Usil

Hot Duda Bagian 4

Oleh Sept

Hanya yang memiliki KTP yang boleh baca. Yang belum, mohon skip bab selanjutnya.

***

Jika sebelumnya Adinda menertawakan sang suami, kini keadaan sudah berbalik. Wanita itu harus menelan tawanya ketika merasakan sesuatu yang sangat menyakitkan. Rasa perih tiba-tiba terasa begitu nyata pada salah satu bagian tubuhnya.

Sedangkan Anggara, pria itu seperti tidak peduli akan rasa sakit yang ia terima, Anggara terkesan dendam karena tadi Adinda sudah menertawakan dirinya.

"Bagaimana? Masih bisa tertawa?"

Adinda menggeleng pelan, sambil tangannya mencengkram kain seprai.

"Tahan ya ... ini mungkin lebih sakit!" ucap Anggara sambil menyeringai nakallll.

Seketika Adinda hampir mengangkat tubuhnya, ia sangat kesakitan karena sesuatu yang masuk dengan cepat. Bulir bening menetes dari sudut matanya, ia sepertinya merasakan sakit yang luar biasa. Sambil tetap mencengkram seprai, ia mulai memejamkan mata. Harus ditahan, jangan sampai ia merusak moment penting mereka. Setahunya memang akan sakit ketika baru pertama seperti ini.

Anggara sendiri sudah mulai percaya diri. Sambil memainkan sesuatu yang bukan mainan, ia juga mempercepat gerakan. Sesaat kemudian ia berhenti, sambil mengusap lembut pipi Adinda.

"Apa sangat sakit?" tanya Anggara kemudian mengusap mata Adinda yang basah.

Adinda mengangguk pelan, tapi bibirnya mengulas senyum.

"Tapi nggak apa-apa, Mas. Lanjutin aja."

Mendapat lampu hijau, karena sempat khawatir dan berhenti sesaat ketika melihat Adinda yang mengeluarkan air mata, Anggara kemudian mulai kembali. Kali ini lebih pelan, tidak grasa grusu seperti tadi.

Ia melakukan dengan sangat lembut, meskipun masih membuat Adinda meringis menahan perih. Mungkin terlalu besar, atau mungkin terlalu sempit, atau mungkin karena ini yang pertama bagi keduanya, mereka seperti pemain amatiran yang tidak tidak punya pengalaman sama sekali.

....

"Sayang ..."

Kedua tangannya mencengkram bahu Adinda, wajahnya mulai tegang. Begitu pula dengan tubuhnya. Anggara merasakan ketegangan yang luar biasa.

Adinda yang sudah bisa berdamai dengan rasa sakitnya, kini melingkar lengannya di leher suaminya. Kemudian berbisik, "Masukkan ...!"

"Ini sangat banyak sekali!"

Lagi-lagi Adinda selalu ingin tersenyum saat melihat tingkah absurd suaminya itu. Gemas, ia langsung saja mengigit kecil daun telinga Anggara. Membuat pria itu jadi tambah ketar-ketir. Sudah di ubun-ubun, ditambah Adinda malah menggoda.

"Aku masukin di dalam!" ucapnya lirih kemudian mempercepat gerakan.

Keduanya sama-sama memejamkan mata, menahan sensasi rasa panas, perih, sakit, tapi lama-lama menjadi enak. Ya, ketika gerakan semakin cepat maka yang tersisa hanya kenikmatann dunia. Beberapa saat kemudian. Terdengar hembusan napas yang panjang, seperti rasa lega karena melepaskan sesuatu yang berat. Anggara langsung ambruk, tubuhnya yang basah karena keringat langsung lemas.

Begitu pun dengan pasangannya, Adinda juga merasakan hal serupa. Ia tidak bisa lagi menertawakan suaminya itu. Ternyata, Anggara sangat perkasa. Ia menyesal tadi saat pertama sempat meragukan suaminya itu.

Srettt ...

Anggara yang masih lemas, ia meraih tubuh Adinda, kini ia tenggelamkan wajah istrinya itu dalam dekapannya yang hangat.

"Kamu tadi menertawakan aku, kan?"

Adinda mempererat pelukan suaminya itu.

"Engak," jawabnya menyangkal. Namun, Anggara bisa merasakan, kini istri kesayangannya itu malah terkekeh dalam pelukannya.

"Astaga! Masih sempat tertawa? Oke ... besok aku akan buat kamu nggak bisa jalan," acam Anggara dengan nada bercanda.

"Loh ...!"

Melihat istrinya yang protes, Anggara langsung mengecupp puncak kepala Adinda dengan sayang.

"Luv u," bisik Anggara penuh cinta.

Merasa sangat beruntung, karena dicintai pria yang sempurna seperti Anggara, Adinda merasa hidupnya sangat bahagia sekali sekarang. Ia bahkan rela mati karena sangat bahagia. Cinta Anggara membuatnya tidak menginginkan apapun lagi. Semuanya sudah sangat sempurna, apa yang ia inginkan sudah ia dapatkan.

