Sebelum kami pulang kami menyempatkan diri pergi kekantor untuk mengecek beberapa berkas, dan menyerahkan beberapa berkas kepada orang kepercayaan kami.
Banyak berkas yang menumpuk membuat aku sesegera mungkin menyelesaikannya, sebab aku kemarin berangkat siang dan Karina telah ijin tidak masuk kantor karena tahu sendiri Karina tidak dapat berjalan dengan baik, aku yang masuk agak siang sebab aku juga habis sholat subuh, main sebentar dengan Karin habis itu aku ketiduran hingga jam delapan.
Jadi aku telat datang ke kantor,dan untuk Pak Hamdan yang tahu keadaan aku dia menutupi tentang keterlambatan ku datang ke kantor.
Karena besuk aku ijin, Pak Hamdan sudah memberikan aku jadwal untuk mengecek proyek yang ada di Bogor di mana proyek itu dekat dengan kampungku, sehingga aku bisa leluasa untuk balik ke rumah sembari kerja juga.
Itu semua atas saran Bapak Adi, agar aku tidak di kira seenaknya sendiri, pernikahan kami memang tidak ada yang tahu selain pak Hamdan saja, dan sejumlah bodyguard Ayah mertua.
" Mila semua berkas sudah aku kerjakan semua tolong kamu kasihkan ke Pak Hamdan ya, usai makan siang aku harus ke luar kota untuk dinas, untuk sementara kerjaan kamu yang handel ya?" ujarku pada Mila menjelaskan.
" Baik Pak, akan saya selesaikan, untuk tugas ke luar kota berapa hari ya pak?" jawab Mila.
" Mungkin sampai lima hari dan satu lagi, bila ada apa-apa kamu langsung ke Pak Hamdan saja ya Mila jangan ke selain beliau, sebab kita harus mengantisipasi bila terjadi masalah seperti dulu" ucapku, memberitahu.
Selesai tugas kantor aku segera berkemas dan pulang dulu ke apartemen yang aku sewa untuk mengambil beberapa pakaianku, tapi ketika sampai di sana aku di kagetkan adanya Zaenab yang sudah menunggu aku di depan pintu.
" Zaenab, kamu ke sini lagi?" tanyaku dengan penuh selidik.
" I- ia Mas, maaf aku ada perlu sama Mas Pram, penting Mas" ujarnya dengan raut muka yang terlihat murung.
Jujur aku ragu untuk mempersilahkan dia masuk ke dalam apartemen, sebab di dalam tak ada siap-siap, hanya kami berdua saja.
Duh aku harus gimana ini, tiba-tiba aku punya ide mengajak Zaenab ke bawah untuk membeli makanan yang ada di sekitar Apartemen kebetulan ada warung makan, aku mengajak Zaenab ke sana dengan alasan aku lapar dan tak ada makanan di apartemen.
Sembari kami berjalan menuju bawah aku mengirim pesan sama Karin untuk menyusul aku ke apartemen, soalnya perasaan aku tidak enak, entah kenapa.
Untung Karina cepat merespon, jadi sekitar sepuluh menitan dia sudah sampai di warung yang kami singgahi.
" Maaf ya aku baru datang, eh... ada Zaenab kapan datangnya? sapa Karina yang pura-pura dia tak tahu kedatangan Zaenab.
" Baru saja Karin, aku ini baru selesai makan sama Mas Pram" ucapnya sambil senyum.
" Ia sayang kami baru selesai makan nih, gimana dengan kamu mau di bungkus atau makan di sini?" tanyaku penuh perhatian.
" Kayaknya bungkus saja deh Mas, aku mau makan di Apartemen saja." ujarnya dengan manja.
" Oke sebentar ya Mas tinggal ke kasir dulu untuk membayar," pamitku dan aku mengangkat tubuhku untuk berdiri dan berlalu meninggalkan mereka berdua.
Setelah selesai membayar aku ajak mereka berdua segera meninggalkan tempat ini untuk ke apartemenku.
Sampai di apartemen aku mempersilahkan Zaenab masuk, sebab bagiku sekarang dia adalah tamu kami, dan Zaenab ga tahu bila aku dan Karin sudah sah sebagai suami istri.
" Mas, Karin makan dulu ya, habis itu Karin bantuin berkemas-kemas " pamit Karin untuk makan di meja makan.
" Berkemas-kemas? " sela Zaenab.
" Memegang mau ke mana Mas Pram dan Karin?" ucapnya dengan penuh tanya.
" Kami ada urusan kerjaan kok, Nab" sahut Karina dari arah tempat makan.
" Oh gitu, sepertinya aku tidak tepat waktu ya datang ke sininya, sebenarnya aku mau kita bicara sebentar sama Mas,bisa?" tanyanya padaku.
" O... tentu silahkan Nab aku akan mendengarkan? ujarku memepersilahkan Zaenab untuk duduk di ruang tamu.
" Ada apa, hingga kamu datang ke sini, sepertinya penting sekali nab?" tanyaku setelah aku dan Zaenab duduk di sofa berhadap-hadapan di ruang tamu.
" Mas, Ibu sakit lagi, kemaren dia masuk rumah sakit lagi Mas, aku dan Bapak tak ada pegangan untuk membayar rawat inap dia Mas," tutur Zaenab dengan kepala yang menunduk tak berani menatap mataku.
" Huft" aku menghembuskan nafasku dengan kasar.
" Maaf Nab aku ga bisa bantu, sekarang aku ga bisa menanggung kalian lagi, aku sudah-" tiba-tiba Karina dari arah dalam
" Kanapa kamu ga cari kerja sih Nab, sambil kuliah gitu, biar ga membebani orang lain" seru Karina dari arah belakang dia berjalan menghampiri kami.
