Juminten terus menggerutu, sepanjang jalan pulang. Hari ini sungguh sial, gara-gara jatuh tadi, bukan hanya keranjang sepedanya yang penyok. Ponsel yang ia kantongi juga retak layarnya, untung saja masih bisa menyala.
"Apes ... Apes ... Hah!" Gerutu Juminten, sambil terus mengayuh sepedanya. Mobil silver yang berjalan lambat membuat Juminten semakin kesal.
Gadis itu pun mengayuh sekuat tenaga untuk menyalip mobil itu. Dari dalam mobil seseorang memperhatikan Juminten, ia menyuruh si sopir untuk meminta gadis bertopi merah untuk menepi.
Mobil silver itu melaju pelan mendekati Juminten, si sopir membunyikan klakson agar Juminten menepi. Juminten yang tidak mengerti kemauan si pengendara mobil merasa geram, ia memberikan tatapan tajam kearah mobil.
Juminten berdecak kesal, mobil itu terus memepetnya, tidak berniat mendahului sama sekali. Kaca mobil diturunkan oleh si sopir, seorang laki-laki tersenyum sambil mengangguk menyapa.
"Nona, bisa Anda berhenti sebentar!" teriak Parman.
Juminten menoleh sekilas, kemudian menatap kedepan lagi. Ia seperti mengenal pria itu, Juminten pun menepikan sepedanya. Mobil itu pun berhenti tepat di depan Juminten.
Parman segera turun dari mobil, ia kemudian membuka pintu untuk majikannya yang tak lain adalah Mayleen Li. Wanita itu turun perlahan, dengan langkah cepat ia menghampiri Juminten yang masih nangkring di atas sepedanya.
"Nyonya! Apa yang Nyonya lakukan?" tanya Juminten terkejut, wanita paruh baya itu langsung memeluknya erat.
"Akhirnya aku menemukanmu, aku menunggumu di tempat kita bertemu kemarin, tapi aku tidak menemukanmu," jawab Mayleen setelah melepaskan pelukannya.
"Saya tidak sering kepasaran Nyonya, hanya hari minggu saja."
"Pantas saja aku tidak menemukanmu, Apa yang terjadi padamu Juminten? Kenapa bajumu kotor seperti ini?"
"Saya tadi sempat jatuh dari sepeda," jawab Juminten apa adanya, ia masih bingung dengan sikap Nyonya besar itu padanya.
"Jatuh! Apa kau tidak apa-apa? Parman kita ke rumah sakit sekarang!" Mayleen seketika cemas mendengar jawaban dari Juminten. Apalagi ia melihat lecet di tangan dan lutut gadis itu.
"Rumah sakit? Tidak Nyonya, saya baik-baik saja." Tolak Juminten.
"Baik bagaimana? Tanganmu berdarah," kekeh Mayleen.
"Darahnya sudah kering, ini hanya luka kecil saja, nanti dikasih obat merah juga sembuh. Saya harus segera pulang sekarang, Ibu saya menunggu sendirian di rumah."
Mayleen menatap wajah Juminten dengan senyum, gadis itu sangat menyayangi ibunya.
"Nyonya kenapa Anda menatap saya seperti itu?" tanya Juminten heran.
Wanita paruh baya itu sangat aneh menurut Juminten, mereka baru bertemu satu kali. Juminten bahwa belum tahu namanya, tetapi wanita kaya itu begitu perhatian pada Juminten.
"Tidak apa-apa Nak, aku hanya sangat menyukainya. Kau begitu menyayangi Ibumu kan?" pertanyaan yang dilontarkan Mayleen terdengar begitu ambigu bagi Juminten.
"Setiap anak pasti menyayangi Ibu, mereka Nyonya."
"Ya, kau benar." Mayleen menunduk, raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang mendalam.
"Nyonya Anda baik-baik saja?"
"Aku sangat baik, Terima kasih,"Jawab Mayleen dengan senyum yang dipaksakan.
Juminten memeluk Mayleen, ia juga tidak tahu kenapa melakukan hal itu. Mungkin karena Juminten tidak tega melihat wanita itu bersedih, mengingatkan Juminten pada ibunya sendiri.
Mayleen sempat terkejut, tetapi ia juga tidak menolak pelukan gadis itu. Seperti sebuah pelukan teman lama yang baru bertemu. Mayleen menyukainya, ia sangat menyukai gadis ini. Selain cantik, baik hati Juminten juga sayang pada orang tua. Benar-benar menantu idaman setiap mertua.
"Nyonya, maaf saya harus segera pulang sekarang. Ini sudah sangat sore, saya takut terjadi sesuatu pada Ibu."
