Mobil silver melaju dengan kecepatan tinggi, seorang pria mengemudikan mobilnya dengan wajah masam. Penumpang di yang duduk di sebelah pria itu pun tak kalah masam. Kedua manusia itu tak ubahnya seperti dua ikan asin, garing.
Tak ada ada kata yang terucap dari mulut keduanya sejak mesin mobil dinyalakan. Dylan hanya fokus menyetir, sementara Juminten membuang mukanya kearah jendela. Jika saja Mayleen tidak memaksa Dylan untuk mengantarkan Juminten mencoba cincin yang Mayleen pesan. Dylan tidak mungkin Dylan mengizinkan wanita itu masuk ke mobilnya.
"Kalau nggak terpaksa, najis aku masukin kamu ke mobilku," gerutu Dylan.
"Ngomong yang jelas, jangan ngedumel kayak tawon," sindir Juminten.
"Diam, suaramu bikin telingaku sakit," bentak Dylan.
Juminten memanyunkan bibirnya, menatap kembali ke arah luar jendela mobil. Keheningan kembali mengiringi perjalanan mereka. Atmosfer yang tidak begitu baik terasa dalam mobil itu.
Juminten sibuk memikirkan Dimas yang belum sempat ia jenguk sejak kemarin, sedangkan Dylan rencananya dengan Jessica. Sesekali ia melirik sekilas pada Juminten yang acuh, Dylan sangat berharap wanita keras kepala dari kampung ini setuju dengan rencananya.
Mobil silver itu melesat cepat, jalanan siang ini tidak begitu padat seperti biasanya. Setelah sampai di sebuah pusat perbelanjaan, Dylan membelokkan mobilnya masuk. Dylan membuka pintu mobil setelah mobil itu berhenti dengan sempurna di tempat parkir.
"Turun, jangan harap aku akan membuka pintu untukmu!" tegasnya.
"Sopo yoan seng arep-arep," gumam Juminten.
[ "Siapa juga yang berharap," gumam Juminten. ]
"Ngomong apa kamu?!"
"Ngomong apa? ngomong burung noh, bisa terbang," jawab Juminten asal, sambil menunjuk langit yang tak satupun burung melintas diatasnya.
Dylan berdecak, ia menatap malas pada Juminten. Rasanya sungguh memalukan untuk berjalan dengan gadis itu, dandannya terlalu sederhana. Tidak cocok dengan Dylan yang modis dan elegan. Dylan memakai kemeja polos berwarna hitam dengan ujung lengan yang di gulung rapi sampai ke siku dipadukan dengan celana berwarna coklat gelap, sedangkan Juminten. Gadis itu hanya memakai kaos berwarna merah muda dengan gambar salah satu karakter kartun, ukuran kaos yang besar membuat Juminten seperti tenggelam dalam kaos yang ia pakai.
Dylan berjalan masuk tanpa menunggu Juminten, gadis itu pun segera mengikuti langkah Dylan dengan setengah berlari. Kaki Dylan yang panjang membuat langkah mereka sangat berbeda jauh.
Langkah Dylan melesat masuk ke pusat perbelanjaan terbesar di kota Surabaya itu, kakinya begitu hafal melangkah tanpa ragu. Dia memang sudah terbiasa mengantarkan mamanya untuk membeli perhiasan di tempat langganan sang mama itu, Dylan terus melangkah tak memperdulikan Juminten yang kewalahan mengikuti kaki panjangnya.
"Cepat masuk, dasar lelet!" hardik Dylan saat berada dalam lift, Juminten segera berlari sebelum lift menutup.
Nafas gadis itu tersengal, ia menunduk memegangi kedua lututnya dengan peluh bercucuran.
"Bisa pelan nggak sih, nanti kalau aku kesasar gimana," keluh Juminten, dengan mata yang melirik tajam pada Dylan.
Dylan hanya tersenyum miring, memang itu yang ia harapkan. Juminten nyasar, hilang tersesat atau kalau bisa lenyap dari muka bumi ini. Biar perjodohan konyol ini tidak berlanjut.
Setelah lift berhenti di lantai tiga, Dylan segera keluar. Lagi-lagi dia meninggalkan Juminten begitu saja, gadis bermata bulat itu hanya bisa mendengus kesal. Dia pun mengikuti langkah Dylan dengan setengah berlari.
Dylan berbelok masuk ke sebuah outlet perhiasan yang menjadi langganan sang mama.
