Setelah menambah satu anggota baru yakni Raffif, pada keesokan harinya mereka pun mengadakan sebuah pertemuan dadakan yang mana pimpin oleh rekan Nana kemarin, " kita akan langsung pada topik pembahasan" ujar rekan Nana yang rupanya memiliki nama panggilan yakni Leon.
Sekitar dua puluh orang hadir di pertemuan tersebut tak terkecuali dengan anggota baru yakni Raffif, "Ini sedikit canggung" gumam Rafif tatkala dirinya duduk bersebelahan dengan seorang anak remaja yang tengah memainkan sebuah pisau di tangannya.
Tidak hanya rekan di sampingnya bahkan semua orang yang hadir di pertemuan tersebut memiliki pisaunya masing-masing, saat ia di tawari akan menggunakan apa untuk membela diri ia memilih untuk tidak mengambil apapun dari mereka karena ia menganggap itu sangat berbahaya.
Melihat Rafif sedikit gelisah di dekatnya ia pun menghela nafas, "Jangan takut, kita ini rekan aku juga tidak akan melakukan hal semacam itu padamu" gumamnya tiba-tiba yang mana membuat Rafif sedikit kaget, "M-maaf" pekik Rafif menunduk.
Tak seperti yang di katakan orang-orang, semua rekan-rekan barunya itu terkesan begitu hangat, tak ada yang namanya kekerasan selama ia ada di sini.
Sebelum masuk ke dalam pokok pembahasan, seseorang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan dengan sebuah kotak besi berukuran sekitar dua puluh kali lima belas centimeter di tangannya.
Seorang gadis kecil berpakaian serba coklat mulai meletakan bawaannya itu di atas meja, "Kita bisa mulai" katanya lalu duduk tak jauh dari Leon rekannya tersebut.
"Seseorang mengirimkan sebuah surat, nama pengirim serta alamatnya tidak di ketahui, tapi setelah aku membacanya, sekilas ada sesuatu yang terlintas" ujarnya mulai menunjukkan selembar kertas bertuliskan beberapa poin penting.
"Apa itu dari mata-mata kita?" tanya Nana memotong pembicaraan, "Mungkin begitu tapi-" Menggantungkan perkataannya.
"Di sini tertulis kalau jalan keluar di area tiga memiliki peluang, kita mungkin bisa saja mengambil alih serta menjadikannya milik kita, bukankah itu bagus?" memberikan usulan.
Sebuah rencana pemberontakan sekaligus upaya untuk menguasai jalan keluar rupanya menjadi salah satu poin penting kali ini, mayoritas semua rekan-rekan nya setuju akan pendapat tersebut, namun "Apa itu tidak terlalu terburu-buru?" tanya Nana.
Meski tidak secara langsung tapi ada saja yang tidak setuju dengan usulan Leon,
"Tentu saja tidak, dengan persiapan kita yang sudah matang selama ini di tambah lagi dengan stok senjata yang di persiapkan oleh mereka , tentu saja ini tidak akan terburu-buru malah terkesan sangat sempurna bukan?" mulai terbawa suasana.
Jika kalian mengira kelompok yang berada di satu tempat ini saling memahami maka kalian salah besar, meski ada sebuah cara yang instan demi bisa membebaskan kesengsaraan di wilayah ini namun ada saja yang kurang setuju atau bahkan sangat tidak setuju akan hal tersebut, dan orang tersebut adalah Nana, "Sepertinya tidak bisa" gumam Nana menghela nafas, "Kita baru saja terbentuk tidak kurang dari dua minggu, dan mengenai penguasaan jalur keluar Sepertinya itu terlalu beresiko, dan lagipula kita semua sudah tahu betul kan mengenai selisih kekuatan kita yang bahkan tidak sebanding dengan satu anak buah mereka?" Ujar Nana menjelaskan situasi yang sebenarnya.
Suasana yang semula biasa saja kini menjadi agak suram, aura ketidak puasan serta kekecewaan sedikit terasa di sini, "Ini canggung" batin Rafif yang kaku saat rekan di sampingnya tadi mulai menggertakkan giginya pertanda tidak suka.
