Jessy mendelik tajam pada Dylan, sorot matanya menyiratkan rasa marah bercampur malu. Seorang model internasional, diperlakukan seperti ini, seperti lalat yang tidak dianggap. Sungguh hal yang sangat memalukan bagi Jessy.
Ditolak mentah-mentah oleh calon mertua, Jessy bangkit dari duduknya, mengambil tas kecil merek ternama yang ia letakkan di meja.
Model papan atas itu menatap Juminten dengan tidak suka, kemudian menoleh pada Dylan dengan marah, kemudian melangkah keluar dari ruangan itu.
"Jessy .. Honey. Tunggu!"
Dylan bangkit hendak mengejar sang kekasih yang tengah merajuk. Namun, langkah Dylan terhenti oleh ucapan mamanya
"Sekali kau keluar dari pintu itu, jangan harap ada tempat bagimu di keluarga Li."
Dylan mengerutkan menyatukan alisnya, ia menoleh dan segera mendekati Mayleen.
"Ma, kenapa Mama melakukan ini padaku. Aku mencintai Jessy, kenapa Mama tidak mengerti!" teriak Dylan marah.
"Kau berteriak pada Mamamu demi wanita itu, Nak?" tanya Mayleen dengan mata yang berkaca-kaca, ia sedikit mengeser posisi duduknya agar bisa melihat Dylan.
"Bukan seperti itu, tapi Mama tau aku dan Jessica sudah menjalin hubungan selama dua tahun ini. Kami saling mencintai, tidakkah Mama ingin melihat aku bahagia," kali ini Dylan berkata dengan lebih lembut.
Dylan sangat menghormati Mamanya. Dia karena terlalu terbawa emosi hingga meninggikan suara seperti itu. Pria itu menundukkan kepalanya dihadapan Mayleen, dia kecewa, marah. Kenapa Mayleen melakukan hal seperti ini.
"Tentu saja Mama ingin melihatmu bahagia, lebih dari apapun. Mama yakin dia adalah wanita yang bisa membuatmu bahagia Dylan."
Dylan berbalik, ia mengusap wajah dengan kasar. "Agh! Kenapa Mama tidak mengerti juga, aku hanya mencintai Jessy, bagaimana bisa aku bahagia dengan dia!"
"Cinta akan datang karena terbiasa," sahut Mayleen dengan tenang.
Ia sangat yakin dengan keputusannya, untuk menjodohkan Dylan dan Juminten. Sementara itu, Juminten hanya duduk diam di samping Mayleen, wajahnya tertunduk. Otak kecil Juminten berusaha untuk mencerna semua ini.
Kenapa jadi seperti ini? Nyonya hanya memintaku untuk menemaninya makan malam, kenapa dia memperkenalkan aku sebagai menantu pilihannya?
Dylan menjambak rambutnya frustrasi. Jessy pasti sedang marah besar saat ini, ingin sekali Dylan segera menemui kekasihnya itu. Namun, dia juga tidak bisa meninggalkan ruangan itu tanpa seizin Mayleen.
Pria bermata sipit itu beringsut, bersimpuh di kaki Mayleen. Ia menggenggam tangan mamanya, menatap sayu pada Mayleen dengan wajah yang teramat mengiba.
"Ma, bisakah kali ini saja Dylan memutuskan untuk kehidupan Dylan," ucap laki-laki itu dengan memelas. Ia tahu Mayleen sangat menyayanginya, ia tidak pernah bisa menolak keinginan Dylan.
Mayleen tersenyum.
"Pernahkah Mama meminta sesuatu darimu, Nak? Saat kau meminta Mama setia pada Papa, saat kau memilih untuk kuliah di Oxford dan meninggalkan mama sendirian, saat kau menolak untuk menjalankan perusahaan, saat kau lebih memilih untuk lebih percaya pada wanita yang kau sebut kekasih itu daripada mama. Apa mama pernah mengeluhkan semua itu?"
Dylan menunduk, tak kuasa menatap mata sang Mama, Dylan tahu selama ini Mayleen selalu menuruti keinginannya. Semua keegoisannya.
"Sekali saja, turuti permintaan mama. Menikahlah dengan dia. Jalani sisa hidupmu bersama dengan wanita ini, dia wanita yang baik." Mayleen menggenggam tangan putranya.
Dylan memejamkan matanya, mengambil nafas dalam. Dia tidak bisa membujuk Mayleen jika sudah seperti ini, Dylan melirik sinis pada wanita yang duduk di samping Mayleen. Mungkin dia bisa mengajak wanita itu untuk berkerja sama, membatalkan rencana pernikahan ini.
"Semua itu berbeda. Dylan hanya ingin nikah sekali seumur hidup dengan orang yang Dylan cintai, seperti Mama dan Papa. Dylan nggak bisa kalau harus menghabiskan hidup Dylan dengan orang asing, Ma. Dylan mencinta Jessy, sangat mencintainya," bujuk Dylan, belum putus usahanya untuk meluluhkan hati Mayleen.