"Selamat siang Tuan Dylan, ada yang bisa saya bantu?" sambut seorang wanita berpakaian rapi, dengan senyum ramah.
"Aku mau ambil ini." Dylan menyerahkan sebuah nota pemesanan pada wanita itu.
"Baik, mohon tunggu sebentar."
Dylan mengangguk, pelayan itu segera masuk untuk mengambil pesanan. Juminten terkagum-kagum saat masuk ke tempat itu, begitu bersinar dan indah. Berbagai macam perhiasan bertahtakan berlian terbaik terpajang di manekin yang ada di sana. Sangat berbeda dengan toko perhiasan yang ada di pasar, mata Juminten hampir tidak bisa melihat saking silaunya, ia berharap membawa kaca mata hitam sekarang.
Dylan melihat Juminten dengan tatapan meremehkan.
"Dasar kampungan," gumam Dylan.
Tak berapa lama, pelayan yang tadi masuk membawa kotak beludru berwarna biru dengan logo brand mereka.
"Tuan, ini perhiasan yang di pesan Nyonya Mayleen. Silahkan dilihat," ucap wanita itu sambil memberikan kotak itu pada Dylan.
Dylan menerimanya, kemudian membuka kotak itu perlahan. Satu set perhiasan dengan sepasang cincin bertahtakan batu safir, dengan desain minimalis modern. Tidak begitu besar tapi akan terlihat anggun untuk siapapun yang memakainya.
Laki-laki itu berdecih, semua ini terlalu bagus untuk wanita kampung seperti Juminten. Si pelayan cukup terkejut dengan ekspresi wajah Dylan yang terlihat kesal, ia takut jika mengecewakan pelanggan eksklusif mereka satu ini.
"Apakah ada yang salah Tuan?" tanya wanita itu takut-takut.
"Tidak, bungkus saja ini. Dan berikan aku satu set perhiasan yang lebih baik dan mahal dari ini," jawabnya ketus.
"Baik Tuan." Meskipun merasa aneh, tapi wanita itu menuruti keinginan Dylan, toh dia juga diuntungkan, bisa menjual satu set perhiasan lagi.
"Hey Udik kemari!" panggil Dylan pada Juminten, yang sedang menikmati melihat Kilauan perhiasan.
"Kamu budek ya!" sentak Dylan.
Juminten yang awalnya tidak menggubris panggilan Dylan, akhirnya menoleh.
"Kamu panggil aku?" tanya Juminten sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iyalah kamu sapa lagi di sini ya udik."
Juminten memutar matanya jengah, dengan malasnya ia melangkah mendekati Dylan yang sedang duduk di sofa.
"Ada apa?"
"Setelah ini aku akan menemui seorang," Jawab Dylan tanpa melihat kearah Juminten. Ia sibuk menatap layar ponselnya.
"Terserah, tapi aku nggak punya banyak waktu. Aku masih ada keperluan lain," ujar Juminten dengan ketus.
Setelah selesai dengan urusan perhiasan. Dylan dan Juminten pergi kesebuah restoran yang tak jauh dari pusat perbelanjaan itu. Dylan segera menuju ruang VIP yang telah ia pesan sebelumnya.
"Honey," sambut seorang wanita dengan suara manja, ia memeluk erat tubuh Dylan dengan erat.
Dylan pun membalas pelukannya, dan mengecup kening wanita itu dengan lembut.
"Maaf membuatmu menunggu." Wanita itu menggeleng.
"Nggak kok, aku juga baru sampai. Ups ... aku nggak liat kalau ada dia ... Sorry," ucapnya saat melihat Juminten berdiri di belakang Dylan.
"It's Ok, kamu nggak perlu minta maaf. Lagian dia juga harus sadar diri."
Juminten hanya menghela nafasnya, jika bisa dia juga tidak ingin berada di sini. Melihat dua mahluk beda gender ini bermesraan.
"Ayo." Dylan mengandeng tangan Jessica dengan mesra, mereka duduk berdampingan.
Sangat lengket seperti prangko yang di tempelkan dengan lem. Tak ada rasa sungkan keduanya memamerkan kemesraan di depan Juminten. Juminten memilih duduk di tempat yang bersebrangan dengan dua sejoli itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Isna Maria Prianti
lnjutttt makkkk
2024-04-02
0
Bzaa
aku gregetan Ama si Jesika 😚
2023-02-23
0
Icha Akim
jangan gitu dy nanti klepek2 baru nyaho lu
2022-12-19
0