6. Menghindar

Embun dan Dewi saling menatap mendengar pernyataan dari Vania. Karena selama ini mereka tidak pernah mendengar Raka bercerita tentang sosok Vania.

"Oh salam kenal, aku Dewi dan ini Embun. Kami teman sekolah Raka." Jawab Dewi menjabat tangan Vania.

"Jadi kalian Dewi dan Embun? Raka sering baget cerita tentang kalian." Vania menjawab dengan senyuman.

"Kalian juga mau nonton film, gimana kalau nonton bareng saja?" Ajak Vania pada Embun dan Dewi.

"Kalian duluan aja, kebetulan tadi mama Dewi telefon nyuruh Dewi pulang. Ya kan Wi?" Embun menyenggol lengan Dewi agar mengikutinya.

Dewi yang paham kode dari Embun pun mengiyakan kata-kata Embun.

"Kami pergi dulu ya, kapan-kapan kita ngobrol lagi. Yuk Ka, Van."

Mereka lalu pergi meninggalkan Raka dan Vania. Raka hanya bisa menatap kepergian Embun dengan perasaan yang tidak menentu.

"Ka, kok malah ngelamun. Kenapa?" Vania bertanya dengan sedikit kesal, karena tahu Raka terus menatap kepergian teman-temannya.

"Gak papa kok, yuk kita masuk ntar keburu filmnya mulai." Raka mengajak Vania masuk, karena dia melihat pacarnya itu sudah memasang wajah cemberut.

*********

Sementara itu, Embun yang tidak jadi nonton akhirnya masuk ke cafe bersama Dewi. Dia memesan makanan kesukaannya dan segelas jus alpukat.

"Kamu kenapa sih Mbun, setelah bertemu Raka kamu jadi pendiam. Kamu cemburu ya?" Tanya Dewi santai.

Embun yang mendapat pertanyaan itu menjawab dengan sedikit gugup, "Ihh apaan sih, aku cuma kaget saja. Kamu tau sendiri kan, Raka gak pernah cerita soal pacar ma kita."

"Bener juga, tapi masak gak pernah cerita sama sekali ma kamu. Kalian kan udah deket sejak sd." Tanya Dewi.

"Deket kan gak berarti harus apa-apa cerita Wi, udah ah gak usah bahas Raka lagi."

"Iya iya, gak usah ngegas gitu dong." Jawab Dewi.

Embun tersenyum menanggapi perkataan Dewi, tapi tidak dipungkiri ada yang mengganjal di hatinya melihat Raka dan Vania. Tapi dia menepis perasaannya itu.

Setelah selesai makan, Embun dan Dewi memutuskan untuk pulang. Mereka pulang naik taksi, Dewi memutuskan mengantarkan Embun dulu karena memang arah rumah mereka yang sama.

Sesampainya di rumah, Embun menyapa ibunya yang sedang berada di dapur.

"Ibu masak apa?"

"Kamu sudah pulang, ini ibu masak semur daging kesukaan ayah kamu. Eh rambut kamu kenapa?" Tanya bu Laras melihat penampilan Embun.

"Wah enak nih, gerah nih bu makane Embun potong. Gak papakn bu?" Tanya Embun.

"Ya gapapa, malah kelihatan imut." Kata bu Laras mencubit pipi Embun.

"Ih ibu bisa saja. Embun mandi dulu ya, nanti Embun bantuin."

"Ya udah sana mandi, trus istirahat. Ini ibu juga dah mau selesai." Kata bu Laras. Embun pun masuk ke kamarnya.

*********

Esok harinya di sekolah, Raka mencari keberadaan Embun. Tadi ketika akan menjemput Embun, ternyata Embun sudah berangkat lebih dulu.

Tetapi sampai bel masuk berbunyi, Raka tidak menemukan keberadaan Embun. Akhirnya dia kembali ke kelasnya, dan akan menemui Embun ketika jam istirahat.

Embun pun masuk ke kelas, dia sengaja masuk ke ruang guru untuk menghindari Raka.