"Tapi kenapa-" tanya Leon yang kurang setuju dengan penjelasan Nana tadi, mau di katakan bagaimana pun di mata rekan-rekannya Nana alias gadis kecil itu hanyalah seorang gadis biasa yang kebetulan memiliki posisi tinggi di dalam kelompok ini, namun "Kalau kita melakukannya mungkin kalian akan mati" gumam Nana mengalihkan pandangannya ke arah lain dari Leon.
Lagi-lagi kata 'mati' menjadi sebuah kata terlarang yang seharusnya tidak di ucapkan, meski demikian harus di akui kalau Nana yang baru saja menginjak usia enam tahun , entah kenapa di saat seperti ini ia malah terkesan seperti menjadi sosok yang paling dewasa, "Hem" entah apa yang sudah ia lalui hingga ia bisa mengatakan hal semacam itu, tapi yang jelas itu sepertinya sulit.
"Kita punya sebuah janji untuk kita tepati bersama-sama yakni hidup untuk kebebasan tanpa adanya korban jiwa, tapi kalau kalian bertindak ceroboh maka janji itu tidak akan pernah terwujud, aku sangat membencinya jadi jangan pernah lagi mengatakan hal tersebut" sambung Nana mengintimidasi.
Beberapa rekannya hanya mengangguk pelan sembari menatap lantai, "Baiklah" gumam Leon dengan raut wajah kesal miliknya.
Terlepas dari pembahasan mengenai pengambil alihan jalur keluar dari tangan para penguasa, Leon yang tidak mendapatkan dukungan penuh atas apa yang di sampaikan nya tadi pun langsung undur diri dan di ambil alih oleh Nana, "Kita mulai" mengambil alih.
Aura kepemimpinan mulai terpancar dari nya, wajah yang serius di tambah dengan senyum menyeringai saat meletakan bawaannya tadi di atas meja ia pun mulai membuka suara, "Ku akui kalau ide tadi cukup menguntungkan bagi kita namun, ada satu hal yang ingin aku sampaikan sebelum kita memulainya" melirihkan suaranya sembari melirik ke arah Leon yang kini tengah menatapnya.
"Aku percaya kalau kita akan berhasil jika kita semua bekerja sama, namun kalian harus ingat satu hal, musuh kita adalah monster mereka sama sekali tidak pandang bulu , mau lawannya anak kecil orang dewasa, laki-laki, perempuan, semuanya tidak ada bedanya di mata mereka, jadi kalau kalian ingin berhadapan langsung dengan mereka kalian harus benar-benar bisa mengalahkan mereka, karena jika kalian hanya berbekal niat dan ambisi saja tidaklah cukup, saat kalian berhadapan dengan mereka dan kalian tidak bisa apa-apa maka sudah bisa di pastikan sebuah peluru akan bersarang di jantung kalian" ujar Nana menunjuk jantungnya sendiri sembari tersenyum menyeringai yang tanpa sadar membuat seisi ruangan menjadi pucat.
Semua raut wajah yang terpancar dari rekan-rekannya sudah bisa menggambarkan tentang sosok Nana yang saat ini tengah berdiri di depannya sana "Ah, aku tahu kenapa dia pantas menjadi pemimpin, ternyata kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah perintah yah, " tak bisa berkata-kata.
Di sini sosok seorang pemimpin tidak harus di isi oleh orang-orang yang kuat, melainkan orang-orang yang cerdas, dan mengenai usia itu bukanlah alasan untuk tidak bisa memimpin sesuatu.
"Aku yakin kalau suatu saat ia akan menjadi pemimpin yang hebat" gumam Rafif dalam hati mulai tersenyum tipis tatkala dirinya tanpa sengaja bertatapan dengan sosok pemimpin di depannya itu, "Mari kita mulai" ujar Nana semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
rista angel
akan kah ia mampu?
2022-12-30
0
🇮🇩 ♏ Q 🎱 🇵🇸
Baca ulang donk. Ya Allah si Keyla kebo bener tdrnyaaaa...
2021-04-25
0
M⃠💃Salwaagina khoirunnisa❀⃟⃟✵
sarah mmpir tor
msh nyimak
2021-01-08
3