Mayleen mendesah panjang, jika saja Dylan tahu bagaimana kisah Mayleen dan Dawei sebenarnya.
"Kau yakin wanita itu juga mencintaimu?" Mayleen menatap lekat pada netra bening putranya itu.
"Kenapa Mama selalu meragukan Jessy, dia wanita baik-baik. Mama juga baru sekali bertemu dengan dia, kenali dia lebih dekat. Dylan yakin Mama akan jatuh cinta seperti Dylan, Jessy sangat baik dan lembut."
"Apa dia mau menjadi ibu rumah tangga yang baik, dan melepaskan perkerjaannya setelah menikah denganmu?"
"Mama jangan terlalu kaku, sekarang sudah bukan jamannya lagi seperti itu. Kita tidak kekurangan uang untuk membayar asisten rumah tangga," jawab Dylan dengan sarkas.
Mayleen tersenyum kecut sambil menggeleng. "Lihatlah, bahkan kau sanggup untuk menjawab pertanyaan Mama dengan sarkas."
Dylan berdecak kesal, sial. Ia tidak bisa mengontrol emosi dan semakin memperkeruh suasana hati mamanya.
"Bukan begitu maksud Dylan-"
"Lalu apa kau mengerti maksud mama? Terlepas dari wanita itu mau atau tidak, apa kau pernah menanyakan hal ini? atau apa pernah dia menanyakan pendapatmu, tentang perkerjaannya? memakai baju seksi, minim bahan seperti itu di depan banyak laki-laki lain. Apa dia pernah memikirkan harga dirimu sebagai kekasihnya?"
"Cukup! pekerjaannya memang seperti itu. Itu bukan hal yang tabu lagi Ma, jaman sekarang hal seperti itu sangat wajar!" Dylan bangkit dan menatap Mayleen dengan nyalang.
"Wajar? ya memang semua itu hal yang wajar untuk orang seperti dia, tapi tidak untuk seseorang yang ingin menyandang status sebagai menantu keluarga Li!" bentak Mayleen tak kalah kencang.
Dylan cukup terkejut melihat Mamanya marah seperti itu. Mayleen yang selalu lembut dan tersenyum penuh kehangatan, kini terlihat sangat tegas dan garang.
"Lalu apa wanita itu pantas? Apa dia pantas menjadi menantu keluarga Li?" Dylan menegangkan telunjuknya pada Juminten.
Juminten meremas ujung gaun yang ia pakai, dia semakin mengigit bibir bawahnya dengan kuat. Laki-laki itu benar, apa dia pantas? Juminten hanya seorang gadis penjual cilok, anak dari seorang mantan pembantu.
Dia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan kekasih Dylan, seorang model papan atas. Yang pastinya berpendidikan tinggi, tidak seperti Juminten yang hanya lulusan sekolah menengah pertama.
Lantas apa yang membuat Mayleen tertarik? hingga ingin menjadikannya menantu. Kepala Juminten merasa pusing memikirkan ini semua.
"Dia lebih dari pantas Dylan." Mayleen merangkul bahu Juminten.
Juminten kembali terkejut dengan perlakuan Mayleen padanya. Namun, Juminten masih tidak mengatakan sepatah katapun. Ia bingung mau bicara apa saat seperti ini.
"Lebih dari pantas? Memang apa gelar dia? Sarjana? Lulusan kampus mana? Apa keluarga dia juga pengusaha seperti kita?" cerca Dylan, mata pria itu melihat Juminten dengan satu sudut bibir yang terangkat keatas.
Semua pertanyaan yang dilontarkan Dylan terdengar sangat menyakitkan, seolah puluhan belati kecil menusuk hati Juminten, mengoyak harga dirinya.
"Bukan gelar atau status sosial yang membuat dia pantas, tapi kebaikan dan sopan santun yang membuat dia pantas menjadi menantu Mama. Apa kau pikir pantas bagi seorang wanita, memakai baju ketat dan memamerkannya buah dadanya saat bertemu dengan orang tua seperti itu?"
Dylan memutar ingatannya. Hari ini Jessy memang memakai baju yang cukup seksi, dengan belahan dada rendah.
"Itu hany pakaian Ma! Mama tidak bisa menilai Jessy dari itu saja!" kilah Dylan dengan meninggikan suaranya.
"Kau- ka-kau terus mem--ban-ntah mama." Dada Mayleen naik turun, nafasnya tersengal-sengal.
"Nyonya, tolong jangan terlalu emosi." Juminten dengan cekatan mengambil obat hisap di tas Mayleen, mengusap punggung wanita itu dengan perlahan.
Dylan yang melihat itu sebenarnya merasa bersalah, ia tidak bermaksud membuat asma Mayleen kambuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Bzaa
Dylan jgn bikin sesuatu yg akan kamu sesali
2023-02-23
0
Rini Haerani
Jangan sampe Mayleen kenapa - napa ya
2022-09-29
0