"Ayahmu kemana? Kenapa Ibumu sendirian? Apa tidak ada orang lain di rumah?" cerca Mayleen ingin tahu.
"Ayah saya meninggal 5 tahun yang lalu, beliau kecelakaan bersama kakak saya. Keponakan yang tinggal bersama saya tadi pamit untuk belajar di rumah temannya, saya tidak tahu dia sudah pulang apa belum," jawab Juminten panjang lebar.
"Astaga, maafkan Aku. Aku tidak tahu kalau -", Mayleen tidak meneruskan ucapannya.
"Tidak apa-apa Nyonya, semua sudah berlalu. Saya harus pulang sekarang, sampai jumpa lagi, jaga kesehatan Nyonya dengan baik," pamit Juminten lagi.
"Bagaimana kalau bareng saja?" tanya Mayleen, wanita itu seolah tidak ingin berpisah dengan Juminten.
"Kalau saya naik mobil Anda, bagaimana dengan sepeda saya, Nyonya?"
"Rumah saya sudah dekat, tinggal masuk ke gang kecil di sana terus belok kiri di perempatan pertama. Lain kali silahkan Anda mampir," ujar Juminten dengan senyum ramah.
"Baiklah Nak, salam buat Ibumu. Aku yakin dia seorang Ibu yang hebat, aku bisa melihat dia membesarkan mu dengan baik."
"Terima kasih, Ibu saya memang seorang wanita yang hebat, dan saya rasa Nyonya juga sama."
Dengan berat hati Mayleen mengizinkan gadis itu untuk pulang, dia juga ada janji dengan seseorang malam ini. Jadi Mayleen tidak bisa mampir ke rumah Juminten.
Sesampainya di rumah. Juminten langsung masuk untuk memeriksa keadaan sang Ibu, dia sangat khawatir karena meninggalkannya cukup lama.
"Bu," panggil Juminten lirih, setelah menyibak tirai pintu.
Juminten tersenyum mendapati sang Ibu tertidur dalam posisi duduk, TV masih menyala. Juminten mematikan televisi, ia kemudian memeriksa popok yang dipakai oleh Ibunya.
Juminten menutupi bagian bawah tubuh Mirna dengan kain jarik lagi. Popok mirna masih kering, ia akan mengganti nanti malam saja.
Dengan langkah pelan, Juminten meninggalkan ruangan itu. Ia tidak ingin mengganggu istirahat Mirna.
Juminten melepaskan topi merah yang ia pakai, Meski matahari terbit begitu terik sore ini, tetapi tetap saja Juminten merasa haus.
Gadis itu mengambil gelas dan mengisinya dengan air dari galon. Belum sempat tangannya mendekatkan gelas itu bibirnya, Juminten meletakkan gelas itu di meja. Sebuah panggilan masuk membuat ponsel Juminten bergetar.
Nomer tidak di kenal, Juminten segera mengeser logo hijau di layar pipih itu. Siapa tahu orderan cilok atau seblak lagi.
"Halo."
"Halo, selamat sore. Apa benar ini dengan Jum?" tanya seorang laki-laki di seberang telepon.
"Iya saya Juminten, biasa di panggil Jum. Dengan siapa ya?"
"Anda pernah meninggalkan pesan di mobil kami, saya menghubungi Anda untuk meminta pertanggungjawaban atas kerusakan pada mobil atasan saya."
Deg ...
Goresan cinta itu, Juminten sudah melupakannya. Andai saja pria ini tidak menghubunginya, lagi pula ini sudah satu minggu lebih sejak kejadian.
"Halo ..Halo ... Apa Anda masih ada di sana?"
"Iya Pak, saya masih mendengarkan. Jadi bagaimana Pak?"
"Biaya perbaikan mobil sebesar 4 juta rupiah," jawab laki-laki itu.
"Ap-Apa pak empat juta rupiah!" teriakannya terkejut. Sadar Ibunya sedang tidur Juminten membekap mulutnya sendiri.
"Itu tidak salah segitu, Pak?" tanya Juminten dengan suara yang lebih kecil.
"Tidak, lebih jelasnya Anda bisa bertemu dengan saya besok. Saya akan memberikan Alamatnya besok."
"Baik, Pak."
Setelah menutup teleponnya, Juminten menarik kursi plastik untuk duduk. Tubuhnya terasa lemas, mendengar nominal perbaikan mobil itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rysa
jum dapat uang dari mana sebanyak itu
2025-02-07
0
Isna Maria Prianti
yang sabar ya jum🙏
2024-04-02
0
Bzaa
kasian mbak Jum....
2023-02-22
0