanya sebuah status di atas kertas belaka, untuk itu bu Tika meminta mereka untuk tinggal bersamanya guna memastikan pernikahan mereka akan baik-baik saja.
Wajah Indhi menegang begitu mendengar persyaratan ibunya, ia menoleh ke arah Ega, pria itu nampak begitu tenang, sementara Indhi merasa begitu khawatir. Indhi memang sudah berjanji akan mencintai Ega, namun bukan tidak mungkin kebohongannya kepada sang ibu akan terungkap jika mereka tetap tinggal bersama.
"Baiklah bu, kami akan tinggal di sini bersama ibu,"jawab Ega lantang.
"Bagaimana dengan Indhi, apa kamu setuju?" Kini bu Tika hanya menatap putrinya sambil menunggu jawaban.
Jawaban Ega sontak membuat Indhi terkejut, gadis itu menatap tajam ke arah kakak yang kini berganti status menjadi calon suaminya, namun detik berikutnya ia mencoba untuk melemaskan rahangnya yang terasa kaku, sebuah senyuman hambar terbit di wajah cantiknya.
"Iya bu, kami akan tinggal di sini bersama ibu," sahut Indhi dengan setengah terpaksa.
Indhi menunduk lemah, tinggal bersama ibunya adalah hal yang wajar dan telah di laluinya bertahun-tahun lamanya, namun kini rasanya terasa berbeda, ada ketakutan terdendiri, ia takut ibunya akan kecewa jika mengetahui ia telah membohonginya.
Berbeda dengan Indhi, dokter tampan yang duduk di sebelah Indhi mengulas senyum tipis di wajahnya tanpa seorangpun tau, ia merasa senang mendengar keputusan Indhi untuk tinggal bersama ibun mereka, dengan begitu Indhi akan tetap berpura-pura mencintainya dan bukan hal mustahil jika dari kepura-puraaan tersebut akan menjadi sebuah kenyataan.
"Jadi apakah pernikahan kalian akan berlangsung sesuai jadwal sebelumnya?" Tanya bu Tika memecah keheningan di ruangan itu.
"Iya bu, semuanya sesuai rencana, hanya saja mempelai prianya yang berubah," jawaban Indhi terdengar begitu memilukan di telinga sang ibu, bahkan bu Tika hampir saja menangis, namun ia berusaha untuk menahan air matanya, ia tak ingin Indhi tau jika ia telah mengetahui segalanya.
"Putriku yang malang," batin Bu Tika, perasaannya begitu sakit melihat putrinya lagi-lagi harus menderita.
"Sudah jelas semuanya, ibu akan membantu mempersiapkan semuanya. Sekarang sudah malam, istirahatlah, kalian pasti lelah!"
Bu Tika beranjak dari duduknya, ia meninggalkan Ega dan Indhi lalu masuk ke dalam kamarnya, wanita yang sudah menua itu kembali menangis seraya memeluk bingkai foto yang menghiasi potretnya bersama kedua anaknya.
Sementara itu, Indhi menarik tangan Ega, ia membawa Ega menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. "Kenapa kakak setuju tinggal bersama ibu?" Tanya Indhi, namun tanpa sadar tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Ega.
"Kenapa, apa kamu ingin kita hidup mandiri setelah menikah nanti atau kamu hanya takut kalau ibu akan mengetahui sandiwaramu tentang mencintai aku?" Cecar Ega dengan dingin, baru kali ini Indhi melihat sorot mata aneh kakaknya, hal tersebut tentu saja membuatnya sedikit takut.
"Bukan begitu kak, bukankah hal wajar pengantin baru hidup berdua saja dan menikmati waktu mereka?"
Ega memutar tangannya, setelah tangannya terlepas dari genggaman Indhi, ia lalu menarik pinggang Indhi sehingga tak sengaja benda kenyal yang berada di dada Indhi menabrak dada bidang milik Ega, hal tersebut tentu saja membuat kepala bawah Ega terasa berdenyut, namun sebisa mungkin ia harus menahan hasratnya.
"Menikmati waktu sebagai pengantin baru? Kamu yakin? Apa kamu akan bersikap layaknya seorang istri meskipun kamu tidak mencintaiku? Apakah kamu mengizinkan aku untuk menyentuhmu di malam pertama kita? Ega kembali mencecar Indhi dengan pertanyaannya, manik matanya menyapu wajah Indhi yang nampak menegang.
"Aa..aa.aku," Indhi tiba-tiba menjadi gagap.
"Kita akan tinggal disini dan menemani ibu. Istirahatlah, sudah malam, besok berangkat bersama kakak!"
Sebuah kecupan hangat mendarat di kening Indhi sebelum Ega melangkahkan kakinya keluar dari kamar Indhi, pria yang sudah terbilang matang itu kembali ke kamarnya dengan perasaan yang tak bisa di gambarkan.
"Aku tidak akan melepaskanmu kali ini, bersiaplah untuk mencintaiku Ndi, aku bukan lagi kak Egamu yang dulu, kini aku akan menjadi pria yang sangat mencintaimu," ucapnya yakin, ia tersenyum lalu melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
Di kamar tidur Indhi, gadis itu masih mematung di tempatnya, ia masih memegangi keningnya, padahal dahulu Ega kerap kali memberikan kecupan di kepalanya, namun kali ini kecupan yang Ega berikan sungguh sangat berbeda rasa, hal tersebut sontak membuat wajah Indhi memanas.
*****
Di tempat lain, Dokter Ilham masih uring-uringan, ia masih tak terima Indhi memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan yang lebih menyakitkan lagi, Indhi akan tetap menikah namun tidak bersama dengannya, melainkan dengan pria lain yang di anggapnya sebagai calon kakak ipar.
"Kenapa kau jahat sekali, apa salahku Ndi, dimana salahku?" Teriak Dokter Ilham di dalam kamarnya, karena tak terima ia meninju cermin di atas meja riasnya, alhasil jari-jarinya terluka dan menetekan darah segar yang bercecer di atas lantai.
"Aku tak percaya kau sejahat itu," gumamnya pelan, air matanya menetes beriringan dengan darah yang keluar dari luka sobek di punggung tangannya, Dokkter Ilham masih belum tau alasan Indhi memutuskannya, jika ia tau mungkin ia tak akan pernah menyalahkan Indhi atas semua ini, karena pada dasarnya Dokter Ilhamlah yang bersalah atas Indhi, ia telah menyembunyikan sebuah kebohongan yang justru merusak kebahagiannya.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
ayu nuraini maulina
semangat mas bro
2023-07-21
0
Yusi Lestari
semua masalah berawal dari mamamu tp kamu ikut2an membuat masalah dg membohongi Indhi kamu harus tahu kalau cewek paling benci dibohongi
2023-02-26
1
👑Gre_rr
astagfirullah x3 biar kgak ketularan sifat ibunya ilham
2022-11-04
1