Mendengar ketukan pintu, Dylan segera merapikan kembali pakaian Jessica. Dylan juga menaikkan resletingnya kembali, senjata yang sudah sangat mengeras itu membuat Dylan cukup merasa sesak. Namun, dia tidak ingin hanyut terlalu jauh.
"Maaf aku terbawa suasana." Dylan mendorong pelan tubuh Jessica menjauh, sebagai laki-laki normal tentu saja dia menginginkan hal seperti itu.
Namun, Dylan tidak ingin melanggar sumpah yang telah dibuatnya. Jessica tidak perduli, dia menarik kerah Dylan dan menyatukan bibir mereka sekali lagi, ia tidak perduli dengan Dylan yang menolaknya. Dylan memegangi bahu Jessy, mendorongnya dengan kasar.
"Jessica!" sentak Dylan.
"Kenapa? kenapa kamu nggak mau ngelakuin itu sama aku? Apa kamu mulai mencintai wanita kampung itu?" cercanya pada Dylan dengan mata yang berkaca-kaca.
Dylan menghela nafas.
"Bukan seperti itu Honey, kau tahu aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu sebelum kita menikah."
Jessica memalingkan wajahnya, dengan kasar ia mengusap air matanya yang menetes. Dylan menurunkan Jessica dari pengakuannya, ia membantu Jessica untuk duduk.
"Kita makan malam dulu, ok. Setelah itu kita bicarakan semuanya baik-baik." Dylan mencium pipi Jessica sekilas.
Pria itu melangkahkan kakinya, untuk membuka pintu kamar. Seorang laki-laki berseragam tersenyum ramah pada Dylan, meskipun kakinya terasa kaku karena terlalu lama berdiri.
Dylan membuka pintunya lebar, agar pelayanan itu bisa mendorong troli masuk.
"Selamat menikmati makan malam Anda Tuan," ucap Pelayan itu sambil membungkuk hormat.
"Terima kasih." Dylan memberikan beberapa lembar uang pada pelayan itu sebagai tip.
Dengan senang pelayan itu menerimanya, tidak sia-sia dia berdiri menunggu tamunya membuka pintu.
Setelah pelayan itu pergi, Dylan duduk di samping Jessica yang masih merajuk.
"Honey, makan dulu ya," bujuk Dylan.
Jessica masih bergeming, wanita itu masih memasang wajah masam. Dylan dengan cekatan memotong steak dengan kualitas terbaik yang ia pesan, tentu saja itu adalah makanan kesukaan Jessica.
"Ayolah buka mulutmu." Dylan mendekatkan sepotong steak pada bibir Jessica, tergoda dengan aroma dan juga karena rasa laparnya. Jessica pun membuka mulutnya membiarkan Dylan memasukkan daging itu.
Dylan tersenyum. Suasana mulai mencair, dua sejoli itu menikmati makan malam mereka di selingi dengan kecupan manis dan cubitan manja.
Setelah selesai, mereka tidak lupa untuk melanjutkan ritual yang sempat tertunda. Mereka memang tidak menyatukan diri, tetapi Jessica selalu saja meraba sana sini saat mereka berciuman, Dylan yang dulu merasa tidak nyaman. Sekarang ikut ketagihan, dia juga mulai turut memainkan bongkahan pada milik kekasihnya itu.
Puas bercumbu, Dylan mulai mengajak Jessica untuk bicara lebih serius.
"Jessy, kau tahu aku tidak bisa menolak keinginan Mama. Tapi aku juga mencintaimu Honey, bagaimana menurutmu? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Dylan bimbang.
Jessica diam, ia berpikir sejenak.
"Turuti saja keinginan Mamamu, kalau dia meminta mu menikah dengan wanita itu, nikahi saja," jawab Jessica, Dylan mengerutkan keningnya menatap Jessica penuh tanya.
"Tapi aku tidak ingin melakukan itu Hon, aku mencintaimu. Bagaimana bisa aku menikahi wanita lain?"
Jessica tersenyum penuh arti, ia menempelkan telunjuknya di bibir Dylan.
"Ssst...Aku belum selesai bicara Sayang. Aku mengizinkanmu untuk menikah dengan wanita itu satu tahun saja, ya hanya untuk membuat Mamamu senang.
"Dan kau sama sekali tidak aku izinkan untuk menyentuhnya!" tegas Jessica.
Pria itu masih diam, mencoba mencerna apa yang diucapkan oleh Jessica. Apakah kekasihnya itu benar-benar merelakan Dylan menikah dengan Juminten? atau ini hanya sekedar ujian dari Jessica?
