" Maaf Pak sepuluh menit lagi meeting dengan perusahaan Wijaya group di mulai " ujarnya yang sudah berdiri di tengah pintu, dan dia mengangguk hormat pada Karina yang duduk di sebrang meja kerjaku.
" Baik, tolong siapkan semuanya ya Mil?"Jawabku kemudian.
" Baik Pak akan saya siapkan, saya permisi dulu,"jawabnya.
" Mari Bu Karin" sapanya sebelum pergi dari ruanganku.
Karina hanya menganggukan kepalanya saja ke arah Mila dengan tatapan tak seperti biasanya.
" Kamu masih cemburu sama dia ya?" tanyaku ketika Mila sudah menghilang di balik pintu ruanganku.
" Ya sedikit " jawabnya singkat tanpa menatap mataku, lalu dia berdiri dan pamitan balik ke ruangan dia.
" Mas aku balik dulu ke ruangan aku ya? nanti aku maunya pulang bareng pokoknya dan satu lagi aku mau ruangan Mas di pasang cctv biar aku tak mati berdiri gara-gara cemburu sama sekretaris kamu itu" ujarnya jujur dengan muka yang masam.
Aku hanya tersenyum geli mendengar pernyataannya itu.
" Ya, sudah terserah kamu aja Karin, Mas mah nurut aja kok, lagian ga ada yang Mas sembunyikan dari kamu," jawabku jujur.
" Oke aku balik ke ruanganku dulu" ujarnya dan akupun berdiri untuk mengantar dia sampai depan pintu, dan sebelum pintu itu ku buka untuk dia, l*matan kecil kembali menyerang aku.
" Mas jangan nakal ya" ujarnya, aku hanya mengangguk saja dan tersenyum manis padanya.
Kembali aku menyelesaikan pekerjaan aku dan menyiapkan berkas untuk bahan rapat, jujur semenjak aku jadian sama Karin kerjaan ku sering tertunda karena dia, hampir tiap hari dia menghabiskan waktu kami berdua saja setelah jam istirahat, pasti dia nyelonong masuk dan bermanja-manja dengan aku.
Ada saja yang kami bahas, keluh kesah hingga sampai pada ciuman dan bercumbu di kantor sudah kami lakukan, sebenarnya aku juga ga enak pada yang lain tetapi, Karin selalu saja tak nurut apa kataku, dia terlalu mendominasi pada hubungan ini, apa lagi dasarnya dia anak manja susah untuk merubah dia dan menasehatinya, tetapi aku maklum saja, sabab latar belakang kami berbeda memang berbeda dan sedari kecil aku memang sudah mandiri, dan hidup sederhana.
Hari sudah larut malam, rasanya badanku remuk sekali, cuti yang seharusnya aku gunakan untuk istirahat kemaren malah terbuang sia-sia karena banyak masalah yang mendera menghampiri aku, semua begitu datang dengan tiba-tiba, bukan hanya badan tetapi lebih berat kepikiran.
Jujur aku masih kecewa berat pada keluarga Zaenab, tetapi apa mau di kata aku tak bisa memaksakan kehendak pada orang lain.
tok-tok-tok
Ketukan pintu membuyarkan lamunanku.
" Masuk!" seruku dari dalam
" Maaf pak saya pulang duluan ya?" ujar Mila di depan pintu mohon pamit padaku karena lembur kami telah usai.
" Iya Mil, silahkan dan hati-hati di jalan" ucapku dengan di iringi senyuman.
" Makasih Mas, " ucapnya yang seketika merubah panggilan padaku, dan dia berlalu dari ruanganku dengan tersebut manis padaku.
Tak lama kemudian datanglah Karin yang tiba-tiba masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu, Kulihat wajahnya terlihat panik.
" Ada apa sayang?" tanyaku dengan ikut emas.
" Mas, ayo buruan kita ke rumah sakit, tadi asisten Ayahku menyuruh aku datang ke rumah sakit entah apa yang terjadi pada Ayah aku ga tahu, ayoo... Mas buruan!" serunya tak sabaran.
" I- ia bentar Dek, aku beresin ini dulu ya," ucapku sembari membereskan berkas dan laptop yang ada di mejaku.
" Cepet Mas," serunya tak sabaran.
Selesai memberesi berkas dan laptop, lalu aku dan Karina segera menuju parkiran mobil, dan aku meninggalkan motorku di kantor sebab aku yang menyetir mobilnya Karin untuk melihat kondisi ayahnya.
" Moga saja ga apa-apa sayang" ucapku yang ketika itu kami sudah ada di dalam mobil, dan aku mulai mengendarai mobil itu membelah jalan raya yang sudah gelap ini.
Sedari tadi Karina telpon seseorang yang kelihatan ga di angkat.
Kami yang masih di jalan dengan suasana macet karena bertepatan dengan weekend jadi kemacetan di mana-mana.
" Mas, jangan tinggalin aku ya?" serunya dengan air mata menetes di pipinya, aku menyerengit tiba-tiba ketika mendengar pernyataan dia itu.
" Sayang kenapa kamu ngomong kaya gitu? ujarku sembari menghapus air mata yang menetes di pipinya yang mulus itu.
" Pokonya jangan tinggalin aku, aku ga punya siapa-siapa selain Ayah dan kamu," ucapnya jujur.
Untung perjalanan kami terhenti karena lampu merah, hingga membuat aku bisa memperhatikan ke arahnya.
Ku tatap sendu wajah itu, ku dekatkan wajahku ke arahnya dan ku kecup b*bir dia yang ranum itu, dengan sedikit lu**tan untuk menenangkan dia, entah kenapa aku sudah terbiasa ******* bibirnya dan melahap habis.
" InshAllah enggak akan sayang" Ucapku setelah melepaskan l*matan itu.
Dia pasrah dengan apa yang aku lakukan padanya, Karina menikmatinya juga, sebab dia juga membalas tak kalah panasnya. senyum bahagia menghiasi wajahnya yang tampak sayu itu.
" Ayah kamu pasti sembuh sayang" ucapku untuk menyemangati dia.
" Iya Mas, pokoknya kita harus cepet nikah Mas, itulah yang di inginkan Ayah padaku," jawabnya lalu menunduk.
" Ia Dek, Mas juga sudah ga tahan sebenarnya" ucapku jujur.
Tetapi di sudut hatiku masih ragu akan keputusan ini nantinya, sebab aku belum siap untuk meminang dia, aku cukup tahu diri akan keadaanku, finansial aku belum cukup untuk menghidupi dia nanti, dia tak bisa aku bandingkan dengan Zaenab, gaya hidup Karina dan Zaenab memang berbeda, pastinya aku lebih banyak mengeluarkan uang extra bila mempersunting Karin.
tin...tin... suara klakson mobil di belakangku membuyarkan lamunanku.
Bergegas aku menginjak gas membelah jalanan kota ini.
Suasana lalu tiba-tiba sunyi setelah pernyataan dia tadi.
Setelah tiba di parkiran rumah sakit Karina segera turun dari mobil tanpa menunggu aku, dia berjalan cepat masuk ke rumah sakit itu dengan panik, aku yang mengekorinya tak kalah paniknya juga, sebab aku juga penasaran dengan kondisi Ayah dari Karina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments