Tiba-tiba tubuh Mayleen ambruk, hampir saja kepala Mayleen terbentuk meja, juma Juminten tidak menahannya.
"Nyonya! Nyonya!" Juminten mengguncang tubuh wanita itu dengan panik.
"Ma!" Dylan terkejut, ia segera mengangkat tubuh Mayleen, dan membawa wanita itu keluar
Juminten mengekor di belakang Dylan, langkah lebar Dylan membuat Juminten kewalahan mengikutinya. Gadis itu belum terbiasa memakai sepatu hak tinggi yang di berikan Mayleen, membuat dia kesulitan berjalan.
Dengan cepat kaki Dylan melangkah, ia tidak tidak perduli dengan Juminten yang mengikutinya dengan tertatih. Mereka akhirnya sampai di mobil milik berwarna merah. Ia berdecak kesal, ia bingung bagaimana cara mengambil kunci mobil di saku celananya.
"Hey ... cepat kemari!" teriak Dylan.
Juminten mempercepat langkah mendekat Dylan. Ia menunduk memegang lututnya yang terasa linu.
"Kau panggil siapa?" tanya Juminten dengan nafas tersengal, dia biasa berlari tapi tidak pake hak tinggi seperti ini.
"Kamu! siapa lagi memangnya," Bentak Dylan kasar.
"Aku punya nama, bukan hey," jawab Juminten ketus.
"Persetan dengan namanmu. Cepat ambil kunci mobil di saku celanaku!"
Juminten mengangkat wajahnya, ia melirik tajam pada Dylan. Laki-laki ini benar-benar sombong, tidak bisakah dia meminta tolong dengan sopan. Sikapnya itu sungguh sangat berbeda dengan mamanya, entah ngidam apa Mayleen bisa punya anak seperti ini.
"Heh, malah diem cepetan ambil. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Mama, kamu harus tanggung jawab!"
"Enak aja, kamu yang bikin Nyonya emosi sampai pingsan, kok aku yang salah. Mikir dong, jadi anak tuh yang lembut ngomong sama orang tua, jangan pake otot kayak gitu," cerocos Juminten, sambil memasukkan tangannya ke saku celana sebelah kiri Dylan.
"Cerewet, kuncinya di saku kanan!"
"Bilang kek dari tadi!" Juminten mengeluarkan tangan dari saku kiri, kemungkinan memasukannya ke saku kanan.
"Nih kuncinya," Juminten menyodorkan kunci yang berhasil dia dapatkan.
"Tekan tombol warna merah."
Juminten menekan tombol kecil yang di maksud Dylan. Ia kemudian membuka pintu belakang dengan lebar, agar Dylan bisa merebahkan tubuh Mayleen dengan baik.
"Kamu duduk di sini, sama Mama," titahnya. Juminten menurut, dia masuk dan meletakkan kepala Mayleen di atas pangkuannya.
Setelah menutup pintu mobil, Dylan sendiri segera masuk ke mobil. Dylan menoleh sejenak kebelakang, sambil memasang sabuk pengaman. Ia menatap wajah Mayleen dengan penuh rasa bersalah, Juminten benar, mamanya seperti ini karena dia. Tetapi jika saja Mayleen mau menerima hubungan antara dia dan Jessica semua ini tidak akan terjadi, sampai saat ini Dylan masih tidak mengerti kenapa Mayke tidak menyukai Jessica.
Dylan mulai menyalakan mesin mobil, dengan kecepatan sedang mobil itu mulai menjauhi restoran itu. Menuju sebuah rumah sakit, yang letaknya tak begitu jaug dari restoran.
"Kamu nggak punya minyak angin atau apa gitu?"
"Nggak! aku bukan tukang urut, mana ada benda seperti itu," jawab Dylan ketus.
"Ya elah, nggak usah ngegas kali Mas. Nanya doang, lagian benda seperti itu penting, buat keadaan darurat seperti ini. Coba kalau ada, aku kan bisa ngoles minyak kayu putih di kening sama hidung Nyonya Mayleen biar cepat sadar," cerocos Juminten.
"Diam! tutup mulut ember kamu!" Dylan merasakan kepalanya berdeyut mendengarkan ocehan Juminten.
Laki-laki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Juminten masih saja cerewet dan meminta Dylan agar memelankan laju kendaraannya. Dylan tak menggubris ocehan wanita itu, ia terus saja melajukan mobilnya. Tak butuh waktu lama, mereka pun sampai di rumah sakit.
Mayleen segera di tangani oleh dokter, sementara itu Dylan dan Juminten di minta untuk menunggu di luar ruangan.