Tangan lentik Jessy membelai pipi Dylan dengan lembut, mengusap rahang kokoh pria itu dengan sorot mata yang penuh cinta menatap dalam netra Dylan.
"Ini bukan hal yang mudah bagiku, tapi kau juga tidak bisa merubah keputusan Mamamu kan. Aku tidak ingin kau bertengkar dengan orang tuamu hanya demi aku, semakin kau menentangnya semakin benci pula dia padaku, Sayang. Jalan satu-satunya adalah menuruti keinginannya untuk membuktikan wanita itu tidak lebih baik dariku."
"Maksudnya?"
"Saat kau menikah dengannya, kita ungkap siapa dia sebenernya. Kita buat Mama Mayleen menyesal menjadikan wanita itu sebagai menantunya," jawab Jessica.
"Kau nakal." Dylan mencubit gemas hidung mancung Jessica.
"Ih ... sakit," rengekannya manja.
Dylan tertawa kecil, dia tidak menyangka kalau Jessica punya pemikiran yang sangat brilian seperti itu.
.
.
.
Juminten tersenyum melihat Dimas yang begitu lahap memakan, masakannya.
"Pelan-pelan, tidak ada yang akan merebutnya," ucap Juminten, Dimas hanya mengangguk kecil karena mulutnya sangat penuh.
Juminten selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi keponakannya itu. Ia tidak ingin Dimas merasa sendiri. Juminten sudah merasa bersyukur masa tahanan Dimas mendapatkan keringanan, meskipun Juminten masih berharap Dimas bisa bebas.
"Dim, lusa Mbak Jum lamaran," ucap Juminten lesu.
"Uhuk .... Lamaran Mbak? Sama siapa?" tanya Dimas penuh tanya.
"Anak temannya Ibu, dia sangat baik. Mbak merasa beruntung bisa jadi menantunya," jawab Juminten dengan senyum yang dipaksakan.
Dimas mengerutkan keningnya, teman Ibu. Siapa?
"Apa dia orang yang menyewakan pengacara Wisnu untukku Mbak?"
Juminten terkejut, dia tidak menyangka kalau Dimas bisa tahu.
"Enggak, bukan dia," elak Juminten gugup.
Dari caranya menjawab, Dimas bisa tahu Kalau Juminten berbohong. Juminten terpaksa melakukan ini demi dia dan neneknya. Dimas meletakkan sendoknya, nafs* makanya tiba-tiba menguap begitu saja.
"Maaf ya Mbak, Dimas nyusahin Mbak terus," ucap Dimas penuh penyesalan.
"Eh ... kamu ngomong apa sih, Dim. Kamu tuh keluarga Mbak, mana ada nyusahin. Kita memang seharusnya saling membantu."
Ucapan Juminten semakin membuat hati Dimas mencelos. Membantu, Dimas tidak membantu sedikitpun. Dia malah menjadi beban dalam keluarganya.
Juminten meraih tangan Dimas, menggenggam tangan itu dengan erat.
"Kamu jangan sekalipun berpikir kalau kamu menyusahkan Mbak, buang jauh-jauh pikiran seperti itu. Semua ini takdir yang harus kita jalani," tutur Juminten dengan sungguh-sungguh.
Dimas menatap Juminten dengan penuh makna, Tantenya itu seolah bisa membaca apa yang Dimas pikirkan.
Juminten benar, sekarang bukan waktunya meratapi nasibnya. Dimas harus kuat, dia harus berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik, yang bisa membuat Nenek dan Tantenya bangga.
"Iya Mbak, Dimas janji setelah ini, Dimas bakalan jadi orang sukses. Biar bisa buat bangga Mbak Jum sama Mbah," ucap Dimas dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Nah, Gitu dong baru semangat." Juminten mengacak-acak rambut Dimas.
Seorang petugas menghampiri mereka.
"Waktu kunjungan sudah habis, Dimas harus kembali masuk," ujar laki-laki itu.
"Baik, Pak."
"Dm, Mbak pamit dulu ya. Mungkin besok sama lusa Mbak belum bisa jenguk kamu."
"Nggak, apa-apa Mbak. Semoga acara lamarannya lancar, sama Dimas nitip salam buat Mbah."
"Iya, nanti Mbak sampaikan." Juminten membereskan kotak makan yang ia bawa.
Dimas meraih tangan Juminten lalu menciumnya dengan takzim, sebelum Juminten pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Isna Maria Prianti
semoga lancaf lamarannya
2024-04-02
0
Bzaa
semoga jessicepwt ketauan bejatnya
2023-02-23
0
Endangdaman
sebenarnya penasaran apa yang membuat mama Dylan kok maksa anaknya nikah sama juminten
2022-08-07
0