"Mbun, tadi Raka nyariin kamu tuh." Kata Dewi.

"Oh tadi aku dipanggil ke ruang guru, emang ada apa?" Kata Embun pura-pura tidak tahu.

"Raka gak ngomong ada apa, ntar kamu tanya sendiri saja."

"Iya,,eh Wi tu anak baru belum masuk ya?" Tanya Embun menanyakan keberadaan Brian.

"Gak tau aku, telat mungkin." Jawab Dewi.

Tak berapa lama, Brian masuk ke kelas. Dia berhenti sekejap di depan Embun, dia memperhatikan perubahan penampilan Embun. Embun yang tahu kalau sedang diperhatikan pun balas menatap Brian.

"Ngapain lihat-lihat, naksir ya?" Jawab Embun dengan nada cueknya.

Tapi Brian tidak menjawab dan langsung duduk di bangkunya.

"Imut." Kata Brian pelan.

Tetapi kata-katanya tadi masih bisa, didengar oleh Embun. Embun menoleh ke belakang sambil mengernyitkan dahinya.

"Tadi kamu ngomong apa?" Tanya Embun.

Brian pura-pura tidur karena tidak mau menjawab pertanyaan Embun.

"Dasar kulkas 2 pintu." Kata Embun sambil memukul lengan Brian.

Ketika bel istirahat berbunyi, Embun buru-buru keluar kelas menuju kantin. Dewi bingung melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Kenapa tu anak, main pergi aja gak ngajak ajak." Batin Dewi.

Saat itu juga, Dewi melihat Raka memasuki kelas dan mendekatinya.

Sebelum Raka bertanya Dewi lebih dulu berkata,

"Embun udah keluar barusan."

"Kemana dia?"

"Aku juga gak tau, tu anak kenapa si dari kemarin sikapnya aneh?" Jelas Dewi

"Aku juga gak tau, dari semalam telfon ma pesan aku juga gak dibalas." Jawab Raka.

"Apa kalian bertengkar?"

Raka menjawab dengan gelengan kepalanya.

"Ya udah, ntar tak coba tanya. Aku mau ke kantin, mau ikut gak? mungkin saja Embun lagi disana." Ajak Dewi ke Raka.

"Ntar aja, aku mau ke ruang osis dulu. Kalau ketemu Embun bilang suruh balas temuin aku." Pinta Raka.

Dewi memberi jempolnya, "Siap pak ketua." Raka pun keluar dari kelas Embun dan pergi ke ruang osis.

******

Di kantin

Embun sedang asik menyantap bakso ketika Dewi menepuk pundaknya.

"Eh copo-copot." Karena kaget bakso yang mau dimakan Embun sampai jatuh. Dewi tertawa terbahak-bahak melihat itu.

"Dewi,,gantiin bakso aku yang jatuh!" Kata Embun dengan muka yang kesal.

Dewi yang gemas melihat Embun yang kesal mencubit pipi Embun.

"Iya iya, sana pesan lagi." Jawab Dewi.

Mendengar itu Embun dengan semangat memesan bakso lagi, tidak lupa segelas jus alpukat.

"Eh aji mumpung kamu Mbun." Protes Dewi.

Embun membentuk tanda v dengan jarinya dan berkata,

"Hehehe kan mumpung ada gratisan."

Dewi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dia tahu kalau Embun memang hobi makan. Tapi walau makan banyak, badan Embun tetap kecil.

"Eh Mbun, tadi Raka nyariin kamu lagi tuh. Kamu kenapa sih, kaya ngindarin Raka gitu. Kalau udah selesai makannya, cepat gih kamu temuin." Saran Dewi.

"Iya ntar gampang." Jawab Embun santai.

Saat itu pesanan Embun datang, Embun dengan semangat menyantap bakso pesanannya. Tanpa Embun tahu, sedari tadi ada sepasang mata yang terus memperhatikannya.

Orang itu adalah Brian. Dia merasa lucu melihat cara Embun makan. Embun makan sangat lahap sampai mulutnya penuh. Brian tersenyum melihat kelakuan Embun itu.

