Kehamilan

Hot Duda Bagian 7

Oleh Sept

Anggara merasa sangat bahagia, setidaknya ada setitik harap bahwa Adinda istrinya sudah memperlihatkan kemajuan. Ya, meskipun hanya menitihkan air mata. Ia kini sedang mondar-mandir di depan ruangan, menunggu dokter yang sedang memeriksa istrinya.

KLEK

Pria itu langsung bergegas menghampiri dokter yang baru saja melepaskan masker dari wajahnya. Anggara tidak mau menunggu, ia langsung saja bertanya bagaimana istrinya pada sang dokter.

"Bagaimana istri saya, Dok?"

"Selalu ada harapan, dan ini salah satu kemajuan yang bagus. Karena berhari-hari istri bapak sama sekali tidak mengalami perkembangan."

"Lalu kapan istri saya akan bangun?" Anggra kelihatan tidak sabar menunggu istrinya bangun.

"Sabar, Pak. Ini baru kemajuan awal. Kami belum bisa memutuskan kapan istri Bapak akan segera bangun."

Anggara langsung lesu, ia pikir setelah istrinya menangis, maka istrinya itu akan terbangun. Tapi apa yang ia inginkan ternyata tidak sesuai relaita. Sampai berhari-hari kemudian, respon Adinda masih sama. Hanya menangis bila diajak bicara. Terutama ketika Anggara mulai memancing dengan kemarahan yang pura-pura.

***

Beberapa minggu kemudian, pihak rumah sakit dibuat geger karena Adinda yang tengah koma itu ternyata sedang menggandung. Begitu juga Anggara, dia tidak tahu istrinya tengah hamil.

"Apa?"

Anggara yang selama ini tenaganya, jiwa, dan pikirannya terkuras habis karena fokus pada Adinda yang sakit, dibuat shock. Pria itu terkejut saat dokter mendiagnosa istrinya hamil muda. Seperti petir di tengah badai, Anggara dibuat terkejut.

Mereka menikah seminggu lebih, kemudian terjadilah tragedy kecelakaan tragis hingga koma saat keduanya tengah bulan madu. Sekarang, Adinda malah dinyatakan hamil. Bagaimana Anggara tidak shock? Hidupnya diombang-ambing tak pasti seperti puing-puing di tengah lautan yang terkena ombak.

"Bagaimana dengan istri saya, Dok? Dia sedang koma? Bagaimana dia hamil?"

Anggara mengusap wajahnya dengan kasar, dia tidak meragukan anak yang dikandung Adinda. Dia hanya khawatir dengan keselamatan istrinya. Kondisi sedang koma, lalu ditambah hamil? Bukankah ini sangat bahaya? Anatar hidup dan mati.

"Sejauh ini, semua masih baik-baik saja. Janin itu masih bertahan," ucap dokter sambil menatap iba pada Anggara yang sangat frustasi.

Anggara tidak bisa berkata-kata, kehamilan adalah hal bahagia. Ia pasti senang, karena salah satu tujuan ia menikah adalah mendapatkan generasi penerus seperti apa yang selalu di utarakan oleh Claudia, sang mama. Pria itu digadang-gadang akan melanjutkan kerajaan bisnis milik keluarga. Menjadi anak tunggal, membuat Anggara satu-satunya pewaris Montana Group.

Sekarang, istrinya dinyatakan hamil. Itu pasti kabar baik. Tapi kenyataan yang terjadi, malah sebaliknya. Kabar bahagia itu menjadi duka yang mendalam bagi Anggara. Ia harus menelan pil pahit berkali-kali.

Sampai keluarga besar memutuskan Adinda dipindahkan di sebuah rumah sakit. Sebuah rumah sakit dengan fasilitas terbaik.

***

Suatu hari di sebuah taman rumah sakit di Jakarta. Anggara duduk bersama nyonya Claudia, keduanya terlihat bicara dengan wajah-wajah serius.

"Mama tahu, kamu masih terpuruk," ucap wanita paruh baya tersebut. Mungkin usianya tidak muda, tapi gayanya masih fashionable dan elegant. Nyona Claudia adalah pemegang saham tertinggi di Montana Group. Karena yang kaya adalah nyonya Claudia, bukan ayah Anggara.

Sekilas nyonya Claudia terlihat angkuh dan sombong, tapi sebenarnya dia baik. Ibu yang menginginkan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Seperti sekarang ini, ia ingin Anggara fokus ke hal lain. Tidak terpuruk karena sakitnya sang istri. Apalagi, sang menantu yang tengah koma kini hamil. Sebenarnya, ada rasa khawatir, takut nanti cucunya malah kekurangan, atau tidak normal saat lahir. Ya, pikiran-pikiran buruk berkecamuk di dalam kepala wanita berambut coklat ke emasan tersebut.

