Paginya Ega dan Indhi berangkat bekerja bersama, sesampainya di Rumah Sakit mereka tak luput dari perhatian rekan-rekan kerja mereka. Cibiran demi cibiran tak elak mereka dapatkan, berita tentang ciuman mereka telah tersebar luas seantero Rumah Sakit. Mereka menganggap Ega dan Indhi telah melewati batas persaudaraan tanpa mereka ketahui jika Ega dan Indhi bukanlah saudara kandung.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Ega cemas, pasalnya sedari masuk lingkungan Rumah Sakit mereka sudah menjadi pusat perhatian.
"Aku baik-baik saja kak," jawab Indhi seraya mengulas senyum.
Mereka berjalan beriringan sebelum akhirnya berpisah di persimpangan Rumah Sakit, Ega menuju ruangannya di Departemen Bedah sementara Indhi menuju UGD karena pagi ini ia bertugas di sana.
Kedatangan Indhi mendapat tatapan sinis dari beberapa rekan perawat, namun Indhi terkesan cuek, ia hanya melewati mereka dan duduk di mejanya. Dita yang menyaksikan sahabatnya menjadi bahan gunjingan merasa tidak terima, ya meskipun ia sakit hati karena pada akhirnya harus kehilangan Ega untuk selamanya, namun nyatanya ia juga tak bisa menyalahkan Indhi sepenuhnya, perasaan bukanlah suatu hal yang bisa di paksakan, Dita menyadari akan itu dan berusaha untuk menerimanya. Dita menarik nafas perlahan sebelum dia mendatangi sahabatnya.
"Kamu nggak papa kan?" Tanya Dita, wajahnya nampak khawatir.
"Aku nggak papa Dit, serius," kilah Indhi dengan senyum di wajahnya.
Di tengah perbincangan mereka seorang perawat senior datang dan menghampiri Indhi.
"Dokter Indhi, anda di panggil ke ruangan Direktur," ucapnya lembut.
"Terimakasih Sus."
Perawat itu hanya mengangguk, lalu ia keluar dari UGD setelah menyampaikan pesan kepada Indhi. Selepas kepergian perawat tersebut, suara gunjingan kembali terdengar di telinga Indhi, para perawat yang berada di UGD mulai menerka-nerka apa yang akan terjadi kepada Dokter muda itu.
"Pasti di pecat!" Ucap seorang perawat.
Indhi mengatur nafasnya, ia tak boleh terpancing oleh ucapan rekan-rekannya, Indhi menepuk bahu Dita sebelum ia meninggalkan UGD dan menuju ruang Direktur. Perjalanannya menuju ruang Direktur di rasa sangat panjang, tatapan sinis dari beberapa Perawat dan Dokter yang berpapasan dengannya sungguh membuatnya risih.
Tok..tok..tok
Indhi mengetuk pintu ruangan Direktur, beberapa saat kemudian sebuah seruan menyuruhnya masuk, Indhi kembali mengatur nafasnya, ia siap dengan segala konsekuensi yang akan di terimanya.
Indhi meraih gagang pintu, ia memutar lalu mendorongnya hingga pintu sedikit terbuka. Di dalam sana, Indhi terkejut karena rupanya bukan hanya Indhi yang di panggil, namun juga Ega.
Indhi melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Direktur, ia berdiri tepat di sebelah Ega, sesaat Ega melirik Indhi hingga netra mereka saling beradu.
"Kalian tau kenapa saya memanggil kalian kesini kan?" Ucap Direktur Rumah Sakit dengan suara datar.
Keduanya menunduk, mereka menyadari kesalahan mereka hingga berakhir di ruangan Direktur.
"Kalian sadar apa yang telah kalian lakukan? Bukankah kalian bersaudara, kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas, apalagi kalian melakukannya di lingkungan Rumah Sakit!" Imbuhnya dengan tatapan penuh kekecewaan.
Profesor Hilman, dia adalah Dokter Bedah senior yang kini menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit, dia juga merupakan pembimbing Ega saat dirinya menempuh pendidikan Spesialis Bedah, tak ayal perbuatan murid kesayangannya itu membuatnya kecewa.
"Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena tindakan kami yang sangat tidak pantas Prof, kami bersedia menerima sanksi apapun dari Rumah Sakit. Namun saya juga ingin menyampaikan kabar bahwa saya dan Dokter Indhi akan menikah."
Deg..
