Tetap Tersenyum

Motor Brian berhenti di taman hiburan. Embun hanya diam mematung, dia tidak tahu apa maksud Brian mengajaknya ke situ. Setelah membeli tiket, Brian mengajak Embun masuk tapi Embun hanya diam saja. Karena Embun tidak merespon ajakannya, akhirnya Brian menggandeng tangan Embun dan masuk taman hiburan.

Selama di taman hiburan, Brian mengajak Embun menaiki wahana yang memacu adrenalin. Tujuan Brian tentu saja agar Embun bisa sedikit melupakan kesedihannya. Setelah cukup lama bermain, Brian mengajak Embun duduk di kursi taman. Brian memberikan sebotol minuman pada Embun. Karena merasa sangat haus, Embun langsung menghabiskan minuman itu.

"Terima kasih." Kata Embun memandang Brian.

"Ini tidak gratis." Brian meminum minumannya.

"Aku harus bayar berapa?" Embun membuka dompetnya hendak mengambil uang.

"Tetaplah tersenyum. Jangan pernah bersedih di depanku." Kata Brian memandang lekat Embun.

Embun tersenyum dan mengangguk. Dia merasakan ketulusan di kata - kata Brian. Dia juga tidak menyangka, Brian yang dia anggap dingin seperti kulkas 2 pintu bisa memberikan kehangatan untuknya.

"Sudah sore, ayo kita pulang." Brian berdiri dan berjalan meninggalkan Embun.

Embun juga berdiri dan berjalan di samping Brian.

"Bagaimana kalau kita bermain satu wahana lagi" Pinta Embun.

"Sudah sore. Aku gak mau ibu kamu khawatir." Brian menolak permintaan Embun.

Embun tentu saja tidak putus asa. Dia berdiri di depan Brian dan menghadang langkahnya.

"Please, satu kali saja. Ya?" Embun menyatukan kedua telapak tangannya memohon. Dia juga memasang wajah semanis mungkin.

Brian yang diam - diam sudah jatuh hati pada Embun tentu saja tidak bisa menolaknya.

"Cuma satu." Jawab Brian singkat.

Embun senang dan melompat kegirangan. Dia langsung menarik tangan Brian mengajak untuk menaiki wahana kora - kora. Brian senang melihat Embun yang kembali ceria.

Setelah selesai, Brian pun mengantar Embun pulang. Selama diperjalanan, Embun tak henti - hentinya berceloteh. Dulu mungkin Brian akan kesal mendengar celotehan Embun, tapi sekarang kebalikannya.

Akhirnya mereka sampai di rumah Embun. Terlihat ibu Embun sudah menunggu di depan pintu. Brian turun dari motor dan menyapa bu Lastri.

"Maaf tante, saya mengajak pergi Embun sampai sore." Brian meminta maaf pada ibunya Embun.

"Gak apa - apa. Lain kali kalau mau pergi pulang rumah dulu ya." Kata bu Lastri.

" Iya maaf tante." Brian menunduk. Dia merasa tidak enak pada ibunya Embun.

"Iya tante maafin. Tante juga berterima kasih nak Brian udah nganterin Embun dengan selamat." Senyum bu Lastri.

"Sama - sama tante. Kalau begitu saya pamit dulu." Brian berpamitan pada bu Lastri.

"Loh gak masuk dulu." Kata bu Lastri.

"Lain kali saja tante. Permisi." Brian melangkah pergi.

"Waalaikum salam." Jawab Embun.

"As...Assalamualaikum." Kata Brian canggung.

"Waalaikum salam." Jawab bu Lastri tersenyum.

Brian menaiki motornya dan pergi meninggalkan rumah Embun. Embun melambaikan tangannya sampai motor Brian menghilang.

...***********...

Raka memasuki rumahnya dengan langkah gontai. Sebenarnya tadi dia melihat Embun yang diantar pulang oleh Brian. Begitu masuk rumah Raka langsung masuk ke kamarnya. Dia berbaring terlentang di kasurnya memandangi langit - langit kamar. Saat ini pikiran Raka benar - benar campur aduk. Dia menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara ketukan. Saat itu mamanya masuk dan duduk di pinggir ranjang.

"Mama dengar kamu baru dari rumah Vania?" Bu Intan memulai percakapan.