"Perusahaan sedang mengalami krisis kepimimpinan. Mama harap, kamu juga fokus pada Montana Group. Ada ribuan karyawan bahkan lebih, nasibnya bergantung pada kita. Mama tahu, Mama juga paham. Kamu sedang mengalami masa-masa sulit. Tapi ... ini sudah berbulan-bulan, Mama rasa tidak ada harapan juga."

"Maaa!"

Anggara terlihat tidak suka dengan apa yang diucapkan oleh sang mama. Ia pun memilih bediri sambil berkacak pinggang.

"Dinda pasti bangun!" ucap Anggara dengan yakin.

"Kapan? Kapan dia bangun? Mama hanya ingin realistis. Mama mau kamu melanjutkan hidup!"

Merasa sudah tidak sejalan, arah pembicaraan yang tidak ada ujungnya, Anggara memutuskan obrolan yang hanya membuatnya naik darah. Sang mama selalu pesimis dengan kesehatan Adinda. Sedangkan Anggara, meskipun sangat tipis, ia sangat yakin, bahwa Dindanya pasti akan bangun.

"Angga! Angga!" teriak nyonya Claudia yang melihat putranya berjalan menjauh meninggalkan dirinya. "Angga! Dengerin Mama!" Nyonya Claudia menghela napas panjang. Ia sudah putus asa, Anggara sama sekali tidak mau mendengar ucapannya.

***

Beberapa bulan kemudian.

Ruang rawat VIP

Anggara kini duduk sambil menatap wajah layu Adinda dalam-dalam. Wajah yang dulu selalu tersenyum padanya. Dinda seperti pelita, membuat hidup Anggara yang gelap menjadi terang. Sayang, itu hanya sementara. Baru menengak madu sebentar, Anggra harus menelan empedu setelahnya. Tragis, miris tapi harus ia terima. Sebuah takdir hidup yang harus ia jalani meskipun terasa sangat maha berat.

Tit tit tit ... Tittt ...

Terdengar suara makin lama makin nyaring dari alat monitoring jantung. Pria itu panik, langsung menekan bel yang ada di atas ranjang pasien.

"Dinda ... Sayang! Dinda!"

Anggara terlihat resah saat bunyi dalam ruangan semakin cepat. Ia pun berlari keluar, bertepatan dengan tim medis yang langsung masuk ke dalam ruangan.

"Bapak tunggu di luar!" ucap salah satu perawat.

Anggara mulai ketar-ketir, semua orang terlihat sangat panik. Apalagi ketika Adinda dipindah ke ruang operasi.

"Apa yang terjadi?" Anggara bingung campur cemas saat tim dokter meminta bicara hal penting tetang kondisi Adinda yang tiba-tiba turun dramatis.

"Bapak, keselamatan istri Bapak dalam masalah besar. Kami harus mengeluarkan janin dalam rahim bu Adinda." Dokter juga terlihat ikut khawatir dengan kondisi pasiennya.

"Apa yang dokter katakan? Janin baru berusia 6 bulan!" sentak Anggara marah.

"Hanya ini untuk menyelamatkan keduanya, jika tidak, Bapak mungkin akan mengalami masalah lebih sulit. Sebab kehamilan ini sangat beresiko."

Anggara menjerit dalam hati, ia merasa amat frustasi. "Jika bayi itu dipaksa keluar sekarang! Mungkin dia tidak akan bertahan!" ujar Anggara kemudian. Ia duduk, tertunduk dan nengacak rambutnya.

Semua Tim dokter yang ada, saling menatap.

"Masih ada harapan."

"Lalu bagaimana jika keduanya tidak selamat?" gumam Anggara lirih dan terdengar pesimis.

Semua dokter diam, sebab masalah hidup dan mati, mereka sungguh tidak punya kuasa. Mereka hanya sebagai perantara dan tidak bisa memutuskan hidup dan matinya seseorang.

"Pak! Waktu kita tidak banyak!" sela dokter yang lain. Dokter itu berbisik pada rekan dokternya.

Anggara benar-benar harus mengambil keputusan. Ia pun menghela napas dalam-dalam, kemudian menangkup wajahnya pasrah. "Baiklah ... Lakukan!"

BERSAMBUNG

Follow IG author yukkk

IG Sept_September2020

Fb Sept September

Ada 20 judul cerita, kalian tinggal pilih mau yang mana. Btw, terima kasih ya ... makasih sudah mau halu bareng. Hehehe

Terpopuler

Comments

komalia komalia

komalia komalia

kasihan angga

2024-02-13

0

senja indah

senja indah

aku bingung...ini mksd y gmna..nikah baru seminggu,terus kecelakaan ,koma eh hamil..itu ank angga bukan kak otor

2024-01-05

0

Dewi Zahra

Dewi Zahra

lanjut

2023-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!