Tak berselang lama, akhirnya mereka tiba di depan gedung rumah sakit yang tidak terlalu besar di pinggiran kota.
Abraham dan Aline tergesa-gesa menelusuri lorong demi lorong di rumah sakit itu. Dengan Abraham yang membopong putri bungsu nya yang sudah tertidur pulas dalam perjalanan.
Tanpa membuang banyak waktu, mereka langsung menuju ruangan yang sudah di sebutkan oleh anak buah nya.
Dari jarak pandang yang cukup jauh, Abraham melihat beberapa orang berpakaian hitam dan bertubuh kekar sedang berjaga di depan ruangan. Abraham tahu, mereka adalah orang-orang suruhan nya. Dapat di pastikan pasien di dalam ruangan itu adalah putri nya.
Abraham mempercepat langkah nya, satu tangan nya ia gunakan untuk menahan bokong putri nya yang sedang terlelap, dan satu tangan nya lagi dia gunakan untuk menuntun istri nya.
Saat posisi nya dan juga Aline mendekati arah pintu ruangan, orang-orang berpakaian hitam itu memberi celah untuk masuk lalu membungkuk memberi hormat pada mereka.
Tanpa satu patah kata pun, Abraham masuk ruangan begitu saja di dampingi oleh istri nya serta Elma yang sedang terlelap.
"Lea." Aline memanggil putri nya yang sedang terbaring lemah di atas brangkar. Tangan kanan nya terhubung oleh selang infus yang menggantung di sebelah kanan brangkar.
"Sayang, Kenapa kau seperti ini?" Aline tak bisa menahan tangis nya saat melihat putri nya lemah tak berdaya di sana.
"Sudah, jangan seperti itu. Sebaiknya kita tunggu dokter yang memeriksanya." Abraham mencoba menenangkan istri nya. Dia memang sudah menghubungi dokter yang merawat putri nya, tentu melalui anak buah nya.
Meski Abraham sudah berusaha menenangkan sang istri, Aline tetap saja tak bisa tenang. Tangan nya terus saja menggenggam kuat tangan putri nya sembari merapal kan doa.
Tak lama kemudian, sang dokter datang bersama satu perawat. "Bagaimana keadaan Putri kami, dokter?" Tanya Aline tak sabaran. Dia langsung beranjak dari tempat duduk dan menghampiri dokter itu.
Sedangkan Abraham sedang berusaha membaringkan tubuh Elma di atas sofa dengan hati-hati agar tak terbangun, lalu ikut menghampiri dokter.
"Bagaimana keadaan nya, dokter?" Abraham mengulangi perkataan istri nya saat dokter itu belum juga menjawab pertanyaan Aline tadi.
Terlihat dokter paruh baya itu mengembuskan napas panjang lalu menatap wajah Aline dan Abraham secara bergantian.
"Perkenalkan Tuan, Nyonya. Saya Namira, orang yang menemukan putri anda pings-"
"Saya tidak bertanya nama dan identitas, Anda! Saya bertanya, putri saya sakit apa?!" Tanya Abraham mendesak dengan nada tinggi. Sorot mata nya terlihat tajam menatap dokter itu. Abraham sangat tak sabaran ingin mengetahui keadaan putri nya.
"Baiklah, jika memang Anda tak ingin mengetahui saya. Tapi setidaknya, saya yang akan bertanya pada kalian." Sang dokter kembali menghentikan perkataan nya lalu menghela nafas berat. Membuat Aline dan Abraham semakin penasaran dengan keadaan putri nya.
"Sebelum nya mohon maaf bila pertanyaan saya lancang. Apakah putri kalian sudah menikah?" Tanya dokter itu menatap bergantian intens dua orang yang ada di hadapan nya secara bergantian dengan raut wajah serius.
"Omong kosong apalagi yang Anda tanyakan? Apakah seorang berseragam sekolah sudah menikah?" Tanya Abraham lagi. Dia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran dokter itu yang tiba-tiba menanyakan putri nya sudah menikah atau belum.
"Pi, jaga nada bicara mu. Elma sedang tidur." Tegur Aline mengingatkan suami nya agar tak terlalu emosi. Tangan nya mengelus lengan suami nya agar bisa tenang.
Abraham memejamkan mata sejenak untuk menetralisir rasa marah yang membuncah dalam hati.