Indhi menoleh ke samping, tepat dimana kakaknya berdiri, ia tak menyangka bahwa Ega justru mengumumkan rencana pernikahan mereka. Ega mengatakan kalimat itu dengan sangat yakin, ia lalu meraih tangan Indhi dan menggenggamnya dengan erat.
Profesor Hilman menatap Ega dengan raut yang berbeda, ia mentertawakan ucapan Ega.
"Dokter Kevin, bukankah bercanda anda sudah keterlaluan?"
Ega memberanikan diri menatap Profesor Hilman. "Saya tidak bercanda Prof, saya serius, kami akan menikah," papar Ega dengan wajah serius.
Profesor Hilman terlonjak dari tempat duduknya, ia benar-benar tak percaya dengan ucapan mantan muridnya itu.
"Ega," panggilnya tanpa membubuhkan embel-embel Dokter, hal itu menandakan Profesor Hilman ingin berbincang dengan muridnya secara pribadi. "Berapa lama kita saling mengenal, kamu fikir saya tidak kenal dengan Dokter Indhi dan status kalian? Lalu apa maksud ucapanmu? Menikah? Apa tidak ada wanita lain sampai kau mau menikahi adikmu?" Ucap Profesor Hilman seraya menatap kedua Dokter itu secara bergantian.
"Kami bukan saudara kandung Prof, saya bukan kakak kandungnya," ungkap Ega tanpa ada sedikitpun keraguan di dalam matanya. "Saya sangat menghormati anda, saya juga menganggap anda seperti orangtua saya sendiri, untuk itu saya memberitahuan kabar bahagia ini secara langsung kepada anda."
l
"Dokter Indhi, kakakmu sedang bercanda kan? Profesor Hilman masih tak percaya dengan pengakuan Ega, kini ia ingin mendapatkan jawaban dari Indhi.
Indhi meremas tangan Ega, ia memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. "Semua yang di ucapkan Dokter Kevin adalah kebenaran Prof, kami bukan saudara kandung dan kami akan menikah."
Profesor Hilman kembali duduk, ia masih terkejut mendengar kabar tersebut, namun ia juga harus segera menyampaikan niatnya mengapa mengundang kedua Dokter itu ke dalam ruangannya.
"Meskipun kalian mau menikah, namun masalah ini tetap harus di tindak lanjuti, saya tidak ingin kejadian seperti kemarin terulang lagi, untuk itu managemen Rumah Sakit sepakat meberikan kalian sanki berupa pemotongan gaji selama sebulan, mengingat kinerja kalian yang sangat bagus kami tidak akan memberikan skorsing, kalian tetap harus bekerja sesuai jadwal masing-masing. Kalian boleh keluar sekarang!"
"Terimakasih banyak Prof." Ucap kedua Dokter itu secara bersamaan, mereka lalu menundukan kepala mereka dengan hormat sebelum keluar dari ruangan tersebut.
Tanpa Indhi sadari, mereka keluar dengan posisi masih bergandegan tangan dengan Ega, mereka kembali menjadi pusat perhatian karena di anggap memamerkan kemesraan mereka.
"Pulang nanti, kita ke rumah ibu, kita harus memberi tahu ibu dan meminta restu dari beliau."
Indhi menghentikan langkahnya, hal itu sontak membuat tangan mereka terentang sehingga mereka menyadari jika sedari tadi mereka masih bergandengan tangan. Keduanya lantas melepaskan tautan tangan mereka, suasana canggung menelusup di antara keduanya.
"Bagaimana kalau ibu tidak setuju kak?"
"Kakak akan berusaha untuk meyakinkan ibu. Sekarang kembalilah bekerja, sore nanti kita bertemu di rumah ibu."
Setelah mengucapkan kalimat terebut Ega lalu meninggalkan Indhi yang masih termenung di tempatnya berdiri. Ia menatap punggung Ega yang mulai menjauh. "Maafin aku kak, kakak harus mengalami semua ini karena aku."
Tanpa mereka sadari seseorang memperhatikan mereka dengan tatapan penuh kebencian.
BERSAMBUNG..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Yusi Lestari
Ega sudah berkorban banyak untukmu Indhi jadi tolong jangan sakiti hati Ega lagi
2023-02-26
0
Hanum Anindya
kasih pengumuman aja biar semuanya tahu Ega tentang cinta kamu Sam indhi🤭🤭💃
2022-10-02
0
VLav
hmmm, maafnya udah telat sprtinya gaes
2022-09-21
0