"Terima kasih, Mas ... terima kasih sudah menjadikan aku wanita paling beruntung di dunia ini," ucap Adinda kemudian menarik wajahnya. Ia ingin menatap mata suaminya itu, ia ingin menyimpan wajah suaminya di dalam hatinya yang terdalam.

"Kenapa sedih begitu? Aku bilang I love you ya di balas. Masa malah sendu gitu?" protes Anggara.

"Siapa yang sedih? Dinda hanya sangat bahagia hingga ingin menangis," jawab Dinda jujur.

"Tidak boleh, kamu tidak boleh menangis. Hanya boleh tersenyum ketika hidup bersamaku," ujar Anggara kemudian merapatkan lagi pelukannya.

"Hari-hari ke depan, aku ingin membuatmu bahagia ... aku tidak ingin membuatmu bersedih atau menangis karenaku!" tambah Anggara sambil mengusap punggung istrinya.

"Benarkah? Apa Mas akan mencintaiku selamanya?"

"Tentu saja!" jawab Anggara dengan cepat.

"Gombal! Bagaimana nanti kalau kulitku keriput? Aku menjadi sangat cerewet karena?"

"Akan kubelikan skincare mahal!" cetus Anggara kemudian terkekeh kemudian kembali berkata, "Dan kalau kamu mulai marah-marah atau cerewet, tinggal begini saja!"

CUP

Adinda tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum. Anggara selalu punya cara untuk membuat bibirnya merekah, tersenyum penuh bahagia.

***

Pukul 4 pagi lebih 30 menit. Kediaman orang tua Lisa. Bu Siti selesai sholat subuh ingin membangunkan putrinya, tumben Lisa belum bangun dan keluar dari kamarnya. Biasanya Lisa paling rajin, paling awal bangun pagi. Akhirnya setelah selesai menunaikan ibadah sholat subuh, bu Siti membuka kamar Lisa yang memang tidak terkunci.

"SA! Lisa! Lisa bangun!" Bu Siti langsung mengerakkan tubuh Lisa dengan kuat. Dilihatnya sang putri tidur dengan gelisah, dahinya mengkerut. Tubuhnya berkeringat banyak, sepertinya ia mimpi buruk.

Lisa yang kaget karena dibangunkan, seketika mengusap wajahnya dengan berat.

"Kamu sakit?" tanya bu Siti.

Lisa langsung menggeleng pelan.

"Mimpi buruk?"

Lisa seperti orang ling lung, mungkin ia masih setengah sadar, pikirannya masih setengah dan belum terkumpul.

"Ya sudah, sana ke kamar mandi!" titah bu Siti kemudian merapikan selimut. Dilihatnya putri keduanya masih terlelap. Sama seperti Lisa, ia pun membangunkan putri keduanya itu.

Di dalam kamar mandi, Lisa menatap pantulan wajah di depan cermin. Ia mengingat mimpi apa tadi dia semalam, karena bangun tidur malah merasa resah campur gelisah. Tapi lupa, tadi malam mimpi apa. Yang pasti tidak enak.

Hingga sampai akan berangkat kerja, ia ditegur oleh bu Siti, ibunya.

"Sa! Kamu mau kerja pakai sandal sama kaos kaki begitu saja? Sepatumu mana?"

Lisa langsung melihat ke bawah, buru-buru ia kembali ke rak, mencari sepatunya.

"Mbak!" sapa Marwah, adik perempuannya.

"Ya," jawab Lisa sambil duduk di lantai karena memakai sepat.

"Marwah pinjam baju Mbak Lisa ya?"

"Baju? Buat apa?"

"Besok kan study tour, baju Marwah buluk semua," keluh gadis yang masih SMP tersebut. Meskipun masih SMP, posture Marwah dan Lisa hampir sama. Malah lebih tinggi dan besar adiknya.

"Hem, iya. Ambil aja," ucap Lisa kemudian berdiri setelah menali sepatunya.

"Makasih, ya Mbak!"

Lisa menoleh kemudian tersenyum. Kemudian menghampiri ibunya yang akan pergi ke pasar untuk jualan.

"Bu, Lisa berangkat."

"Hati-hati," pesan bu Siti. Kemudian dari jauh Lisa mendengar ibunya mengomel Marwah. Karena takut terlambat dan ketinggalan bus. Lisa pun memutuskan mempercepat langkahnya. Buru-buru ia ke halte yang tidak jauh dari rumahnya.

***

Montana Group.

Lisa yang membersihkan kaca salah satu ruangan malah melamun, sampai temannya melempar sesuatu ke punggungnya. Cukup keras, sampai gadis itu berbalik.

"Sa!"

Lisa yang tersentak, langsung menoleh. Ia langsung menundukkan wajah. Ia tidak tahu kalau di sana ada ibu Claudia. Pemegang saham tertinggi di Montana Group.