"Ini semua gara-gara kamu!" Dylan tetap saja kekeh mengatakan itu pada Juminten.
"Ya, terserah kamu mau ngomong apa. Duduk dulu, apa kamu nggak capek dari tadi mondar-mandir nggak jelas," sahut Juminten kesal. Dylan memberikan tatapan tajam pada Juminten.
"Kenapa lihat aku seperti itu? aku hanya kasihan sama sepatu kamu, udah di injek di ajak mondar-mandir. Kalau punya mulut pasti ngeluh tuh sepatu," sindir Juminten.
"Kau!" Rahang Dylan mengeras, telunjuknya memegang kearah Juminten. Juminten, mengangkat sedikit dagunya seolah menantang pada Dylan.
Dylan semakin memelototkan matanya, baru kali ini dia bertemu seorang wanita yang sangat menjengkelkan dan begitu cerewet seperti ini.
Dylan hendak membuka mulutnya, untuk kembali mencaci Juminten. Namun, suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya.
"Apa di sini ada Dylan dan Juminten?!" tanya seorang suster yang baru saja keluar dari ruangan tempat Mayleen diperiksa.
"Iya saya suster!" jawab kedua serempak.
"Pasien ingin bertemu dengan kalian."
Dylan dan Juminten buru-buru masuk. Mayleen terbaring lemah di atas brankar, matanya sayu menatap pada putranya dan Juminten.
"Jum, kemari," panggil Mayleen lirih. Juminten mengangguk, ia berjalan mendekati ranjang Mayleen.
Dylan terkejut, bukannya mencari dia. Mamanya itu malah memanggil orang asing mendekat. Meskipun tidak dipanggil, Dylan mengikuti langkah Juminten dan berdiri di samping wanita itu dengan enggan.
Tangan Mayleen menggenggam jemari Juminten, ia sama sekali tidak melihat Dylan yang berdiri di samping Juminten.
"Jum, abis ini Mama ikut kamu ya. Mama pengen sama kamu Nak," ujar Mayleen seperti memohon. Juminten dibuat bingung dengan ucapan Mayleen.
"Tapi Nyonya saya-."
"Mama apa-apaan sih, Mama masih punya aku. Kita punya rumah sendiri, kenapa Mama malah mau ikut wanita nggak jelas ini," potong Dylan cepat.
"Diam kamu! Kamu nggak mau kan nikah sama dia, ya sudah biar Mama saja ikut Juminten. Mama nggak mau ikut kamu sama pacar kamu itu, sekarang kamu pasti sangat senang bisa bebas dari Mama. Lagi pula buat apa kamu ngurusin Mama, Mama udah tua. Sudah tidak berguna lagi, kamu bebas Dylan. Mama nggak akan mengekang kamu dalam hal apapun, Mama juga mau bebas sama pilihan Mama. Mama mau ikut Juminten," ucap Mayleen panjang lebar.
Dylan mengusap wajahnya kasar, ia mendesis kesal. Bagaimana bisa Mamanya bersikap seperti itu, dan lebih memilih untuk tinggal bersama wanita itu. Dylan mengambil nafas dalam.
"Baiklah, kalau ini memang bisa membuat Mama bahagia, Mama mau Dylan sama dia kan. Ok, Dylan terima," jawab Dylan terpaksa. Mata Juminten terbelalak mendengar ucapan Dylan.
Senyum cerah terukir di wajah Mayleen. Ia begitu senang, Dylan menerima perjodohan ini. Meski Mayleen tahu, putra semata wayangnya itu terpaksa menerima perjodohan ini.
Mayleen memeluk Dylan erat. Hatinya merasa sangat lega, setidaknya sekarang Dylan sudah setuju. Mayleen hanya tinggal memberikan sedikit dorongan untuk keduanya.
"kalau begitu, berkenalan dengan baik dengan dia." Dylan mengangguk patuh, setidaknya untuk sekarang dia harus menuruti Mayleen, sambil menyusun rencana untuk membatalkan semua ini.
"Ehem, nama kamu siapa?" Dylan mengulurkan tangannya, sikapnya berubah manis pada Juminten.
Juminten mengangkat kepala, sedikit memiringkannya ke kiri. Apa pria ini benar-benar lupa, atau pura-pura tidak kenal dengan Juminten.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Bzaa
Dylan gak ngenalin soalnya juminten manglingi🤣
2023-02-23
0
Rini Haerani
Dasar Dylan kaya gak kenal aza pake nanyain nama segala
2022-09-29
0
Realrf
siap
2022-08-03
0