Tingkah Brian ini tidak luput dari pandangan temannya yang bernama Dion. Dia melihat ke arah pandangan Brian, dan menyunggingkan senyum.

"Kamu suka ma Embun?" Tanya Dion.

Brian yang mendapat pertanyaan mendadak seperti itu sampai terbatuk.

"Uhuk uhuk, kamu ngomong apa sih. Ngaco baget. Gak mungkin juga aku suka ma spesies seperti Embun." Kilah Brian.

"Ati-ati, ntar kemakan omongan sendiri. Tiba-tiba kamu ngejar-ngejar Embun." Goda Dion. Brian menatap tajam pada Dion.

"Bercanda bro, lagian kalau kamu mau deketin Embun kamu harus ngadepin Raka dulu." Kata Dion.

"Diam kamu, siapa juga yang mau deketin dia." Brian berkata sambil berdiri dan pergi meninggalkan Dion.

"Brian, Brian. Dari cara kamu memandang Embun, siapapun pasti tahu kalau kamu suka pada Embun." Kata Dion pada diri sendiri. Dion pun beranjak meninggalkan kantin untuk menyusul Brian.

Brian yang kesal dengan perkataan Dion, pergi masuk ke kelas. Dia duduk di bangkunya dan memejamkan mata. Baru beberapa menit, sudah ada yang membangunkannya.

"Hei hei, bangun." Embun mengetuk-ketuk meja Brian agar dia bangun.

Brian yang merasa terusik pun membuka matanya. Melihat kalau Embun yang membangunkannya, Brian kembali menutup matanya. Tapi Embun tetap saja berusaha membangunkan Brian, kali ini dia mencoba menarik lengan baju Brian.

Mau tidak mau Brian membuka matanya lagi dan bertanya,

"Ada apa?"

"Ih galak amat, kamu disuruh menemui kepala sekolah tuh." Jelas Embun.

Brian pun bangun dan berlalu keluar dari kelas menuju ruang kepala sekolah. Setelah mengetuk pintu, Brian masuk ke ruang kepala sekolah. Tanpa disuruh Briang langsung duduk di sofa yang berhadapan dengan meja kepala sekolah.

"Ada apa memanggilku kesini?" Tanya Brian tanpa basa basi.

Kepala sekolah itu menutup berkas yang sedang dibaca dan memandang Brian lekat.

"Ada laporan kalau kamu tidur setiap jam pelajaran Brian. Bisakah kamu tidak membuat masalah di sekolah?" Tanya Kepala sekolah.

"Memangnya apa peduli om, apa om mau melaporkan aku ke papa?" Ternyata Brian adalah keponakan dari kepala sekolah itu yang bernama pak Rangga.

"Kenapa kamu ngomong seperti itu, om tidak mau kamu membuat masalah yang membuat kamu harus pindah sekolah lagi. Sudah berapa kali kamu pindah sekolah. Hingga akhirnya papa kamu memasukkan kamu ke sekolah ini." Pak Rangga menjawab dengan nada tinggi.

"Kalau om mau, om bisa ngeluarin aku dari sekolah ini." Jawab Brian dengan santai dan keluar dari ruangan.

"Brian tunggu, om belum selesai bicara!" Tapi Brian sudah keluar tanpa mendengarkan perintah pak Rangga.

"Anak itu sejak perceraian orang tuanya semakin susah diatur." Kata pak

Rangga.

Setelah keluar dari ruangan kepala sekolah bukannya masuk kelas, Brian lebih memilih ke belakang sekolah. Di tempat itu juga, Brian pernah melihat Embun sedang berkelahi dengan Siska. Jika ingat kejadian itu, membuat Brian tersenyum sendiri. Baginya itu menjadi salah satu hiburan.

Tak terasa Brian tertidur hingga jam sekolah berakhir. Tapi sayang tidurnya terganggu karena teriakan di telinganya.

"Briaaannnn, bangun!!!"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!