Raka hanya menjawab pertanyaan mamanya dengan anggukan.

"Raka, mama mau jelasin itu sama kamu." Kata bu Intan.

Tapi Raka hanya diam saja. Dia tidak merespon perkataan mamanya. Dia seperti sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kami melakukan ini untuk kebaikan kalian berdua." Kata bu Intan.

"Raka capek ma, Raka mau istirahat." Raka berbalik memunggungi mamanya.

"Baik. Kita bicarakan besok saja." Bu Intan membelai kepala putranya dan beranjak pergi dari kamar Raka. Bu Intan tahu, pasti Raka kaget mendengar rencana pertunangannya. Dan Raka tentu saja membutuhkan waktu sendiri untuk berpikir.

Setelah mamanya keluar, Raka bangun dan duduk di meja belajarnya. Raka membuka laci mejanya dan mengambil album foto. Dia membuka lembar demi lembar halaman album. Raka sesekali tersenyum melihat foto di dalamnya. Itu adalah album yang berisi fotonya bersama Embun dan keluarga mereka.

Raka menatap fotonya berdua bersama Embun. Itu adalah foto yang diambil ketika mereka liburan ke pantai. Raka mengusap foto itu.

"Ini mungkin akan jadi foto terakhir kita Mbun." Kata Raka pelan.

Raka menutup album foto itu dan memasukkan kembali ke laci meja. Dia berbaring kembali di ranjang. Raka menutup mata dengan lengannya. Saat itu terdengar lirih suara isakan.

Raka baru menyadari perasaannya. Selama ini dia mengira hanya menganggap Embun sebagai sahabat. Ternyata rasa itu lebih dari sahabat dan dia terlambat menyadarinya. Tapi apakah keadaan akan berubah bila dia menyadarinya dari dulu. Sedangkan kini dia tahu, bahwa dia sudah dijodohkan dengan Vania sebelum dia mengenal Embun.

...**********...

Di sekolah sekarang sedang diadakan mid semester. Banyak acara diadakan oleh pihak sekolah. Selain lomba antar kelas, ada juga bazar untuk amal.

Hari ini adalah hari terakhir. Sekolah begitu ramai, selain ada bazar juga ada panggung musik. Di area sekitar panggung musik begitu sesak. Murid - murid antusias menikmati alunan musik. Keriuhan semakin terasa ketika bintang tamunya adalah penyanyi dangdut. Para siswa ikut bergoyang mengikuti irama.

"Semuanya siap bergoyang." Tanya sang penyanyi.

"Siap." Jawab mereka serempak.

Banyak siswa yang berjoget mengikuti irama. Tak terkecuali dengan Embun. Dia ikut membaur bersama dengan murid lain. Saat sang penyanyi mengajak beberapa siswa ikut berjoget di atas panggung, Embun dengan antusias langsung ikut naik.

Di atas panggung Embun berjoget dengan semangat, walaupun gerakannya heboh dan juga lucu. Dia juga ikut bernyanyi ketika sang penyanhi menyodorkan mic padanya, dan Embun bernyanyi dengan suara yang sangat pas - pasan. Tapi itu malah jadi hiburan tersendiri.

Dewi yang melihat Embun di atas panggung, menutup wajahnya dengan buku menahan malu. Walau sudah mengenal Embun dari kelas satu, namun kelakuan ajaib temannya ini masih saja membuatnya syok.

Lain Dewi lain dengan Dion. Dia senang melihat tingkah Embun itu. Dia sampai tertawa terbahak - bahak dan sibuk merekam kelakuan Embun dengan handycam. Sedangkan Brian yang berdiri disamping Dion, sesekali tersenyum. Dia tidak mengalihkan pandangannya dari Embun.

Brian berhenti tersenyum ketika tanpa sengaja Brian melihat Raka yang sedang menatap Embun lekat. Brian memperhatikan tatapan Raka yang dalam pada Embun. Tampak Raka yang memandang Embun dengan pandangan yang sulit diartikan. Brian juga melihat dengan jelas kesedihan di wajah Raka. Cukup lama Brian memperhatikan Raka. Sampai akhirnya dia melihat Raka pergi dari tempat itu.

"Apakah dia menyukai Embun." Batin Brian.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!