"Begini Tuan, Nyonya. Sebelum nya sebenarnya saya tidak ingin berbasa-basi untuk mengatakan keadaan putri kalian. Tapi saya rasa ini akan menjadi berita buruk sekaligus gembira untuk kalian."
"Sebelum saya mengatakan nya, saya ingin berpesan pada kalian, tolong jangan lukai batin putri kalian setelah ini." Sang dokter kembali menghela nafas nya.
"Sudahlah, dokter. Jangan berbelit-belit tolong katakan saja, apa yang terjadi pada putri ku. Mana mungkin saya menyakiti putri kita yang sangat baik apalagi dia sedang sakit." Kata Abraham. Dia benar-benar tak sabar ingin mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi pada putri nya.
"Begiini, tuan, Nyonya. Putri Kalian ... "
"Hamil "
Duarrrr
Bagai ditimbun batu berton-ton berat nya.
Bukan Aline maupun Abraham yang terkejut dengan keadaan ini, tetapi seorang putri yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka setelah bangun dari tidur nya.
Seketika air mata itu luruh membasahi pipi, dada nya terasa sesak, seluruh persendian nya nyeri, tiap-tiap tulang nya seakan tak mampu lagi untuk menopang tubuh nya.
Darah nya berdesir hebat, hati nya bergemuruh tak karuan. Entah apa yang akan terjadi setelah ini pada nasib nya. Satu hal yang pasti, dia akan meminta pertanggung jawaban dari laki-laki yang sudah membuat nya hamil.
Tangan nya terulur menyentuh perut nya yang masih rata, seakan-akan tak ada apapun di dalam nya.
Dia menggeleng-gelengkan kepala beberapa kali, berusaha menepis bahwa ini hanya lah mimpi buruk. Tidak, ini memang nyata. Ya Tuhan, Apa yang harus ku lakukan? Jerit nya dalam hati.
"Ha-hamil?" Tanya Abraham mengulangi.Dia sungguh tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar nya.
Selama ini putri nya tumbuh menjadi anak yang baik. Tak terjerumus dalam kehidupan yang salah, bahkan selama ini dia tidak pernah mengetahui kalau putri nya ini berpacaran pada laki-laki mana pun.
"Benar, Tuan. Putri Anda sedang hamil. Dan usia kandungan nya baru memasuki 2 Minggu." Ujar dokter itu lagi.
"Ya, Tuhan. Bagaimana ini bisa terjadi?" Abraham merutuki dirinya sendiri dalam hati, karena telah lalai menjaga putri nya.
Seketika tubuh Aline limbung ke lantai, tulang-tulang nya tak mampu lagi menopang tubuh. Rasa nya terlalu lemah menghadapi kenyataan yang baru saja menimpa nya.
"Sayang ...!" Abraham langsung menangkap tubuh istri nya agar tak terjatuh ke lantai. Untung saja Abraham menangkap nya dengan tepat. Karena bila tidak, maka kepala Aline akan membentur besi di sebelah brangkar Lea.
"Tidak! Ini tidak mungkin! Aku tidak mungkin hamil." Racau Lea sembari memukul-mukul perut nya. Air mata nya benar-benar tak bisa dibendung, dia menangis sejadi jadinya.
Melihat hal itu, sang dokter mendekati Lea lalu menyuntikkan obat pada saluran infus. Tak lama setelah nya, dia kembali tenang dan tertidur.
Sedangkan Abraham dan Aline sama sekali tak ada yang mendekat ke arah nya. Mereka terlanjur kecewa dengan anak nya. Selama ini mereka hanya melihat putri nya tumbuh dengan sangat baik, menjadi gadis cerdas dengan segudang prestasi, yang dilakukan nya hanya belajar, belajar dan belajar.
Mereka tak pernah mengira, putri nya telah melakukan kesalahan besar yang membuat nya sangat fatal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Dewi Zahra
kasian Lea nya
2023-01-10
0
kim
aku tau bapak syok, tapi cobalah bersikap sopan sama dokter itu loh pak
2022-10-16
0
Yaya
semua udah terlanjur terjadi, jalani tanpa buat masalah lagi. tapi bukan berarti karena gak mau ada masalah lagi, jadi kamu bunuh diri Lea. sama aja kamu nambah beban keluarga mu
2022-10-16
0