Nyonya Claudia duduk, kemudian menatap remeh pada pegawai yang ia anggap rendahan itu.

"Kalian keluar!" titahnya seperti ratu. Terkesan arrogant, dan sombong.

Buru-buru Lisa pun pergi bersama dengan rekannya yang lain. Mungkin karena kurang fokus, dan tergesa-gesa karena disuruh pergi secara tiba-tiba, akhirnya Lisa berjalan tidak hati-hati.

Bruuuukk ...

'Aduh!' pekik Lisa dalam hati.

"Ish!" desis pria yang celana dan sepatunya harus basah karena ember Lisa yang tumpah.

"ASTAGA! Anak ini ... Pecat saja dia!" ujar nyonya Claudia ketika menoleh malah ia dapati sang putra di tabrak oleh office girls yang tadi ia usir.

"Maaf, Maaf ... Pak!" Lisa tidak berani mengangkat wajah. Matanya fokus pada sepatu kulit pria yang sudah basah dan kotor karena ulahnya yang tidak hati-hati.

"Dasar ceroboh! Kenapa kamu pekerjaan karyawan yang bodohhh ini!" sela nyonya Claudia dengan kejam.

"Udah, Ma. Gak apa-apa," ucap Anggara kemudian.

Barulah Lisa menatap pria di depannya, ia mendongak, kemudian menundukkan wajah lagi.

"Maaf, Pak."

"Sudah, kamu tinggalkan ruangan ini!"

Buru-buru Lisa pergi, sebelum ia benar-benar dipecat. Masalahnya, gaji di Montana Group cukup lumayan. Ia tidak mau dipecat karena kesalahan pagi ini.

KLEK

Anggara menutup pintu, kemudian melepaskan sepatunya.

"Kenapa dibiarkan? Kamu sebagai calon pemilik perusahaan ini, harusnya tegas! Jangan lembek!" cetus nyonya Claudia.

"Mama ini kenapa? Datang-datang malah marah-marah."

Nyonya Claudia melempar tasnya di atas meja dengan kasar, padahal tas mahal. Terbuat dari kulit buaya gurun yang sangat langka. Harganya bahkan bisa setara dengan sebuah rumah gedongan di kota besar.

Anggara hanya menggeleng kepala, sang mama memang sedikit temperamen akhir-akhir ini.

"Kapan kamu ke Bali?"

"Lusa," jawab Anggara sambil melepaskan jasnya. Kini ia hanya menegangkan setelan kemeja yang dipadu dengan dasi tanpa motiv.

"Berapa lama? Mama gak bisa ijinkan kamu lama-lama bulan madunya. Kamu tahu sendiri, perusahaan ini sudah membuat Mama pusing!"

"Paling seminggu."

"Baguslah."

"Memang kenapa, Ma?"

"Gak apa-apa."

Anggara kembali fokus, kini ia memeriksa beberapa berkas sebelum ia tinggal selama seminggu.

"Mama gak pulang?"

"Kamu ngusir Mama?" Nyonya Claudia tanya balik dengan nada galak.

Anggara langsung bangun, memeluk sang mama yang masing ngomel-ngomel tersebut.

"Belum Anggara buatin cucu, keriput Mama sudah banyak. Lebih baik Mama ke salon."

"Ish!" Nyona Claudia mendesis kesal. Kemudian melepaskan pelukan Anggara.

"Ya sudah, Mama sebenarnya ada acara di gedung dekat sini. Mama pergi dulu."

"Hemm ... hati-hati."

Setelah nyonya Claudia pergi, Anggara kemudian melakukan vcall dengan istrinya.

Tut Tut Tut

"Lama banget diangkat?" gerutu Anggara.

Setelah itu muncul wajah Adinda yang sedang mengenakan bathrobe.

"Lagi apa?" sapa Anggara.

"Mau mandi. Baru bangun, tadi kok nggak dibangunin?" protes Adinda.

"Kamu tadi nyenyak banget. Aku nggak tega."

"Hemm, ya sudah. Aku mandi dulu ya Mas. Telponnya nanti dulu."

"Eh! Gak usah dimatikan."

Adinda langsung melotot. Dilihatnya Anggara malah terkekeh. Ingin mengerjai sang suami, Adinda benar-benar tidak mematikan ponselnya, ia letakkan di atas rak, kemudian melepaskan tali bathrobe.

"Sialll!" Anggara mengumpat dalam hati.

BERSAMBUNG

IG Sept_September2020

Fb Sept September

Terpopuler

Comments

Dewi Zahra

Dewi Zahra

lanjut lagi

2023-05-26

1

Vera

Vera

kadal gurun mungkin kak 🤭🤭🤭

2023-04-10

0

Khasanah Mar Atun

Khasanah Mar Atun

astaga,emng ada ya buaya gurun?megap2 dong g ketemu air

2023-01-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!