" Maaf Karin ini bukan urusan kamu, kamu jangan ikut campur ya dalam masalah aku ini!" sembur Zaenab pada Karin tak terima dengan muka merah padam.
" Lho... kok marah, kamu bukan siapa-siapanya Mas Pram, kenapa kamu harus menekan Mas Pram untuk membiayai Ibu kamu" Seru Karin tak terima di katakan seperti itu. Aku yang mendengar mereka bersitegang akhirnya aku melerainya.
" Karin sudah sayang," ujarku menenangkannya. Aku ga mau jadi ribut masalah ini.
" Ih kenapa Mas ga suka aku menegur dia agar tak keterlaluan, bukakan mereka sudah membuang Mas, kenapa Mas masih saja menerimanya?" protesnya ga suka akan sikapku.
" Bukan begitu sayang, kamu jangan salah sangka, Mas cuma ga suka aja kalian ribu, ga baik sayang," tuturku lembut sembari ku raih jemarinya dan menariknya untuk duduk di sebelahku.
Zaenab yang melihat kemesraan kami dia membuang muka tak suka.
" Nab, bukankah Ibu kamu punya perhiasan banyak, kenapa ga kamu jual saja perhiasan Ibu kamu itu buat biaya perawatannya?" balasku seraya memberi saran.
" Itu buat tabungan Mas ga mungkin ibu ijinkan kami untuk menjual perhiasan itu." tutur Zaenab
" Ya, harus gimana lagi Nab, bukakan kalian lagi membutuhkannya, terus kamu ga bisa terus menerus meminta padaku Nab, sebab aku juga butuh uang untuk membayar rumah, itu saja masih kurang Nab" ujarku menjelaskan.
" Kalau di pakai buat bayar perawatan ibu dulu gimana Mas? mas bisa cari lagikan?" jawabnya tanpa merasa berdosa.
" Hah... kamu itu kenapa ga ngerti juga? apa kamu benar-benar b*g* sih, enak ajang ngatur-ngatur, kamu jangan asal ya, Mas Pram juga punya tanggung jawab pada keluarganya sendiri bukan hanya ngurusi keluarga kamu saja, saudara bukan, istri apa lagi, ngatur-ngatur suami aku, aku ga terima kamu seenaknya meminta uang sama suamiku, harusnya kamu bersyukur suamiku masih memberikan biaya kuliah dan biaya hidup untuk keluarga kamu, tahu diri ya!!! seru Karin panjang lebar tak terima dengan jawaban Zaenab.
" Hah istri, k-kamu istri Mas Pram?? kapan kalian nikah?" seru Zaenab tak percaya.
" Kamu ga perlu tahu itu bukan urusan kamu, bukankah kamu yang memutuskan hubungan dengan Mas Pram, jadi kamu ga punya hak atas Mas Pram!" seru Karin emosi.
" Sudah sayang" tegurku dengan lembut.
Ku usap punggung dia dengan perlahan -lahan untuk menenangkan dirinya.
" Aku ga terima Mas, bila wanita ini nikah sama Mas Pram" seru Zaenab.
" Hah, punya hak apa kamu, hingga kamu ga terima bila aku jadi istrinya Mas Pram, huh kemana-mana ya cantikan aku dong? ucap Karin sengit.
" Sudah sayang," bujukku pada Karin yang sudah memuncak emosinya.
" Mas, masih suka sama dia!" ujar Karin tak terima. Aku jadi serba salah di buatnya.
" Bukan begitu Yank, kita bisa bicarakan dalam kepala dingin masalah ini, oke?" seruku menenangkan lagi.
" Huh palingan juga kamu ngincar Mas Pram karena harta dan kedudukannya saja," seru Zaenab dengan ketus.
" Heh ... kalau b*g* jangan di pelihara! kamu kelamaan Ng*ngk*ngin laki orang sih, jadi gitu deh, dasar sumbu pendek!!" seru Karina dengan melupakan emosinya, aku jadi tertekun sendiri maksud pembicaraan Karina tadi 'kelamaan Ng*ngk*ngin laki orang', ada apa dengan Zaenab? kenapa Karina sepertinya tahu banyak tentang Zaenab.
" Hai,... kamu hati-hati ya kalau ngomong jangan asal bicara." seru Zaenab yang nampak mukanya merah padam tak terima.
" Takut ketahuan keluarga Mas Pram ya, " jawabnya dengan senyum masam.
" Ada apa sebenarnya Karin, kok malah Mas jadi bingung sih?" tanyaku pada Karin tak mengerti.
" Sudahlah Mas intinya Mas bersyukur saja bisa terbebas dari wanita ini," pungkasnya yang tak mau memperpanjang lebar masalah ini.
" Dek apa ada yang aku lewatkan?" tanyaku pada Karin lagi, meminta penjelasan.
" Sudah Mas, nanti Mas akan tahu sendiri" Ujarnya menenangkan aku.
Sementara Zaenab yang di serang Karin tadi nampak, gelagepan tak berkutik lagi dia seketika diam begitu saja.
" Oke Mas kita kemas-kemas dulu saja, biar Zaenab bareng sama kita ya Mas? sekalian jenguk ibunya di rumah sakit" seru istriku itu memberi saran.
" Iya sayang, " jawabku patuh, kita jenguk ibunya Zaenab sekalian.
Sementara Zaenab yang di serang Karina seperti itu, tak berkutik dia diam di tempat saja, tanpa berani menyerang balik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments